Ketika
Nabi Yusuf menjadi penguasa di Mesir dan ketua para menteri agama di
Mesir berubah menjadi agama tauhid atau Islam. Nabi Yusuf as menyeru
manusia untuk memeluk Islam saat beliau ada di dalam penjara ketika
beliau mengatakan:
"Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah YangMaha Esa lagi Maha PerkasaV (QS.Yusuf: 39)
Dan beliau berdoa pada suatu hari ketika mimpinya terwujud:
"Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh. " (QS. Yusuf: 101)
Dan
ketika Nabi Yusuf meninggal, Mesir mengubah sistem tauhid ke sistem
multi tuhan untuk kedua kalinya. Menurut dugaan kuat bahwa hal ini
terwujud dengan adanya campur tangan kelompok-kelompok elit yang
berkuasa. Kelompok-kelompok elit ini— ketika di bawah agama
tauhid—mereka tidak mendapatkan suatu perlakukan istimewa atau dibedakan
dengan masyarakat umum, sehingga karenanya mereka mempunyai kepentingan
untuk mengembalikan sistem penyembahan multi tuhan. Kemudian masyarakat
mengikuti sistem penyembahan Fir'aun. Dan akhirnya, Mesir dipimpin
keluarga-keluarga Fir'aun dan mereka mengklaim bahwa mereka adalah tuhan
atau wakil-wakil tuhan atau orang-orang yang berbicara atas nama tuhan.
Pada
dasarnya, masyarakat Mesir adalah masyarakat yang beradab. Mereka
disibukkan dengan pembangunan peradaban. Mereka memiliki kecenderungan
keagamaan yang kuat. Dan barangkali kelompok-kelompok dari masyarakat
Mesir meyakini bahwa Fir'aun bukan tuhan namun karena mereka mendapat
tantangan keras dari Fir'aun dan Fir'aun tidak ingin dari kaurnnya
kecuali agar mereka menaatinya sehingga mereka pun terpaksa
menyembunyikan keimanan dalam diri mereka. Jadi, tuhan-tuhan berhala
banyak sekali di Mesir. Hal yang bisa dipahami adalah, bahwa Fir'aun
menguasai semua macam tuhan dan ia mengisyaratkan dengannya dan
berbicara atas namanya. Yang demikian ini adalah sangat jelas di Mesir.
Ketika terdapat sistem multi tuhan di Mesir—meskipun masyarakatnya
meyakini tuhan utama, yaitu Fir'aun—kelompok elit yang berkuasa
membatasi untuk hanya menyembah Fir'aun dan melaksanakan
perintah-perintahnya serta membenarkan tindakan semena-menanya. Kita
akan mengetahui dan kita akan membuka lembaran-lembaran Nabi Musa as
bagaimana masyarakat Mesir hidup di zamannya. Mayoritas masyarakat saat
itu mendapatkan kehinaan yang luar biasa dan diperlakukan secara lalim.
Mereka harus taat sepenuhnya kepada Fir'aun. Mereka selalu diancam oleh
algojo-algojo Fir'aun dan para tentaranya.
Allah SWT menceritakan Fir'aun yang hidup di zaman Nabi Musa dalam firman-Nya:
"Maka
dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya
(seraya berkata): 'Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.'" (QS. an-Nazi'at:
23-24)
Manusia saat
itu benar-benar tunduk terhadap pernyataan orang-orang kafir. Mereka
menaati—barangkali itu karena terpak-sa—perkataan Fir'aun. Mesir kembali
menggunakan sistem multi tuhan setelah sebelumnya disinari oleh tauhid
yang disuarakan oleh Nabi Yusuf. Sementara itu, anak-anak Yakub atau
anak-anak Israil mereka telah menyimpang dari tauhid. Mereka mengikuti
orang-orang Mesir. Sedikit sekali dari keluarga mereka yang masih
mempertahankan agama tauhid secara tersembunyi.
Datanglah
suatu masa atas Bani Israil di mana mereka semakin banyak dan semakin
menyebar. Mereka mengerjakan berbagai macam pekerjaan, dan mereka
memenuhi pasar-pasar Mesir. Berlalulah hari demi hari. Mesir diperintah
oleh seorang raja yang bengis di mana orang-orang Mesir menyembahnya.
Raja yang jahat ini melihat Bani Israil semakin banyak dan semakin
berkembang serta mengambil posisi-posisi penting. Raja mendengar
pembicaraan Bani Israil tentang berita yang samar di mana dalam berita
itu dikatakan bahwa salah seorang anak Bani Israil akan menjatuhkan
Fir'aun Mesir dari singgasananya. Barangkali berita itu berasal dari
suatu mimpi dari mimipi-mimpi hidup atau mimpi nyata yang mengelilingi
hati kelompok minoritas yang tertindas, dan mungkin itu merupakan berita
gembira yang tersebut dalam kitab-kitab mereka. Apa pun halnya, berita
ini telah sampai di telinga Fir'aun.
Kemudian
Fir'aun mengeluarkan perintah yang aneh, yaitu jangan sampai seorang
pun dari Bani Israil yang melahirkan anak. Maksud dari perintah ini
adalah, hendaklah setiap anak yang lahir dari jenis laki-laki dibunuh.
Aturan ini mulai diterapkan. Tapi para pakar ekonomi berkata kepada
Fir'aun: Orang-orang tua dari Bani Israil akan mati sesuai dengan ajal
mereka, sedangkan anak-anak kecilnya disembelih maka ini akan berakhir
pada hancurnya dan binasanya Bani Israil namun Fir'aun akan kehilangan
kekayaan dan aset manusia yang dapat bekerja untuknya atau menjadi
budak-budaknya dan wanita-wanita tidak dapat lagi dimilikinya. Maka yang
terbaik adalah, hendaklah dilakukan suatu proses sebagai berikut: Anak
laki-laki disembelih pada tahun yang pertama dan hendaklah mereka
dibiarkan pada tahun berikutnya. Fir'aun sependapat dengan pikiran ini
karena itu dianggap lebih menguntungkan dari sisi ekonomi.
Ibu
Musa mengandung Harun pada tahun di mana anak-anak kecil tidak dibunuh
maka ia melahirkannya secara terang-terangan. Ketika datang tahun yang
ditetapkan di dalamnya bahwa anak-anak kecil harus dibunuh, ia
melahirkan Musa. Saat melahirkan Musa, sang ibu merasakan ketakutan yang
luar biasa. la mencemaskan bahwa jangan-jangan anaknya akan dibunuh.
Maka si ibu menyusuinya secara sembunyi-sembunyi. Kemudian datanglah
suatu malam yang penuh berkah di mana Allah SWT mewahyukan kepadanya:
"Dam
Kami ilhamkan kepada ibu Musa: 'Susuilah dia dan apabila khawatir
terhadapnya maka jatuhkalah ia ke dalam sungai (Nil). Dan janganlah kamu
khawatir danjanganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami
akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari
para rasul.'" (QS. al-Qashash: 7)
Mendengar
wahyu Allah SWT itu dan mendengar panggilan yang penuh kasih sayang dan
suci ini, ibu Musa langsung menaatinya. Ia diperintahkan untuk membuat
peti kecil bagi Musa. Setelah menyusuinya, ia meletakkannya di peti itu.
Kemudian ia pergi ke tepi sungai Nil dan membuangnya di atas air. Hati
sang ibu adalah hati yang paling pengasih di dunia. Hatinya dipenuhi
penderitaan saat ia melemparkan anaknya di sungai Nil, tetapi ia
menyadari bahwa Allah SWT lebih Pengasih terhadap Musa dibandingkan
dengan dirinya. Allah SWT lebih mencintainya dibandingkan dengan
dirinya. Allah SWT adalah Tuhannya dan Tuhan sungai Nil.
Belum
lama peti itu menyentuh sungai Nil sehingga sang Pencipta mengeluarkan
perintah kepada arus sungai agar menjadi tenang dan bersikap lembut
terhadap bayi yang dibawanya yang pada suatu hari akan menjadi Nabi.
Sebagaimana Allah SWT memerintahkan kepada api agar menjadi dingin dan
membawa keselamatan bagi Nabi Ibrahim, begitu juga Allah SWT
memerintahkan kepada sungai Nil agar membawa Musa dengan tenang dan
penuh kelembutan sehingga menyerahkannya ke istana Fir'aun. Air sungai
nil membawa peti yang mulia ini ke istana Fir'aun. Di sana ombak
menyerahkannya kepada tepi pantai kemudian ia mewasiatkan kepada tepi
pantai itu. Dan angin berkata kepada rumput yang tidur di sisi peti:
Jangan engkau banyak bergerak karena Musa sedang tidur. Rumput itu pun
menaati perintah angin dan Musa tetap tidur.
Pada
hari itu, matahari menyinari istana Fir'aun. Istri Fir'aun keluar
berjalanjalan di kebun istana sebagaimana biasanya. Kita tidak
mengetahui apa gerangan yang menjadikannya berjalan-jalan dan menempuh
jarak yang lebih jauh dari yang biasa di tempuhnya.
Istri
Fir'aun berbeda sekali dengan Fir'aun. Fir'aun adalah seorang kafir
sementara istrinya adalah seorang yang beriman. Fir'aun adalah seorang
yang keras kepala sementara istrinya adalah seorang yang penyayang.
Fir'aun adalah seorang penjahat sementara istrinya adalah seorang yang
lembut dan penuh cinta. Di samping itu, istrinya merasakan kesedihan
yang dalam karena ia belum mampu melahirkan anak. Ia merindukan untuk
mendapatkan anak. Istri Fir'aun berhenti di sisi kebun kemudian bau
harum yang datang dari pohon itu menyebarkan perasaan sedih akan rasa
kesendirian. Pada saat yang sama, wanita-wanita yang membantunya sudah
memenuhi tempat-tempat air yang diambil dari sungai. Tiba-tiba mereka
mendapati peti di sisi kaki mereka. Mereka membawa peti itu seperti
semula ke istri Fir'aun. Ia memerintahkan untuk membukanya lalu mereka
pun membukanya. Betapa terkejutnya istri Fir'aun ketika melihat Musa di
dalamnya. Maka ia pun merasakan bahwa ia mencintainya seperti anaknya
sendiri. Allah SWT menaruh dalam hatinya rasa cinta kepada Musa sehingga
air matanya berlinang.
Kemudian
ia membawa peti mati itu. Istri Fir'aun membolak-balikkan Musa sambil
menangis. Musa terbangun dan ia pun menangis. Musa tampak lapar ia
membutuhkan air susu pagi dan tetap menangis. Fir'aun duduk di atas meja
makan. Ia menantikan istrinya namun yang ditunggu belum hadir. Fir'aun
mulai marah dan mencarinya. Tiba-tiba ia dikagetkan dengan kedatangan
istrinya dengan membawa Musa. Istri Fir'aun tampak sangat menyayanginya.
Ia terus menciuminya dan air matanya berlinangan. Fir'aun bertanya,
"dari mana datangnya anak kecil ini?" Kemudian mereka menceritakan
kepadanya bahwa mereka menemukannya di sebuah peti di tepi sungai.
Fir'aun berkata: "Ini adalah salah satu anak Bani Israil. Sesuai dengan
peraturan, anak-anak yang lahir tahun ini harus dibunuh." Mendengar
keputusan Fir'aun itu, istri Fir'aun berteriak dan ia mendekap Musa
lebih keras:
"Dan
berkatalah istri Fir'aun: '(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan
bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat hepada
kita atau kita ambil iajadi anak.'" (QS. al-Qashash: 9)
Fir'aun
tampak keheranan sekali melihat aksi istrinya yang mendekap anak kecil
yang mereka temukan di tepi sungai. Fir'aun tampak tercengang karena
istrinya menangis dengan gembira di mana Fir'aun tidak pernah mendapati
istrinya menangis karena gembira seperti ini. Fir'aun mulai mengetahui
bahwa istrinya menyayangi anak ini seperti anaknya sendiri. Fir'aun
berkata dalam dirinya: Barangkali ia ingat bahwa ia tidak mampu
melahirkan anak dan menginginkan anak ini. Akhirnya, Fir'aun sepakat
atas apa yang dikatakan oleh istrinya. Fir'aun memenuhi keinginannya dan
menyetujuinya untuk mendidik anak ini di istananya.
Ketika
mendengar persetujuan Fir'aun, tampaklah keceriaan yang luar biasa pada
wajah istrinya. Fir'aun belum pernah menyaksikan keceriaan seperti ini.
Fir'aun telah menghadirkan berbagai macam hadiah kepadanya, juga
perhiasan dan budak tetapi ia belum pernah tersenyum meskipun sekali.
Fir'aun menyangka bahwa istrinya tidak mengerti arti sebuah senyuman.
Dan sekarang, Fir'aun melihat sendiri wajahnya dipenuhi dengan senyum
keceriaan. Sementara itu, Musa mulai menangis karena lapar. Istri
Fir'aun mengetahui bahwa Musa sedang lapar. Ia berkata kepada Fir'aun:
"Anakku yang kecil sedang lapar." Fir'aun berkata: "Datangkanlah
kepadanya para wanita yang menyusui." Kemudian didatangkanlah kepadanya
seorang wanita yang menyusui dari istana. Wanita itu mencoba untuk
menyusui Musa tetapi apa yang terjadi? Musa menolaknya. Lalu didatangkan
wanita yang kedua sampai ketiga dan sampai kesepuluh tetapi Musa tetap
menangis dan tidak ingin menyusu kepada seorang pun di antara mereka.
Melihat kenyataan itu, istri Fir'aun menangis karena tidak tahan melihat
penderitaan anak kecil itu. Ia tidak mengetahui apa yang harus
dilakukannya.
Bukan
hanya istri Fir'aun satu-satunya yang merasa sedih dan menangis, ibu
Musa adalah wanita lain yang merasa sedih dan menangis. Ketika ia
melemparkan Musa ke sungai Nil, ia merasa bahwa ia sedang melemparkan
buah hatinya di sungai. Lalu peti yang dilemparkan itu hilang dibawa
oleh air sungai dan beritanya pun tersembunyi. Dan ketika datang waktu
pagi, ibu Musa merasakan kesedihan yang selalu menghantuinya. Hampir
saja ia pergi ke istana Fir'aun untuk mendapatkan berita tentang anaknya
kalau bukan karena Allah SWT menarah kedamaian dalam hatinya sehingga
ia menyerahkan urusan anaknya kepada Allah SWT. Alhasil, ia berkata
kepada saudara perempuan Musa: "Pergilah dengan tenang ke istana Fir'aun
dan berusahalah untuk mendapatkan berita tentang Musa dan hendaklah
engkau hati-hati agar jangan sampai mereka mengetahuimu." Kemudian
saudara perempuan Musa pergi dengan tenang. Akhirnya, ia mendengarkan
kisah tentang Musa secara sempurna. Ia melihat Musa dari kejauhan dan
mendengarkan suara tangisannya. Ia melihat mereka dalam keadaan
kebingungan di mana mereka tidak mengetahui bagaimana menyusuinya. Ia
mendengar bahwa Musa menolak setiap wanita yang mencoba menyusuinya.
Saudara
perempuan Musa berkata kepada para pengawal Fir'aun: "Apakah kalian mau
aku tunjukkan suatu keluarga yang dapat menyusuinya dan dapat
mengasuhnya." Istri Fir'aun menjawab: "Seandainya engkau dapat membawa
kepada kami wanita yang dapat menyusuinya dan dapat mengasuhnya niscaya
kami akan memberimu hadiah yang besar. Yakni sesuatu yang engkau
inginkan akan kami penuhi." Lalu saudara perempuan Musa itu kembali dan
menghadirkan ibunya. Si ibu menyusuinya dan Musa pun menyusu dengan
tenang. Melihat hal itu, istri Fir'aun sangat gembira dan berkata:
"Bawalah dia sehingga masa penyusuannya selesai, lalu kembalikanlah dia
kepada kami dan kami akan memberimu suatu balasan yang besar atas
penyusuan dan pendidikan yang engkau berikan."
Demikianlah
Allah SWT mengembalikan Musa kepada ibunya agar ia merasa gembira dan
hatinya menjadi tenang dan tidak bersedih serta agar ia mengetahui bahwa
janji Allah SWT benar dan bahwa perintah-Nya dan ketentuan-Nya pasti
terlaksana meskipun banyak rintangan dan tantangan. Allah SWT berfirman:
"Dan
menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan
rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia
termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah). Dan berkatalah
ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: 'Ikutilah dia.' Maka
helihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya,
dam Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau
menyusui(nya) sebelum itu; maka berkatalah saudara Musa: 'Maukah kamu
ahu tunjukkan kepadamu ahlubait yang akan memeliharanya untukmu dan
mereha dapat berlaku baik kepadanya?'. Maka Kami kembalikan Musa kepada
ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia
mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahuinya." (QS. al-Qashash: 10-13)
Ibu
Musa menyempurnakan penyusuan lalu menyerahkannya ke rumah Fir'aun.
Saat itu Musa disenangi dan disukai semua orang. Allah SWT berfirman:
Dan
Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan
supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku." (QS.Thaha: 39)
Tiada
seorang pun yang melihat Musa kecuali ia akan mencintainya. Musa
dididik di istana terbesar di bawah bimbingan dan penjagaan Allah SWT.
Pendidikan Musa dimulai di rumah Fir'aun di mana di dalamnya terdapat
ahli pendidikan dan para pengajar. Mesir saat itu merupakan negara yang
besar di dunia dan Fir'aun sebagai raja yang paling kuat. Karena itu,
secara sederhana Fir'aun rnampu mengumpulkan para pakar pendidikan dan
para cendekiawan. Demikianlah hikmah Allah SWT berkehendak agar Musa
terdidik di bawah pendidikan yang besar dan ditangani pakar-pakar
pendidikan yang terlatih. Ironisnya, hal ini terjadi di rumah musuhnya
yang pada suatu hari nanti akan hancur di tangannya, sebagai bentuk
pelaksanaan dari perintah Allah SWT.
Musa
tumbuh di rumah Fir'aun. Beliau mempelajari ilmu hisab, ilmu bangunan,
ilmu kimia, dan bahasa. Beliau tidur di bawah bimbingan agama. Oleh
karena itu, Musa tidak mendengar omongan kosong yang dikatakan oleh
pendidik tentang ketuhanan Fir'aun. Jarang sekali ia mendengar bahwa
Fir'aun adalah tuhan. Beliau pun menepis pernyataan dan anggapan ini.
Beliau tinggal bersama Fir'aun di satu rumah. Beliau mengetahui lebih
daripada orang lain bahwa Fir'aun hanya sekadar manusia biasa tetapi ia
orang yang lalim. Musa mengetahui bahwa ia bukanlah anak dari Fir'aun.
Beliau adalah salah seorang dari Bani Israil. Beliau menyaksikan
bagaimana pengawal-pengawal Fir'aun dan para pengikutnya menindas Bani
Israil. Akhirnya, Musa tumbuh besar dan mencapai kekuatannya.
Ketika
para pengawal lalai darinya, Musa memasuki kota. Musa berjalan-jalan di
sekitar kota. Kemudian Musa mendapati seorang lelaki dari pengikut
Fir'aun yang sedang berkelahi dengan seseorang dari Bani Israil. Lalu
seseorang yang lemah dari kedua orang itu meminta tolong kepadanya. Musa
pun turut campur dalam urusan itu. Musa mendorong dengan tangannya
seorang lelaki yang berbuat aniaya itu. Ternyata Musa membunuhnya. Saat
itu Musa memang terkenal sebagai orang yang kuat sampai pada batas di
mana dengan sekali pukul saja untuk melerai musuhnya, ia justru
membunuhnya. Tentu Musa tidak sengaja untuk membunuh orang laki-laki
itu. Tetapi apa yang terjadi? Lelaki itu tersungkur dan kemudian mati.
Musa berkata kepada dirinya: Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya ia
adalah musuh yang menyesatkan dan nyata. Kemudian Musa berdoa kepada
Tuhannya dan berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya
diriku maka ampunilah aku." Allah SWT pun mengampuninya. Dia Maha
Pengampun dan Maha Penyayang. Allah SWT berfirman:
"Dan
setelah Musa sudah cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan
kepadanya hikmah kenabian dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan Musa masuk ke kota
(Memphis) ketika penduduknya sedang lemah, maka didapatinya di dalam
kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari
golongannya (Bani Israil) dan seorang lagi dari musuhnya (kaum Fir'aun).
Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan darinya, untuk
mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah
musuhnya itu. Musa berkata: 'Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya
setan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya). Musa
berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri
karena itu ampunilah aku.' Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Dialah
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Musa berkata: 'Ya Tuhanku,
demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali
tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa.'" (QS.
al-Qashash: 14-17)
Kemudian
Nabi Musa menjadi takut di tengah-tengah kota dan merasa terancam.
Dalam ayat itu digambarkan bagaimana Nabi Musa merasakan ketakutan di
mana ia mengkhawatirkan kejahatan akan datang padanya pada setiap
langkahnya, dan ia begitu sensitif melihat gerak-gerik di sekitarnya.
Nabi Musa saat itu menampakkan kegoncangan jiwa yang dahsyat. Sebenarnya
Nabi Musa hanya ingin mempertahankan dirinya saat menolong seseorang
dari Bani Israil. Ketika itu Nabi Musa mendorong dengan tangannya dan
bertujuan memisahkan orang Mesir dari orang Israil tetapi ia justru
membunuhnya.
Dalam
undang-undang positif dinyatakan bahwa pembunuhan semacam ini dianggap
sebagai pembunuhan karena keteledoran atau karena kesalahan bukan karena
faktor kesengajaan sehingga karenannya yang bersangkutan tidak akan
mendapatkan suatu hukuman yang berat. Biasanya orang yang melakukan
pembunuhan tanpa sengaja akan mendapatkan keputusan yang meringankannya
karena ia membunuh tanpa kesengajaan. Tentu kejadian semacam ini tidak
dapat dianggap sebagai pembunuhan dengan sengaja karena yang
bersangkutan tidak ingin mencelakakan orang lain. Nabi Musa tidak
memukul orang itu. Yang ia lakukan hanya mendorongnya. Atau dengan kata
lain, Nabi Musa hanya sekadar menyingkirkan orang tersebut. Kita akan
mengetahui bahwa Nabi Musa adalah cermin lain dari Nabi Ibrahim.
Kedua-duanya dari kalangan ulul azmi, tetapi Nabi Ibrahim adalah cermin
kesabaran dan kelembutan sementara Nabi Musa adalah cermin dari
kekuatan dan keperkasaan.
Musa
menjadi takut dan terancam di tengah-tengah kota. Beliau berjanji di
kemudian hari bahwa beliau tidak akan lagi menjadi sahabat orang-orang
yang berbuat jahat. Beliau tidak akan lagi terlibat dalam pertengkaran
dan permusuhan antara sesama penjahat. Di tengah-tengah perjalanannya,
Musa dikagetkan ketika melihat orang yang ditolongnya kemarin saat ini
lagi-lagi memanggilnya dan minta tolong padanya. Lagi-lagi orang itu
terlibat permusuhan dan pertengkaran dengan seorang Mesir. Musa
mengetahui bahwa orang Israil ini berbuat aniaya. Musa mengetahui bahwa
ia termasuk salah seorang preman di situ. Akhirnya, Musa berteriak di
depan wajah orang Israil itu sambil berkata: "Sungguh ternyata engkau
adalah orang yang jahat."
Musa
mengatakan demikian sambil mendorong keduanya dan ia melerai
pertengkaran itu. Orang Israil itu mengira bahwa Musa akan
mencelakakannya maka ia diliputi rasa takut. Sambil meminta kasih sayang
kepada Musa, ia berkata: "Wahai Musa apakah engkau akan membunuhku
sebagaimana engkau membunuh orang yang kemarin. Apakah engkau ingin
menjadi seorang penguasa di muka bumi dan tidak ingin menjadi orang yang
memperbaiki bumi." Ketika mendengar orang Israil yang mengatakan
demikian, Musa berhenti dan amarahnya mereda. Musa mengingat apa yang
dilakukannya kemarin dan bagaimana ia meminta ampun dan bertaubat serta
berjanji untuk tidak menjadi pembantu orang-orang yang berbuat jahat.
Musa kemudian kembali dan meminta ampun kepada Tuhannya.
Orang
Mesir yang berkelahi dengan orang Israil itu mengetahui bahwa Musa
adalah pembunuh orang Mesir yang mayatnya mereka temukan kemarin.
Petugas keamanan Mesir tidak berhasil menyingkap kasus pembunuhan itu.
Akhirnya, rahasia Musa tersingkap lalu seorang lelaki Mesir yang beriman
datang dari penjuru kota. Ia membisikkan kepada Musa bahwa ada suatu
rencana untuk membunuhnya. Ia menasehati Musa agar meninggalkan Mesir
secepatnya.
Allah SWT berfirman:
"Karena
itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan
khawatir (akibat perbuatannya), maka tiba-tiba orang yang meminta
pertolongan kemarin berteriak meminta pertolongan kepadanya. Musa
berkata kepadanya: 'Sesungguhnya kamu benar-benar orang yang sesat yang
nyata (kesesatannya). Maka tat-kala Musa memegang dengan keras orang
yang menjadi musuh keduanya, musuhnya berkata: 'Hai Musa apakah kamu
bermaksud untuk membunuhku, sebagaimana kamu kemarin telah membunuh
seorang manusia? Kamu tida bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang
berbuat sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah kamu hendak
menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian.' Dan
datanglah seorang laki-laki dari ujung kota tergesa-gesa seraya berkata:
'Hai Musa, sesungguhnya pembesar sedang berunding tentang kamu.
Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu.'"
(QS. al-Qashash: 18-20)
Allah
menyembunyikan kepada kita nama laki-laki yang datang mengingatkan Musa
itu. Tetapi menurut hemat kami, ia adalah seorang lelaki Mesir yang
tentu meiliki jabatan penting. Sesuai dengan ayat tersebut, ia
mengetahui adanya persengkongkolan untuk menyingkirkan Musa dari
kedudukan yang tinggi. Seandainya ia orang yang biasa-biasa saja maka
orang itu tidak mengenalnya. Orang itu mengetahui bahwa Musa tidak
berhak untuk mendapatkan hukum bunuh atas dosanya. Musa membunuh karena
faktor kesalahan, bukan karena faktor kesengajaan. Kesalahan semacam itu
menurut undang-undang Mesir yang dahulu dihukum dengan penjara. Lalu,
mengapa timbul keinginan untuk membunuh Musa? Kalau kita memperhatikan
nasihat orang Mesir itu ter-hadap Musa maka kita akan menemukan
jawabannya. Yaitu perkataannya: "Para pembesar merencanakan
persekongkolan untuk menyingkirkanmu."
Al-Mala'
adalah para penguasa atau para pembesar yang bertanggung jawab pada
keamanan. Mereka menyiapkan persekongkolan untuk menyingkirkan Musa. Apa
yang dilakukan oleh Musa— kalau memang dianggap sebagai suatu
kesalahan—adalah kejahatan biasa yang hanya dituntut dengan hukuman
penjara. Lalu siapakah yang membuat rencana yang demikian, dan siapakah
yang mendorong untuk melakukan persekongkolan untuk membunuhnya? Kami
kira bahwa kepala keamanan Mesir tidak menyukai Musa. Ia mengetahui
bahwa Musa adalah anggota Bani Israil. Ia mengetahui bahwa sampainya
peti di istana Fir'aun merupakan suatu rekayasa yang dirancang oleh
musuh-musuhnya yang menginginkan kedudukannya. Ini berarti karena
keteledorannya dan ketelodaran anak-anak buahnya. Berapa kali orang itu
menasihati dan menganjurkan agar Musa dibunuh tetapi Fir'aun justru
menampik pikiran itu. Dan ketika datang saat yang ditentukan untuk
membunuh Musa, Fir'aun justru tunduk terhadap istrinya yang sangat
mencintai Musa.
Akhirnya,
kesempatan emas ada di depannya. Para pembantunya mengatakan kepadanya
bahwa Musalah yang membunuh orang Mesir yang mereka temukan jasadnya
kemarin. Selesailah urusan ini. Kemudian datanglah perintah dan
kesempatan untuk membunuh Musa. Orang-orang yang membenci Musa mulai
mendapatkan angin kegembiraan di mana mereka akan melihat Musa terbunuh,
tetapi Allah SWT mengirim seorang Mesir yang baik untuk mengingatkan
Musa agar berlari dari kejaran orang-orang yang lalim.
Allah SWT berfirman:
"Maka
keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan
khawatir, dia berdoa: 'Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang
yang lalim itu.'" (QS. al-Qashash: 21)
Musa
meninggalkan kota dan menjadi orang yang terusir. Musa segera keluar
dalam keadaan takut dan sambil waspada Musa selalu berdoa dalam hatinya:
"Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang lalim." Kaum itu
memang benar-benar orang-orang yang lalim. Mereka ingin menerapkan
hukuman bagi pembunuh dengan sengaja atas Musa, padahal Musa tidak
melakukan selain berusaha memisahkan orang yang berkelahi tetapi dengan
tidak sengaja ia membunuhnya. Musa segera keluar dari Mesir. Beliau
tidak lagi pergi ke istana Fir'aun dan tidak mengganti pakaiannya, dan
beliau tidak membawa makanan untuk perjalanan. Beliau tidak membawa
binatang tunggangan yang dapat mengantarkannya. Beliau tidak pergi
bersama suatu kafilah. Beliau langsung pergi ketika mendapatkan kabar
dari seorang mukmin yang mengingatkannya dari ancaman Fir'aun.
Musa
melalui jalan yang tidak lazim dilalui orang biasa. Musa memasuki gurun
dan ia menuju ke suatu tempat yang di situ Allah SWT membimbingnya. Ini
adalah pertama kalinya beliau keluar dan mengarungi gurun pasir
sendirian. Kemudian sampailah Musa di suatu tempat yang bernama Madyan.
Musa istirahat dan duduk-duduk di dekat sumur yang besar di mana di situ
orang-orang mengambil air untuk memberi minum kepada binatang-binatang
tunggangan mereka dan binatang-binatang gembalaan mereka. Musa tidak
membawa makanan selain daun-daun pohon. Musa minum dari sumur-sumur yang
ditemukannya di tengah jalan. Sepanjang peijalanan Musa merasakan
ketakutan; jangan-jangan Fir'aun mengirim orang untuk menangkapnya.
Ketika Musa sampai di kota Madyan Musa berbaring di sisi pohon dan
istirahat. Musa merasa lapar dan keletihan. Sandal yang dipakainya
tampak mulai rusak. Beliau tidak mempunyai uang yang cukup untuk membeli
sandal baru, dan beliau juga tidak mempunyai uang yang cukup untuk
membeli makanan dan minuman.
Nabi
Musa memperhatikan kumpulan pengembala yang sedang mengambil air untuk
kambing-kambing mereka. Musa ingat bahwa ia sedang lapar dan haus. Ia
berkata dalam dirinya: Aku tidak dapat memenuhi perutku dengan air
selama aku tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli makanan. Musa
berjalan menuju tempat air. Sebelum sampai, ia mendapati dua orang
perempuan yang sedang menyendirikan kambing-kambingnya agar jangan
sampai tercampur dengan kambing orang lain. Melalui ilham, Musa merasa
bahwa kedua wanita itu membutuhkan pertolongan. Musa lupa terhadap rasa
hausnya, lalu beliau menuju ke arah mereka dan bertanya, apakah ia dapat
membantu mereka? Lalu seorang gadis yang paling tua berkata: "Kami
menunggu sampai selesainya para gembala itu mengambil air untuk binatang
gembalaan mereka." Musa bertanya: "Mengapa kalian tidak mengambil air
sekarang?" Gadis yang paling kecil berkata: "Kami tidak mampu untuk
berdesak-desakan dengan kaum pria." Nabi Musa keheranan karena
mengetahui kedua gadis itu menggembala kambing. Seharusnya yang
mengembala kambing adalah kaum pria. Ini adalah tugas yang berat dan
sangat melelahkan. Musa bertanya: "Mengapa kalian mengembala kambing?"
Masih kata gadis yang paling kecil: "Orang tua kami sudah tua di mana
kesehatannya tidak dapat membantunya untuk keluar dari rumah dan
mengembala kambing setiap hari." Musa berkata: "Kalau begitu, aku akan
membantu kalian untuk mengambil air tersebut."
Musa
berjalan menuju tempat air. Musa mengetahui bahwa para pengembala
meletakkan di atas bibir air suatu batu besar yang tidak bisa digerakkan
kecuali oleh sepuluh orang. Musa merangkul dan mengangkatnya dari bibir
sumur. Otot-otot Musa tampak menonjol saat memindahkan batu itu. Musa
adalah seorang lelaki yang kuat. Akhirnya, Musa berhasil mengambilkan
air bagi remaja putri itu, dan kemudian ia mengembalikan batu itu ke
tempatnya. Musa kembali duduk di bawah naungan pohon. Saat itu Musa lupa
untuk minum. Perut Musa menempel ke punggungnnya karena saking
laparnya. Musa mengingat Allah SWT dan memanggil-Nya dalam hatinya:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku." (QS. al-Qashash: 24)
"Dan
tatkala ia menghadap ke jurusan negeri Madyan ia berdoa (lagi):
'Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar.' Dan tatkala ia
sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang
yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang
banyak itu, dua orang wanita yang sedang menambat (ternaknya) Musa
berkata: 'Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?' Kedua wanita itu
menjawab: 'Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum
pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami
adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.' Maka Musa memberi minum
ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat
yang teduh lalu berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan
suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.'" (QS. al-Qashash: 22-24)
Marilah
kita tinggakan sejenak Nabi Musa yang sedang duduk di bawah naungan
pohon untuk kemudian kita melihat apa yang terjadi pada kedua gadis itu.
Kedua gadis itu kembali ke rumah ayahnya. Si ayah bertanya: "Hari ini
kalian kembali lebih cepat dari biasanya?" Gadis yang paling tua
berkata: "Sungguh hari ini kami sangat beruntung. Wahai ayah, kami
bertemu dengan seorang lelaki yang mulia yang mengambilkan air bagi
hewan kami sebelum orang-orang lain mengambilnya." Si ayah berkata:
"Alhamdulilah." Gadis yang paling kecil berkata: "Saya kira wahai ayahku
dia datang dari tempat yang jauh dan tampak ia sedang lapar. Saya
melihat dia dalam keadaan kecapaian meskipun ia seorang lelaki yang
kuat."
Si ayah berkata
kepada anak perempuannya: Pergilah engkau padanya dan katakan,
sesungguhnya ayahku memanggilmu untuk memberimu upah atas jasamu
mengambilkan air untukku. Kemudian anak perempuan itu pergi menemui Musa
dalam keadaan hatinya berdebar-debar. Perempuan itu berdiri di depan
Musa dan menyampaikan surat dari ayahnya. Musa bangkit dari tempat
duduknya dan pandangannya tertuju ke bawah. Musa tidak bermaksud
mengambilkan air untuk mereka dengan tujuan mengharapkan upah dari
mereka. Beliau membantu mereka hanya semata-mata karena Allah SWT.
Beliau merasakan dalam dirinya bahwa Allah SWT-lah yang mengarahkan
beliau untuk membantu mereka.
Gadis
itu berjalan di depan Musa kemudian bertiuplah angin dan menyentuh
pakaiannya sehingga Musa menundukkan pandangan matanya karena merasa
malu. Musa berkata kepadanya: "Saya akan berjalan di depanmu dan
tunjukkanlah jalan kepadaku." Mereka pun sampai di kediaman si ayah.
Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa si ayah ini adalah Nabi Syu'aib.
Beliau memperoleh usia yang panjang setelah kematian kaumnya. Ada juga
yang mengatakan bahwa si ayah adalah putra dari saudara Syu'aib. Ada
yang mengatakan bahwa ia adalah anak dari pamannya, dan ada juga yang
mengatakan bahwa ia adalah seorang lelaki mukmin dari kaumnya. Yang
jelas, ia adalah seorang tua yang saleh. Orang tua itu menghidangkan
kepada Nabi Musa makanan siang dan bertanya kepadanya dari mana ia
datang dan kemudian ke mana ia akan pergi.
Musa
mengungkapkan ceritanya. Orang tua itu berkata kepadanya, jangan
khawatir dan jangan takut. Engkau akan selamat dari orang-orang yang
lalim. Negeri ini tidak tunduk pada Mesir dan mereka tidak akan sampai
di sini. Mendengar ucapan itu, Musa menjadi tenang dan bangkit untuk
pergi. Salah seorang anak perempuan itu berkata kepada ayahnya dengan
berbisik: "Wahai ayahku, berilah dia upah." Sesungguhnya engkau akan
memberikan upah kepada seorang yang kuat dan jujur. Si ayah bertanya
kepadanya: "Bagaimana engkau mengetahui dia seorang lelaki yang kuat?"
Anak perempuannya menjawab: "Saya lihat sendiri ia mengangkat batu yang
tidak mampu diangkat oleh sepuluh orang lelaki." Si ayah bertanya lagi:
"Bagaimana engkau mengetahui bahwa dia seseorang yang jujur." Perempuan
itu menjawab: "Ia menolak untuk berjalan di belakangku dan ia berjalan
di depanku sehingga ia tidak melihatku saat aku berjalan, dan selama
perjalanan saat aku berbincang-bincang padanya, dia selalu menundukkan
matanya ke tanah sebagai rasa malu dan adab yang baik darinya."
Kemudian
orang tua itu memandangi Musa dan berkata padanya: "Wahai Musa, aku
ingin menikahkanmu dengan salah satu putriku. Dengan syarat, hendaklah
engkau bekerja mengembala kambing bersamaku selama delapan tahun.
Seandainya engkau menyempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah kemurahan
darimu. Aku tidak ingin menyusahkannmu. Sungguh insya Allah engkau akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang saleh." Musa berkata: "Ini adalah
kesepakatan antar aku dan engkau dan Allah SWT sebagai saksi atas
kesepakatan kita, baik aku melaksanakan pekerjaan selama delapan tahun
maupun sepuluh tahun. Setelah itu, aku bebas untuk pergi kemana saja."
Allah SWT berfirman:
"Kemudian
datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan
kemalu-maluan, ia berkata: 'Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia
memberi balasan terhadap (kebaikan) mu memberi minum (ternak) kami.'
Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan
kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu'aib berkata: 'Janganlah kamu
takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang lalim itu.' Salah
seorang dari kedua wanita itu berkata: 'Wahai bapakku, ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang
paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang
kuat lagi dapat dipercaya. Berkatalah dia (Syu'aib): 'Sesungguhnya aku
bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini,
atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu
cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikkan) dari kamu, maka
aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang baik.' Dia (Musa) berkata: 'Itulah
(perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang
ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas
diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang aku ucapkan.'" (QS.
al-Qashash: 25-28)
Ketika
sampai pada kisah ini, banyak pena bertebaran untuk mendapatkan jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan yang mencoba menerobos kesamaran. Mereka
bertanya tentang anak perempuan yang menikahi Musa: apakah anak
perempuan yang paling besar ataukah anak perempuan yang paling kecil,
dan Musa memilih masa bekerja delapan tahun atau sepuluh tahun. Bahkan
mereka menyampaikan berbagai macam riwayat dan kisah yang mereka yakini
kebenarannya. Kami sendiri meyakini bahwa Musa menikah dengan salah satu
anak perempuan dari orang tua itu tetapi kita tidak mengetahui siapa
dia dan siapa namanya. Kami meyakini bahwa beliau menikah dengan gadis
yang memanggilnya untuk menemui ayahnya. Kemudian gadis itulah yang
menganjurkan ayahnya agar memberikan upah padanya.
Al-Qur'an
al-Karim melalui konteks ayatnya menyingkap bentuk kekaguman yang
tersembunyi di balik gadis itu terhadap Musa. Barangkali orang tuanya
mengetahui bahwa anak perempuannya menaruh rasa cinta kepada Musa, dan
boleh jadi ketika berbicara tentang pernikahan kepada Musa, ia
menyerahkan sepenuhnya kebebasan Musa untuk memilih. Mungkin Musa
memilih sendiri gadis mana yang diminatinya. Tetapi, siapa gadis yang
dipilih oleh Musa: apakah gadis yang paling tua atau gadis yang paling
kecil? Yang jelas Al-Qur'an tidak menyebutkan hal tersebut, meskipun ia
hanya memberikan isyarat kepadanya dalam firman-Nya:
"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan. " (QS. al-Qashash: 25)
Begitu
juga Al-Qur'an al-Karim tidak menyebutkan waktu yang dihabiskan oleh
Musa saat ia bekerja: apakah sepuluh tahun atau beliau merasa cukup
dengan delapan tahun. Kami sendiri meyakini sesuai dengan kebiasaan Musa
dan kemurahannya serta kenabiannya serta kedudukannya sebagai salah
satu nabi ulul azmi bahwa beliau memilih masa yang paling lama, yaitu
sepuluh tahun. Pendapat itu juga didukung oleh hadis Ibnu Abas.
Demikianlah
Nabi Musa mengabdi kepada orang tua itu selama sepuluh tahun penuh.
Pekerjaan Nabi Musa terbatas pada keluar dari rumah di waktu pagi untuk
mengembala kambing. Kami kira bahwa sepuluh tahun masa yang dihabiskan
oleh Nabi Musa di Madyan merupakan suatu ketentuan yang dirancang oleh
Allah SWT. Musa berdasarkan agama Yakub. Kakek beliau adalah Yakub dan
Yakub sendiri adalah cucu dari Ibrahim. Dengan demikian, Musa adalah
cucu dari Ibrahim dan setiap nabi yang datang setelah Ibrahim berasal
dari sulbinya. Maka dari sini kita memahami bahwa Musa berada di atas
agama ayah-ayahnya dan kakek-kakeknya.
Nabi
Musa berdasarkan Islam dan agama tauhid. Nabi Musa menghabiskan masa
sepuluh tahun itu dalam keadaan jauh dari kaumnya dan keluarganya. Masa
sepuluh tahun ini adalah masa yang paling penting dalam kehidupannya. Ia
merupakan masa persiapan yang besar. Pada setiap malam Musa merenungkan
bintang-bintang. Musa mengikuti terbitnya matahari dan tenggelamnya.
Pada setiap siang Musa memikirkan tumbuh-tumbuhan: bagaimana ia membelah
tanah dan mekar. Musa memperhatikan air: bagaimana ia menghidupkan bumi
setelah bumi itu mati, lalu bumi itu menjadi tempat yang indah dan
subur. Musa memperhatikan alam vang luas dan ia tampak tercengang dan
kagum dengan ciptaan Allah SWT.
Sebenarnya
pemikiran-pemikiran dan perenungan-perenungan tersebut jauh-jauh hari
sudah tersembunyi di dalam dirinya dan menetap di dalam jiwanya.
Bukankah Musa telah terdidik di istana Fir'aun. Ini berarti bahwa beliau
menjadi seorang Mesir yang mempunyai wawasan yang luas; orang Mesir
yang menunjukkan kekuatan fisiknya; orang Mesir dengan segala makanannya
dan minumannya. Jadi, segala hal yang ada pada Musa berbau Mesir. Musa
siap-siap untuk menerima wahyu Ilahi dari bentuk yang baru. Yaitu wahyu
Ilahi yang langsung datang tanpa perantara seorang malaikat di mana
Allah SWT akan berbicara dengannya tanpa perantara.
Oleh
karena itu, sebelum datangnya wahyu itu perlu adanya persiapan mental
dan moral, sedangkan persiapan fisik telah selesai dilaluinya di Mesir.
Musa tumbuh di istana yang paling besar vang dimiliki penguasa di bumi
dan di suatu pemerintahan yang paling kaya di bumi. Musa menjadi seorang
pemuda yang kuat di mana hanya sekadar memisahkan seseorang yang
berkelahi, ia justru membunuhnya. Setelah persiapan fisik yang sangat
kuat, kini Musa harus melewati persiapan mental yang seimbang. Yaitu
persiapan yang dilakukan melalui pengasingan yang sempurna di mana
beliau hidup di tengah-tengah gurun dan tempat pengembalaan yang beliau
belum pernah menginjakkan kakinya di sana. Beliau hidup di tengah-tengah
orang asing yang belum pernah beliau lihat sebelumnya.
Sering
kali Musa mendapatkan kesunyian dan keheningan di balik pengasingan
itu. Allah SWT mempersiapkan hal tersebut kepada nabi-Nya agar setelah
itu beliau mampu memegang amanat yang besar dari Allah SWT. Datanglah
suatu hari atas Musa. Selesailah masa yang ditentukan. Kemudian Musa
merasakan kerinduan untuk kembali ke Mesir. Dengan berlalunya waktu,
hukuman yang harus dijalaninya dengan sendirinya gugur. Musa mengetahui
hal itu, tetapi beliau juga mengetahui bahwa undang-undang di Mesir
sebenarnya terletak pada kekuatan penguasa; jika penguasa berkehendak
maka Musa dapat menerima hukuman dan jika tidak berkehendak maka dia
akan memaafkannya, meskipun yang bersangkutan berhak mendapatkan
hukuman. Alhasil, Musa menyadari hal itu, Musa tidak sepenuhnya yakin ia
akan selamat ketika beliau menginjakkan kakinya di Mesir seperti
keyakinannya bahwa beliau selamat di tempatnya sekarang. Meskipun
demikian, rasa rindunya untuk melakukan perjalanan kembali ke tempatnya
mendorong Musa segera menuju ke Mesir. Musa tepat mengambil keputusan.
Musa
berkata kepada istrinya: "Besok kita akan memulai perjalanan ke Mesir."
Istrinya berkata dalam dirinya: "Di dalam perjalanan terdapat seribu
macam bahaya tetapi ketenangan tetap menghiasai wajah Musa." Istri Musa
tetap taat kepada Musa. Nabi Musa sendiri tidak mengetahui rahasia
tentang keputusannya yang cepat untuk kembali ke Mesir setelah sepuluh
tahun beliau pergi melarikan diri, lalu mengapa sekarang ia kembali ke
sana? Apakah beliau rindu kepada ibunya dan saudaranya? Apakah beliau
berpikir untuk mengunjungi istri Fir'aun yang telah mendidiknya layaknya
ibunya dan sangat mencintainya layaknya ibunya sendiri? Tidak ada
seorang pun yang mengetahui apa yang terlintas dalam diri Musa saat
beliau berkeinginan untuk kembali ke Mesir. Hanya saja, yang kita
ketahui bahwa Nabi Musa terbimbing dengan ketetapan-ketetapan Ilahi
sehingga beliau tidak melangkahkan kakinya kecuali berdasarkan ketetapan
tersebut.
Musa keluar
bersama keluarganya dan melakukan perjalanan. Bulan bersembunyi di
balik gumpalan awan yang tebal, dan kegelapan rnenyelimuti sana-sini.
Sementara itu, petir menyambar sangat keras dan langit menurunkan hujan.
Cuaca tampak tidak bersahabat. Di tengah-tengah perjalanannya, Musa
tersesat. Musa mendapatkan dua potongan batu kemudian beliau memukulkan
kedua-nya dan menggesek-gesekan keduanya agar mendapatkan api darinya
sehingga beliau dapat berjalan. Tetapi sayang, beliau tidak mampu
melakukan hal itu. Angin yang bertiup kencang memadamkan api kecil itu.
Nabi
Musa berdiri dalam keadaaan bingung dan tubuhnya tampak menggigil di
tengah-tengah keluarganya. Kemudian Nabi Musa mengangkat kepalanya dan
menyaksikan sesuatu dari jauh. Sesuatu yang beliau saksikan adalah api
yang sangat besar yang menyala-nyala dari kejauhan. Maka hati Musa
dipenuhi dengan rasa gembira. Ia berkata kepada keluarganya: "Aku
melihat api di sana." Lalu beliau memerintahkan kepada mereka untuk
tinggal di tempatnya sehingga beliau pergi ke api itu. Barangkali di
sana beliau mendapatkan suatu berita atau akan menemukan seseorang yang
dapat memberinya petunjuk sehingga beliau tidak tersesat, atau beliau
dapat membawa sebagian api yang menyala sehingga tubuh mereka menjadi
hangat.
Keluarganya
melihat api yang diisyaratkan oleh Musa tetapi sebenarnya mereka tidak
melihat sesuatu pun. Mereka tetap menaatinya dan duduk sambil menunggu
kedatangan Musa. Musa bergerak menuju ke tempat api. Musa segera
berjalan untuk menghangatkan tubuhnya, sementara tangan kanannya
memegang tongkatnya dan tubuhnya tampak basah kuyup karena hujan. Nabi
Musa tetap berjalan sampai ia mencapai suatu lembah yang bernama Thua'.
Beliau menyaksikan sesuatu yang unik di lembah ini. Di lembah itu tidak
ada rasa dingin dan tidak ada angin yang bertiup. Yang ada hanya
keheningan. Nabi Musa mendekati api. Belum lama beliau mendekatinya
sehingga beliau mendengar suara panggilan:
"Maka
tatkala dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia: 'Bahwa telah
diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu, dan orang-orang yang
berada di sekitarnya. Dan Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam." (QS.
an-Naml: 8)
Tiba-tiba
Nabi Musa berhenti dan badannya menggigil. Suara itu tampak terdengar
dan datang dari segala tempat dan ddak berasal dari tempat tertentu.
Musa melihat api dan beliau kembali merasa menggigil. Beliau mendapati
suatu pohon hijau dari duri dan setiap kali pohon itu terbakar dan
berkobar api darinya maka pohon itu justru semakin hijau. Seharusnya
pohon itu berubah warnanya menjadi hitam saat terbakar, tetapi anehnya
api justru meningkatkan warna hijaunya. Musa tetap menggigil meskipun
beliau merasakan kehangatan dan tampak mulai berkeringat.
Lembah
yang di situ Musa berdiri adalah lembah Thua'. Musa meletakkan kedua
tangannya di atas kedua matanya karena saking dahsyatnya cahaya. Beliau
melakukan yang demikian itu sebagai usaha untuk melindungi kedua
matanya. Kemudian Musa bertanya dalam dirinya: Ini cahaya atau api?
Tiba-tiba beliau tersungkur ke tanah sebagai wujud rasa takut, lalu
Allah SWT memanggil:
"Wahai Musa." (QS. Thaha: 11)
Musa mengangkat kepalanya dan berkata: "Ya." Allah berkata:
"Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu." (QS. Thaha: 12)
Musa semakin menggigil dan berkata: "Benar wahai Tuhanku."
Allah
SWT berkata: "Maka lepaskanlah kedua sandalmu sesungguhnya engkau
berada di lembah yang suci yang bernama Thua'." Musa tertunduk dan rukuk
sementara tubuhnya tampak gemetar dan beliau mulai melepas sandalnya
Allah SWT berkata:
Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembahyangsuci, Thuwa'. " (QS. Thaha: 12)
Musa rukuk dan melepas kedua sandalnya. Kemudian Allah SWT kembali berkata:
"Dan
Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan
(kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang
hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat
Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku merahasiakan
(waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang
diusahahan. Maka sehali-kali janganlah kamu dipalingkan darinya oleh
orangyang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa
nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa." (QS. Thaha: 13-16)
Musa
semakin gemetar saat beliau menerima wahyu Ilahi dan saat berdialog
dengan Allah SWT. Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
berkata:
"Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa?" (QS. Thaha: 17)
Bertambahlah
keheranan Nabi Musa. Allah SWT adalah Zat yang mengajaknya berbicara
dan tentu Dia lebih mengetahui daripada Musa tentang apa yang
dipegangnya, lalu mengapa Allah SWT bertanya kepadanya jika memang Dia
lebih mengetahui darinya. Tak ragu lagi bahwa di sana ada hikmah yang
tinggi. Musa menjawab pertanyaan itu dengan suaranya yang tampak
mengigigil:
"Ini
adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya
untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya."
(QS. Thaha: 18)
Allah berfirman:
"Lemparkanlah ia, hai Musa!" (QS. Thaha: 19)
Musa
melemparkan tongkatnya dari tangannya dan rasa herannya semakin
menjadijadi. Tiba-tiba Musa dikagetkan ketika melihat tongkat itu
menjadi ular yang besar. Ular itu bergerak dengan cepat. Musa tidak
mampu lagi menahan rasa takutnya. Musa merasa tubuhnya bergetar karena
rasa takut. Musa membalikkan tubuhnya karena takut dan ia mulai lari.
Belum lama ia lari, belum sampai dua langkah, Allah SWT memanggilnya:
"Hai Musa, janganlah kamu takut, sesungguhnya orang yang menjadikan rasul, tidak takut di hadapanku. " (QS. an-Naml: 10)
"Hai
Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu
termasuk orang-orang yang aman. " (QS. al-Qashash: 31)
Musa
kembali memutar badannya dan berdiri. Tongkat itu tampak bergerak dan
ular itu pun tetap bergerak. Allah SWT berkata kepada Musa:
"Peganglah ia dan janganlah takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula. " (QS. Thaha: 21)
Musa
mengulurkan tangannya ke ular itu dalam keadaan menggigil. Musa belum
sempat menyentuhnya sehingga ular itu menjadi tongkat. Demikianlah
perintah Allah SWT terjadi dengan cepat. Kemudian Allah SWT
memerintahkan kepadanya:
"Masukanlah
tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia keluar putih tidak bercacat bukan
karena penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila
ketakutan. " (QS. al-Qashash: 32)
Musa
meletakkan tangannya di kantongnya lalu ia mengeluarkannya dan
tiba-tiba tangan itu bersinar bagaikan bulan. Kembali rasa kagum Musa
bertambah. Lalu ia meletakkan tangannya di dadanya sebagaimana
diperintahkan Allah SWT padanya sehingga rasa takutnya benar-benar
hilang.
Musa merasa
tenang dan terdiam. Kemudian Allah SWT memerintahkan kepadanya—setelah
beliau melihat kedua mukjizat ini, yaitu mukjizat tangan dan mukjizat
tongkat—untuk pergi menemui Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan penuh
kelembutan dan kasih sayang dan Allah SWT memerintahkan kepadanya untuk
mengeluarkan Bani Israil dari Mesir. Musa menampakkan rasa takutnya
kepada Fir'aun. Musa berkata bahwa ia telah membunuh seseorang di antara
mereka dan beliau khawatir mereka akan membunuhnya dan membalasnya.
Musa meminta kepada Allah SWT dan memohon kepada-Nya agar mengirim
saudaranya Harun bersamanya. Allah SWT menenangkan Musa dengan
mengatakan bahwa Dia akan selalu bersama mereka berdua. Dia mendengar
dan menyaksikan gerak-gerik dan perbuatan mereka. Meskipun Fir'aun
terkenal dengan kejahatannya dan kekuatannya, namun kali ini Fir'aun
tidak akan mampu mengganggu atau menyakiti mereka. Allah SWT memberitahu
Musa bahwa Dia-lah yang akan menang. Musa berdoa dan memohon kepada
Allah SWT agar melapangkan hatinya dan memudahkan urusannya serta
memberinya kekuatan dalam berdakwah di jalan-Nya.
Allah SWT berfirman:
"Apakah
telah sampai kepadamu kisah Musa ? Ketika ia melihat api, lalu
berkatalah ia kepada keluarganya: 'Tinggallah kamu (di sini),
sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit
darinya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu. Maka
ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: Hai Musa, sesungguhnya
Aku adalah Tuhanmu. Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya
kamu berada di lembah yang suci, Thuwa'. Dan Aku telah memilih kamu,
maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku
ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah
Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat
itu akan datang. Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri
itu dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu
kamu dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan
oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa.
Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musaf'Ini adalah tongkatku,
aku bertelehan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambinghu,
dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.' Allah berfirman:
Lemparkanlah ia, hai Musa!' Lalu dilemparkanlah tongkat itu, maka
tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Peganglah ia
dan janganlah takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya
semula, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia ke luar menjadi
putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain (pula), untuk
Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang
besar. Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia telah melam-paui batas.
Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah
untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahhu, supaya mereka
mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari
keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku,
dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih
kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah
Maha Melihat (keadaan) kami.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya telah
diperkenankan permintanmu, hai Musa.' Dan sesungguhnya Kami telah
memberi nikmat kepadamu pada kali yang lain, yaitu ketika Kami
mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan, yaitu: Letakkanlah ia
(Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka
pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir'aun)
musuh-Ku dan musuhnya.' Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang
yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku.
(Yaitu) ketika saudammu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada
(keluarga Fir'aun): 'Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan
memeliharanya?' Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang
hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh seorang
manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah
mencobamu dengan beberapa cobaan; maka kamu tinggal beberapa tahun di
antara penduduk Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang
ditetapkan hai Musa, dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku. " (QS.
Thaha: 9-41)
Kita
tidak mengetahui apa yang kita akan katakan dan apa yang kita komentari
berkaitan dengan firman Allah SWT kepada salah seorang hamba-Nya: "Dan
Aku telah memilihmu untuk diri-Ku." Allah SWT telah memilih Musa. Itu
adalah salah satu puncak kemuliaaan di mana tidak ada seseorang pun di
zaman itu yang mampu mencapainya selain Musa. Nabi Musa kembali untuk
menemui keluarganya setelah Allah SWT memilihnya sebagai Rasul atau
utusan untuk berdakwah ke Fir'aun. Akhirnya, Nabi Musa beserta
kaluarganya berjalan menuju ke Mesir. Hanya Allah SWT yang mengetahui
pikiran-pikiran apa yang terlintas di dalam diri Musa saat beliau
mengayunkan langkahnya menuju ke Mesir.
Selesailah
masa-masa perenungan dan dimulailah hari-hari kedamaian dan
kebahagiaan, dan akhirnya datanglah hari-hari yang sulit. Demikianlah
Nabi Musa memikul amanat kebenaran dan pergi untuk menyampaikannya
kepada salah satu penguasa yang paling bengis dan paling kejam dan
paling jahat di zamannya. Nabi Musa mengetahui bahwa Fir'aun adalah
orang yang jahat. Fir'aun akan berusaha memberhentikan langkah dakwahnya
dan Fir'aun akan menentangnya tetapi Allah SWT memerintahkannya untuk
pergi ke Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan kelembutan dan kasih
sayang. Allah SWT mewahyukan kepada Musa bahwa Fir'aun tidak akan
beriman tetapi Nabi Musa tidak peduli dengan hal itu. Beliau
diperintahkan untuk melepaskan Bani Israil yang sedang disiksa oleh
Fir'aun.
Allah SWT berkata kepada Musa dan Harun:
"Maka
datanglah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah: 'Sesungguhnya
kdmi berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama
kami dan janganlah kamu menyiksa mereka." (QS. Thaha: 47)
Inilah
tugas yang ditentukan, yaitu tugas yang akan berbenturan dengan ribuan
tantangan. Fir'aun menyiksa Bani Israil dan menjadikan mereka
budak-budak dan memaksa mereka untuk bekerja di luar kemampuan mereka.
Fir'aun juga menodai kehormatan wanita-wanita mereka dan menyembelih
anak laki-laki mereka. Nabi Musa mengetahui bahwa rezim Mesir berusaha
untuk memperbudak Bani Israil dan mengeksploitasi mereka di luar
kemampuan mereka demi kepentingan penguasa. Tetapi Nabi Musa tetap
memperlakukan dan menghadapi Fir'aun dengan penuh kelembutan dan kasih
sayang sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT padanya:
"Pergilah
kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas;
maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah
lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (QS. Thaha: 43-44)
Musa
bercerita kepada Fir'aun tentang siapa sebenarnya Allah SWT, tentang
rahmat-Nya, tentang surga-Nya, dan tentang kewajiban mengesakan-Nya dan
menyembah-Nya. Beliau berusaha mem-bangkitkan aspek-aspek kemanusiaan
Fir'aun melalui pembicaraan tersebut. Fir'aun mendengarkan apa yang
dikatakan oleh Musa dengan penuh kebosanan. Fir'aun membayangkan bahwa
seseorang yang di hadapannya adalah orang gila yang nekad untuk
menentang dan menggoyang kedudukannya. Kemudian Fir'aun mengangkat
tangannya dan berbicara: "Apa yang engkau inginkan, hai Musa?" Musa
menjawab: "Aku ingin agar engkau membebaskan Bani Israil." Fir'aun
bertanya: "Mengapa aku harus membebaskan mereka bersamamu sementara
mereka adalah budak-budakku?" Musa menjawab: "Mereka adalah hamba-hamba
Allah SWT, Tuhan Pengatur alam semesta." Dengan nada mengejek Fir'aun
bertanya: "Bukankkah engkau mengatakan bahwa namamu Musa?" Musa
menjawab: "Benar." Fir'aun berkata: "Bukankkah engkau yang kami temukan
di sungai Nil saat engkau masih kecil yang tidak mempunyai daya dan
kekuatan? Bukankkah engkau Musa yang aku didik di istana ini, lalu
engkau memakan makanan kami dan meminum air kami, dan engkau menikmati
kebaikan-kebaikan dari kami? Bukankah engkau yang membunuh seseorang
lalu setelah itu engkau lari? Tidakkah engkau ingat semua itu? Bukankah
mereka mengatakan bahwa pembunuhan merupakan suatu kekufuran? Kalau
begitu, engkau seorang kafir dan engkau seorang pembunuh. Jadi engkau
adalah Musa yang lari dari hukum Mesir. Engkau adalah seseorang yang
lari dan menghindari keadilan. Lalu sekarang engkau datang kepadaku dan
berusaha berbicara denganku. Engkau berbicara tentang apa hai Musa.
Sungguh aku telah lupa."
Musa
mengerti bahwa Fir'aun mengingatkan padanya tentang masa lalunya dan
Fir'aun berusaha menunjukkan kepadanya bahwa ia telah mendidiknya dan
berlaku baik padanya. Musa juga memahami bahwa Fir'aun mengancamnya
dengan pembunuhan. Musa memberitahu Fir'aun, bahwa ia bukan seorang
kafir ketika membunuh seorang Mesir tetapi saat itu beliau melakukannya
dengan tidak sengaja. Musa memberitahu Fir'aun bahwa ia lari dari Mesir
karena khawatir akan pembalasan mereka. Pembunuhan yang dilakukan
olehnya bersifat tidak sengaja. Musa tidak bermaksud untuk membunuh
seseorang. Musa telah memberitahu Fir'aun bahwa Allah SWT telah
memberinya hikmah dan menjadikannya salah seorang Rasul. Allah SWT
menceritakan sebagian dialog antara Musa dan Fir'aun dalam surah
as-Syuara' sebagaimana firman-Nya:
"Dan
(ingatlah) ketika Tuhanmu menyeru Musa (dengan firman-Nya): 'Datangilah
kaum yang lalim itu, (yaitu) kaum Fir'aun. Mengapa mereka tidak
bertakwa? Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut bahwa mereka
akan mendustakan aku. Dan (karenanya) sempitlah dadaku dan tidak lancar
lidahku maka utuslah (Jibril) kepada Harun. Dan aku berdosa terhadap
mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku.' Allah berfirman:
'Janganlah takut (mereka tidak akan dapat membunuhmu), maka pergilah
kamu berdua dengan membawa ayat-ayat Kami (mukjizat-mukjizat);
sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan (apa-apa yang mereka katakan).
Maka datanglah kamu berdua kepada Fir'aun dan katakanlah: 'Sesungguhnya
kami adalah Rasul Tuhan semesta alam, lepaskanlah Bani Israil (pergi)
beserta kami.' Fir'aun menjawab: 'Bukankah kami telah mengasuhmu di
antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal
bersama kami beberapa tahun dari umurmu, dan kamu telah berbuat suatu
perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan
orang-orang yang tidak membalas guna.' Berkata Musa: 'Aku telah
melakukannya, sedang aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf.
Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepadamu, hemudian
Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di
antara rasul-rasul. " (QS. as-Syu'ara: 10-21)
Kemudian
bangkitlah emosi Nabi Musa ketika Fir'aun mengingatkan bahwa ia telah
berbuat baik kepada Musa. Musa bangkit dan berbicara kepadanya:
"Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israil." (QS. asy-Syu'ara: 22)
Musa
ingin berkata kepadanya, apakah engkau mengira bahwa nikmat yang engkau
berikan kepadaku lalu engkau merasa telah berbuat baik padaku, di mana
aku adalah salah seorang lelaki dari kalangan Bani Israil? Apakah nikmat
ini sebanding dengan cara-caramu memperlakukan bangsa yang besar ini di
mana engkau memperbudak mereka; engkau memperkerjakan mereka dengan
cara yang semena-mena. Jika ini memang demikian maka logika mengatakan
bahwa kita seimbang: tiada yang berutang dan tiada yang meminjam. Jika
tidak demikian maka siapa yang memberikan bagian yang lebih besar?
Alhasil
masalahnya adalah dakwah di jalan Allah SWT, yaitu satu urusan yang aku
tidak membawa kepadamu dari diriku sendiri. Aku bukan utusan dari
bangsa Bani Israil. Aku bukan juga utusan dari diriku sendiri tetapi aku
adalah seorang utusan dari Allah SWT. Aku adalah utusan Tuhan Pengatur
alam semesta. Sampai pada tahap ini Fir'aun mulai memasuki pembicaraan
lebih serius: Fir'aun bertanya:
"Siapakah Tuhan semesta alam itu?" (QS. asy-Syu'ara': 23) Musa Menjawab:
"Tuhan
Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antaranya keduanya (itulah
Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya." (QS.
asy-Syu'ara': 24)
Berkata Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: "Apakah kamu tidak mendengarkan?" (QS. asy-Syu'ara': 25)
Musa berkata dan tidak mempedulikan ejekan Fir'aun itu:
"Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu. " (QS. asy-Syu'ara': 26)
Fir'aun
berkata kepada mereka yang datang bersama Musa dari Bani Israil:
"Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar
orang gila." Musa kembali berkata dan tidak memperhatikan tuduhan
Fir'aun dan ejekannya:
"Tuhan
yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya:
(Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal. " (QS. asy-Syu'ara': 28)
Allah SWT menceritakan sebagian dialog yang terjadi antara Fir'aun dan Musa dalam surah as-Syu'ara':
"Fir'aun
bertanya: 'Siapakah Tuhan semesta alam itu?' Musa Menjawab: 'Tuhan
Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (itulah
Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya.' Berkata
Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: 'Apakah kamu tidak
mendengarkan?' Musa berkata: "Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang
kamu yang dahulu.' Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya Rasulmu yang diutus
kepada kamu sekalian benar-benar oranggila.' Musa berkata: 'Tukanyang
menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah
Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal.'" (QS. asy-Syu'ara': 23-28)
Allah SWT mengingatkan dalam surah Thaha sebagian dari peristiwa pertemuan antara Fir'aun dan Nabi Musa. Allah SWT berfirman:
"Maka
datanglah kamu kedua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah: 'Sesungguhnya
kami berdua adalah utnsan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama
kami dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang
kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan
keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk.
Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan)
atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling.' Berkata Fir'aun: 'Maka
siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa.' Musa berkata: 'Tuhan kami ialah
(Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk
hejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.' Berkata Fir'aun: 'Maka
bagaimanakah headaan-keadaan umat-umat yang dahulu? Musa menjawab:
'Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah kitab.
Tuhan kami tidak akan salah dan tidak akan salah (pula) lupa.'" (QS.
Thaha: 47-52)
Kita
perhatikan bahwa Fir'aun tidak bertanya kepada Nabi Musa tentang Tuhan
Pengatur alam atau Tuhan Musa dan Harun dengan maksud bertanya
sesungguhnya atau pertanyaan yang bermaksud untuk mengetahui kebenaran
tetapi perkataan yang dilontarkan Fir'aun semata-mata hanya untuk
mengejek. Nabi Musa as menjawabnya dengan jawaban yang sempurna dan
mengena. Nabi Musa berkata: "Sesungguhnya Tuhan kami adalah Dia yang
memberi sesuatu ciptaannya kemudian Dia membimbing ciptaannya. Dialah
sang Pencipta. Dia menciptakan berbagi macam makhluk dan Dia juga yang
membimbingnya sesuai dengan kebutuhannya sehinga makhluk-makhluk
tersebut dapat menjalani kehidupan dengan baik. Allah SWT-lah yang
megerahkan segala sesuatu; Allah SWT-lah yang menguasai segala sesuatu;
Allah SWT-lah yang mengetahui segala sesuatu; Allah SWT-lah yang
menyaksikan segala sesuatu." Al-Qur'an al-Karim mengungkapkan semua itu
dalam ungkapan yang sederhana namun padat artinya, yaitu dalam
firman-Nya:
"Musa
berkata: "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada
tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk."
(QS. Thaha: 50)
Kemudian
Fir'aun bertanya, "lalu bagaimana keadaan manusia-manusia yang hidup di
abad-abad pertama di mana mereka tidak menyembah Tuhanmu ini?" Fir'aun
masih ingkar dan mengejek dakwah Nabi Musa. Nabi Musa menjawab: "Bahwa
masa-masa yang dahulu di mana mereka tidak menyembah Allah SWT adalah
masalah yang semua itu berada di sisi Allah SWT. Atau dalam kata lain,
semua itu diketahui oleh Allah SWT. Keadaan di masa-masa yang dahulu
tercatat dalam kitab Allah SWT. Allah SWT menghitung apa yang mereka
keijakan di dalam kitab. Allah SWT tidak pernah lupa." Jawaban Nabi Musa
tersebut berusaha menenangkan Fir'aun tentang orang-orang yang hidup di
masa-masa pertama. Jadi Allah SWT mengetahui segala sesuatu dan
mencatat apa saja yang dilakukan manusia dan Allah SWT tidak
menyia-nyiakan pahala mereka. Kemudian Nabi Musa kembali menyempurnakan
dan menyelesaikan pembicaraannya tentang sifat Tuhannya:
"Yang
telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadihan
bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan.
Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari
tumbuh-tumbuhan. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu.
Sesungguhnya pada yang dernikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan
Allah bagi orang-orang yang berakal. Dari bumi (tanah) itulah Kami
menjadikan kamu dan darinya Kami akan mengembalikan kamu dan darinya
Kami akan mengeluarkan kamu pada kaliyang lain. " (QS. Thaha: 53-55)
Nabi
Musa menarik perhatian Fir'aun tentang tanda-tanda kebesaran Allah SWT
di alam semesta. Nabi Musa menunjukkan kepadanya bagaimana gerakan
angin, hujan, dan tumbuh-tumbuhan. Kemudian Nabi Musa juga menunjukkan
bagaimana pengaruh semua itu pada bumi. Musa memberitahu kepada Fir'aun
bahwa Allah SWT menciptakan manusia dari tanah dan setelah itu Dia akan
mengembalikan padanya dengan kematian lalu mengeluarkan manusia darinya
di hari kebangkitan. Jadi, di sana terjadi hari kebangkitan dan pada
hari kiamat manusia akan menghadap kepada Allah SWT. Tidak ada seseorang
pun yang dikecualikan dari hal itu. Semua hamba Allah SWT akan berdiri
dihadapan-Nya pada hari kiamat, termasuk Fir'aun.
Musa
datang kepada Fir'aun sebagai pembawa berita gembira dan sebagai
pemberi peringatan, tetapi peringatan dari Musa ini tidak membikin
Fir'aun merenung dan mendapatkan pelajaran namun justru dialog antara
dirinya dan Musa semakin menajam. Bisa dikatakan bahwa dialog di antara
mereka menjadi pertentangan. Ketajaman dialog mulai menghangat. Kemudian
berubahlah bahasa dialog itu. Musa berusaha menyampaikan argumentasi
yang sangat kuat kepada Fir'aun. Musa berusaha membawa argumentasi
rasional tetapi Fir'aun berusaha keluar dari ruang lingkup dialog yang
berdasarkan logika yang sehat. Fir'aun berusaha menggunakan dialog dalam
bentuk yang baru, yaitu suatu cara yang Musa tidak mampu lagi
melawannya. Ia mulai menyerang Musa dan mengancamnya.
Fir'aun
menujukkan penentangannya kepada kebenaran yang dibawa oleh Musa.
Fir'aun acuh tak acuh terhadap dakwah Nabi Musa. Fir'aun mulai menyerang
pribadi Musa. Ia mulai mempersoalkan pakaian Musa dan kedudukan
sosialnya bahkan ia pun menyerang cara Musa berbicara. Setelah menghina
Musa sedemikian rupa, Fir'aun sengaja memakai metode kekuatan mutlak.
Fir'aun bertanya kepada Musa, bagaimana ia berani menentang penyembahan
terhadap dirinya; bagaimana Musa menyembah selain dirinya; tidakkah Musa
mengetahui bahwa Fir'aun adalah tuhan? Bagaimana Musa tidak mengetahui
hakikat ini padahal ia terdidik di istana Fir'aun dan sangat mengenal
lingkungan di sekitar Fir'aun? Setelah Fir'aun menyampaikan tentang
ketuhanan-nya secara mendasar, ia bertanya kepada Musa, bagaimana Musa
berani menyembah tuhan selain dirinya. Ini berarti bahwa Musa ingin
dijebloskan ke dalam penjara. Tiada ketentuan di sisi kami bagi orang
yang menyembah selain Fir'aun kecuali penjara adalah tempatnya:
"Fir'aun
berkata: 'Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku
akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan.'" (QS.
asy-Syu'ara': 29)
Musa
mengetahui bahwa argumentasi-argumentasi rasional tidak lagi
bermanfaat. Dialog yang tenang dan sehat berubah menjadi ejekan dan
hinaan serta pada akhirnya menjadi ancaman hukuman penjara. Musa
mengetahui bahwa telah tiba waktunya untuk menunjukkan mukjizat yang
dibawanya. Setelah diancam akan dijebloskan ke dalam penjara, ia berkata
kepada Fir'aun:
"Musa
berkata: 'Dan apakah (kamu akan melakukan ini) kendatipun aku
tunjukkan kepadamu sesuatu (keterangan) yang nyata?'" (QS.
asy-Syu'ara': 30)
Musa menantang kepada Fir'aun dan Fir'aun menerima tantangannya. Fir'aun ingin tahu sejauh mana kebenaran Musa.
"Fir'aun
berkata: 'Datangkanlah sesuatu (keterangan) yang nyata itu, jika kamu
adalah termasuk orang-orang yang benar.'" (QS. asy-Syu'ara': 30-31)
Musa
melemparkan tongkatnya di ruangan yang besar itu. Mula-mula Fir'aun
menganggap bahwa tongkat yang dibawanya jatuh karena Musa gemetar
menghadapinya. Setelah Fir'aun meminta padanya bukti atas kebenaran
dakwahnya, tiba-tiba tongkat yang menyentuh tanah itu berubah menjadi
ular yang besar yang bergerak dengan cepat dan gesit. Ular itu menuju ke
arah Fir'aun. Fir'aun tampak pucat karena takut. Ia tampak gemetar di
kursinya kemudian ia berteriak agar mereka menjauhkan ular itu darinya.
Nabi Musa mengulurkan tangannya ke ular itu lalu ular itu kembali
menjadi tongkat yang ada di tangannya sebagaimana semula. Setelah
peristiwa itu, keheningan menyeliputi istana Fir'aun. Nabi Musa kembali
menunjukkan kepada orang-orang yang berdiri di sekitarnya, mukjizatnya
yang kedua. Musa memasukkan tangannya di sakunya lalu mengeluarkannya.
Tiba-tiba tangan itu menjadi putih seperti bulan; tangan itu tiba-tiba
mengeluarkan cahaya yang memenuhi penjuru istana. Akhirnya, semua orang
yang hadir di situ merasakan kekaguman yang luar biasa sedangkan Fir'aun
wajahnya tampak menghijau karena saking takutnya.
Allah SWT berfirman:
"Maka
Musa melemparkan tongkatnya, yang tiba-tiba tongkat itu (menjadi) ular
yang nyata. Dan ia menarik tangannya (dari dalam bajunya), maka
tiba-tiba tangan itu jadi putih (bersinar) bagi orang-orang yang
rnelihatnya." (QS. asy-Syu'ara': 32-33)
Keheningan
semakin menyelimuti istana Fir'aun. Pengaruh dua mukjizat yang dibawa
oleh Nabi Musa tertanam pada jiwa orang-orang yang hadir di situ.
Pertama-tama mereka merasakan ketakutan dalam diri mereka kemudian Nabi
Musa mengembalikan tangannya ke sakunya lalu tangannya kembali seperti
semula.
Fir'aun
berkata: "Sekarang, pergilah kalian berdua. Nanti kita akan lanjutkan
perbincangan kita." Musa memalingkan wajahnya dan keluar dari istana.
Fir'aun tampak terpukul atas peristiwa itu. Pikirannya mulai
berputar-putar. Ia membayangkan apa yang terjadi di istananya dan di
wilayah kekuasaannya seandainya berita tentang dua mukjizat itu tersebar
di tengah-tengah manusia, lalu manusia mulai membicarakan tentang Musa
dan Harun. Fir'aun mengeluarkan perintahnya agar orang-orang yang
melihat peristiwa itu tidak membuka hal itu kepada masyarakat umum,
tetapi para pembantu istana dan sebagian dari Bani Israil menyaksikan
dua peristiwa itu. Akhirnya, mulailah terjadi perbincangan di
tengah-tengah masyarakat ramai tentang dua mukjizat itu. Fir'aun
benar-benar terdiam ketika menghadapi dua mukjizat yang dibawa oleh Nabi
Musa. Ketika Musa keluar dari istana Fir'aun yang sebelumnya merasa
takut dan gemetar, kini menjadi marah. Ia meluapkan kemarahan itu kepada
menterinya dan para pembantunya. Tiba-tiba ia bersikap kasar kepada
mereka tanpa sebab yang diketahui. Fir'aun memerintahkan mereka untuk
keluar dari ruangannya dan meningggalkan dirinya sendirian.
Fir'aun
berusaha untuk menghadapi masalah itu dengan lebih tenang. Fir'aun
meminum beberapa gelas dari minuman keras tetapi rasa marahnya belum
hilang juga. Kemudian ia mengeluarkan perintah untuk mengumpulkan
orang-orang dekatnya dan semua para menteri di istana serta para
pemimpin di Mesir. Fir'aun mengeluarkan perintahnya kepada Haman salah
satu ketua para menterinya untuk mengepalai pertemuan tersebut. Kemudian
para pembesar dari kaum Fir'aun berkumpul. Fir'aun memasuki ruang
pertemuan dan wajahnya tampak emosi. Jelas sekali Fir'aun tidak mau
menerima dengan mudah adanya tuhan lain yang disembah orang-orang Mesir
selain dirinya. Fir'aun cukup berbahagia ketika ia menguasai Mesir dari
memerintah dengan semaunya. Tiba-tiba, ia dikagetkan dengan kedatangan
Musa yang ingin menghancurkan apa saja yang telah dibangunnya. Musa
mengatakan pada dirinya bahwa di sana ada Tuhan yang Esa yang tiada
Tuhan lain selain-Nya di alam semesta. Ini berarti bahwa Fir'aun adalah
seorang pembohong. Pemikiran ini menghantui kepala Fir'aun sehingga
Fir'aun menoleh kepada ketua para menterinya yaitu Haman akhirnya
pertemuan bersejarah itu diadakan.
Tidak
ada seorang pun yang berani membuka mulutnya. Fir'aun membuka pertemuan
itu dengan secara tiba-tiba ia melontarkan pertanyaan kepada Haman:
"Apakah aku seseorang pembohong wahai Haman?" Haman menunduk dan
bertanya: "Siapa yang berani menentang Fir'aun?" Fir'aun berkata dengan
marah: "Musa." Bukankah ia mengatakan bahwa ada tuhan lain di langit."
Dengan mantap Haman menjawab: "Sungguh wahai tuanku, Musa berbohong."
Fir'aun berkata dalam keadaan memutar wajahnya ke arah yang lain: "Aku
mengetahui bahwa ia berbohong." Kemudian Fir'aun kembali menoleh ke
Haman:
"Dan berkatalah
Fir'aun: 'Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi
supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku
dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang
pendusta.'" (QS. al-Mu'min: 36-38)
Fir'aun
mengeluarkan perintah untuk membangun suatu bangunan yang kokoh dan
tinggi di mana ketinggiannya mampu mencapai langit. Perintah Fir'aun itu
berdasarkan peradaban Mesir yang lagi maju di mana mereka cenderung
membangun bangunan yang spektakuler. Namun Fir'aun lupa pada
aturan-aturan teknik pembangunan. Meskipun demikian, Haman bersikap
munafik, padahal ia mengetahui kemustahilan membangun sesuatu bangunan
semegah dan setinggi itu. Haman berkata: "Saya ingin melaksanakan
perintah untuk mendirikan bangunan itu sesegera mungkin, tetapi wahai
tuanku dan izinkanlah aku untuk pertama kalinva aku menentang
perintahmu. Sungguh engkau tidak akan mendapati sesuatu pun di langit.
Tidak ada di sana Tuhan selain dirimu." Fir'aun mendengar penolakan
ketua para menterinya itu dengan sangat puas, seakan-akan ia
mendengarkan suatu hakikat yang ditetapkan. Kemudian dalam perkumpulan
yang terkenal itu, Fir'aun melontarkan kata-katanya yang bersejarah:
"Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku." (QS. al-Qashash: 38)
Semua
yang hadir di tempat itu menundukkan kepala tanda setuju. Di antara
mereka terdapat dua orang atau tiga orang yang masih memiliki akal
sehat. Ketiga orang itu mengetahui bahwa sebenarnya Fir'aun adalah
seorang pembohong. Meskipun demikian, mereka membiarakan kebohongan itu
dan memilih apa yang disetujui oleh Fir'aun. Tentu persetujuan ini
berakibat pada masyarakat Mesir yang harus membayar mahal hasil dari
persetujuan itu. Para tentara Mesir, para pembesar istana, dan para
dukun tunduk kepada kegilaan Fir'aun. Fir'aun berkata dengan maksud
bertanya kepada para penasihatnya: "Apa yang kalian katakan tentang
Musa?" Haman berkata: "Ia adalah seorang yang pembohong."
Salah
seorang menteri yang lain berkata: "Saya kira ia adalah seorang yang
gila." Sementara itu salah seorang dukun berkata: "—Tampaknya ia
khawatir mereka akan mencurigainya jika ia tidak mengatakan sesuatu pun
kepada mereka—saya kira ia terkena kegilaan." Fir'aun memutus
pembicaraan mereka dengan mengatakan: "Sungguh kalian menggambarkan Musa
macam-macam, namun kalian belum menjawab pertanyaanku. Apa sebenarnya
maunya Musa? Apa sebenarnya persekongkolan yang disembunyikannya." Para
penasihat terdiam karena rasa takut dan sebagai bentuk kemunafikan
terhadap Fir'aun. Mereka hanya menunggu Fir'aun mengucapkan
kalimat-kalimat tertentu lalu mereka menirukannya dengan mulut-mulut
mereka layaknya burung beo. Setelah keheningan menyelimuti ruangan itu,
Fir'aun berkata: "Aku kira bahwa Musa adalah salah satu tukang sihir
yang hebat. Ia ingin mengeluarkan kalian dari negeri kalian dengan
sihirnya. Lalu persekongkolan apa yang kalian siapkan?"
Adalah
hal yang maklum di rezim kekuasaan mutlak bahwa perkumpulan yang
dihadiri oleh para pembesar dan para menteri untuk mengeluarkan pandapat
sesama mereka berarti hanya sekedar untuk mengulang-ulang dan menerima
keputusan mutlak dari penguasa. Para penasihat berkata—setelah Fir'aun
memberi mereka kesempatan untuk mengutarakan pendapat: "Sungguh benar
apa yang dikatakan oleh Fir'aun. Musa adalah seorang tukang sihir. Kalau
begitu, masalahnya telah selesai. Kita akan mengembalikan Musa dan
saudaranya, dan kita akan menyebarkan perintah Fir'aun di Mesir untuk
menghadirkan tukang sihir. Jika para tukang sihir telah datang dan
berdiri di hadapan Musa, maka mereka akan dapat membuktikan bahwa Musa
memang tukang sihir dan mereka akan mampu mengalahkannya. Dengan cara
demikian, kita dapat memperdayanya di hadapan orang-orang Mesir dan
anak-anak Bani Israil." Perundingan bersejarah itu sepakat untuk
melaksanakan hal itu. Sepuluh orang dari pembantu Fir'aun keluar dari
istana, Fir'aun dengan menunggangi kendaraan mereka dan mereka segera
berpencar di seluruh penjuru Mesir. Kemudian diumumkan pada hari kedua
di pasar-pasar Mesir bahwa seluruh jago-jago sihir hendaklah menuju ke
istana Fir'aun untuk mendengarkan suatu perintah atau suatu urusan yang
penting.
Fir'aun
memanggil Nabi Musa dan berusaha mengancamnya dan menakut-nakutinya
tetapi Nabi Musa tampak tenang. Fir'aun berkata kepada Nabi Musa:
"Sesungguhnya engkau seorang tukang sihir, dan aku menetapkan untuk
menyingkap kedokmu di hadapan semua orang. Tidak lama lagi para tukang
sihir akan datang." Nabi Musa bertanya: "Kapan aku akan bertemu dengan
tukang sihir itu?" Fir'aun berkata: "Di sana terdapat suatu pertemuan
atau acara yang sebentar lagi akan dimulai yang dihadiri oleh banyak
orang. Yaitu hari di mana angin bertiup dengan sepoi-sepoi; hari di mana
bumi berhias diri menyambut kedatangan musim semi. Sungguh itu suatu
pertemuan yang menakjubkan dan engkau akan dikalahkan. Sekarang aku beri
kesempatan kamu untuk mencabut dakwahmu. Aku memberikan kesempatan yang
terakhir bagimu untuk menyelamatkan kehormatanmu."
Musa
berkata dengan tidak memperhatikan perkataan Fir'aun yang terakhir:
"Kami sepakat atas pertemuan itu. Kami akan hadir di hari itu di mana
manusia akan berkumpul di pagi hari." Fir'aun bertanya: "Kapan engkau
akan datang?" Musa berkata: "Insya Allah aku akan hadir di waktu fajar
di permulaan siang."
Allah SWT berfirman:
"Dan
sesungguhnya Kami telah perlihatkan kepadanya (Fir'aun) tanda-tanda
kekuasaan Kami semuanya, maka ia mendustakan dan enggan (menerima
kebenaran). Berkata Fir'aun: 'Adakah kamu datang kepada kami untuk
mengusir kami dari negeri kami (ini) dengan sihirmu, hai Musa! Dan kami
pun pasti akan mendatangkan (pula) kepadamu sihir semacam itu, maka
buatlah suatu waktu untuk pertemuan antara kami dan kamu, yang kami
tidak akan menyalahinya dan tidak (pula) kamu di suatu tempat yang
pertengahan (letaknya).' Berkata Musa: "Waktu untuk pertemuan (kami
dengan) kamu itu ialah di hari raya dan hendaklah dikumpulkan manusia
pada waktu matahari sepenggalahan naik.'" (QS. Thaha: 56-59)
Nabi
Musa pergi dalam keadaaan tenang. Kemudian para utusan tukang sihir
datang ke istana Fir'aun. Ketika semua berkumpul, Fir'aun memerintahkan
agar mereka semua menemuinya. Ketika masuk menemui Fir'aun, para tukang
sihir sujud kepadanya. Fir'aun memerintahkan mereka untuk berdiri,
kemudian Fir'aun mulai berjalan-jalan di antara mereka sambil mengamati
wajah mereka dan pakaian mereka. Fir'aun tampak terdiam memikirkan
sesuatu dan tiba-tiba ia berdiri dan berkata: "Wahai para tukang sihir,
kami sekarang menghadapi problem yang kecil dan kami telah memerintahkan
agar kalian dihadirkan untuk memecahkan problem itu." Para tukang sihir
itu menundukkan kepalanya dan mereka mendengarkan dengan hikmat.
Fir'aun kembali berkata: "Salah seorang lelaki datang kepada kami dan ia
mengaku utusan Allah SWT; seorang lelaki yang bernama Musa dan bersama
saudaranya, Harun. Musa ini adalah tukang sihir yang mahir, lebih
tangkas dan lebih hebat dari Harun. Oleh karena itu, kalian harus
mengalahkannya dengan kekalahan yang telak sehingga ia tidak mampu lagi
mengangkat kepalanya karena rasa malu." Para tukang sihir tetap
menundukkan kepalanya dan mereka terdiam. Fir'aun berkata: "Mengapa
seseorang di antara kalian tidak bertanya kepadaku tentang sihirnya
Musa." Salah seorang tukang sihir dengan tenang berkata: "Kami menunggu
tuan yang agung menceritakannya kepada kami. Kami tidak ingin memutus
pembicaraanmu wahai tuan."
Dengan
nada marah, Fir'aun berkata: "Musa melemparkan tongkatnya dan tiba-tiba
tongkatnya itu menjadi ular yang sangat besar lalu ia mencabut
tangannya dan tiba-tiba tangannya menjadi putih yang menakjubkan
orang-orang yang melihatnya." Tampak senyum manis menghiasi wajah-wajah
para tukang sihir dan salah seorang mereka berkata: "Hendaklah hati
Fir'aun tenang. Ini adalah permainan kuno; permaianan tongkat yang
berubah menjadi ular. Sesungguhnya itu hanya sekadar imajinasi yang
menipu orang-orang yang melihatnya, yang seakan-akan ia bergerak padahal
ia tetap di tempatnya."
Fir'aun
berkata: "Aku tidak ingin untuk memasuki perdebatan sekitar masalah
pembuatan sihir. Yang aku inginkan agar kalian mengalahkan Musa. Kami
telah sepakat untuk bertemu pada hari ketika musim semi akan tiba.
Masyarakat Mesir semuanya akan berkumpul. Mereka akan menyaksikan kalian
saat kalian mengalahkannya. Oleh karena itu, kalian harus dapat
mengalahkannya."
Selesailah
perkataan Fir'aun. Ia menunggu para tukang sihir meninggalkannya tapi
mereka masih berdiri. Salah seorang mereka bertanya: "Mengapa tuan kita
Fir'aun tidak berbicara kepada kita tentang urusan yang lebih penting
seandainya kita dapat mengalahkan Musa?" Dengan keheranan Fir'aun
bertanya: "Apa sesuatu yang lebih penting itu?" Salah seorang tukang
sihir berkata: "Tentu kami minta upah jika kami menang." Dengan tertawa,
Fir'aun berkata: "Jangan khawatir, aku akan memuaskan kalian. Kalian
akan menjadi orang-orang yang dekat. Kami akan mengadakan
pekerjaan-pekerjaan baru di istana bagi para tukang sihir. Kalian jangan
khawatir. Tenanglah karena kalian akan menerima upah yang layak."
Fir'aun
tertawa melihat kepercayaan para tukang sihir kepada diri mereka,
kemudian ia memerintahkan agar mereka meninggalkan tempatnya. Lalu ia
sendiri menuju ke meja makan siang. Fir'aun duduk sambil makan. Ia
berkata sambil menyantap paha kambing yang besar: "Semenjak Musa datang
selera makanku terganggu. Namun sekarang, kehancuran Musa sudah dekat."
Allah SWT berfirman:
"Dan
Musa berkata: 'Hai Fir'aun, sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan
dari Tuhan alam semesta, wajib atasku tidak mengatakannya sesuatu
terhadap Allah, kecuali yang hak. Sesungguhnya aku datang kepadamu
dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani
Israil (pergi) bersama aku.' Fir'aun menjawab: 'Jika benar kamu membawa
sesuatu bukti, maka datangkanlah bukti itu jika (betul) kamu termasuk
orang-orang yang benar.' Dan dia mengeluarkan tangannya, maka ketika itu
juga tangan itu menjadi putih bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang
yang melihatnya. Pemuka-pemuka kaum Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya Musa
ini adalah ahli sihir yang pandai, yang bermaksud hendak mengeluarkan
kamu dari negerimu.' (Fir'aun berkata): 'Maka apakah yang hamu
anjurkan?' Pemuka-pemuka itu menjawab: 'Beritahulah ia dan
saudara-saudaranya serta kirimlah ke kota-kota beberapa orang yang akan
mengumpulkan (ahli-ahli sihir), supaya mereka membawa kepadamu semua
ahli sihir yang pandai.' Dan heberapa ahli sihir telah datang kepada
Fir'aun mengatakan: '(Apakah) sesungguhnya kami akan mendapat upah, jika
kamilah yang menangV Fir'aun menjawab: 'Ya dan sesungguhnya kamu
benar-benar akan termasuk orang-orang yang dekat (kepadaku).'" (QS.
al-A'raf: 104-114)
Kemudian
datanglah hari yang dijanjikan. Orang-orang berbondong-bondong keluar
dari rumah. Mereka membicarakan tentang pertemuan antar Nabi Musa dan
Fir'aun. Mereka menuju ke tempat perayaan sejak pagi hari. Tidak ada
seorang pun di Mesir yang tidak mengetahui tentang peristiwa itu.
Orang-orang begitu gembira ketika para tukang sihir itu datang
sebagaimana mereka juga gembira ketika melihat Fir'aun datang, namun
keheningan menyelimuti tempat itu ketika Nabi Musa dan Nabi Harun
datang. Tempat perayaan itu diadakan di tempat terbuka yang hanya
ditutupi oleh payung Fir'aun yang melindungi kepalanya dari terik
matahari. Fir'aun berdiri di tengah-tengah tentaranya. Ia memakai emas
dan permata. Sementara itu, Nabi Musa berdiri dengan menundukkan
kepalanya dalam keadaan mengingat Allah SWT.
Keadaan
saat itu benar-benar hening. Kemudian para tukang sihir maju menemui
Musa. Mereka berkata kepada Musa: "Apakah engkau yang pertama kali
melempar atau kami yang pertama kali melempar." Musa berkata: "Kalianlah
yang pertama kali melempar." Para tukang sihir berkata: "Demi kemuliaan
Fir'aun, sesungguhnya kami akan menang." Musa berkata: "Celakah kalian,
janganlah kalian membuat dusta kepada Allah SWT niscaya Dia akan
mendatangkan siksa bagi kalian." Sebagian ahli hakikat berkata: "Nabi
Musa menoleh dan kemudian ia melihat Jibril di sebelah kanannya." Jibril
berkata kepadanya: "Wahai Musa, hendaklah kamu bersikap sopan kepada
wali-wali Allah SWT." Musa berkata dalam dirinva: "Mereka para tukang
sihir itu datang dengan maksud menyimpangkan agama Fir'aun." Jibril
kembali berkata: "Bersikap lembutlah terhadap wali-wali Allah SWT.
Mereka saat ini sampai salat Ashar berada di sisimu dan setelah salat
Ashar mereka akan berada di surga."
Para
tukang sihir itu mulai melemparkan tongkat-tongkat mereka dan tali-tali
mereka. Tiba-tiba arena itu dipenuhi dengan ular-ular. Mereka menipu
dan menyihir pandangan orang-orang yang melihatnya. Orang-orang yang
melihat sihir itu merasa takut karena mereka mendatangkan sihir yang
besar. Orang-orang merasa gembira dan Fir'aun pun menampakkan senyumnya.
Ia berkata dalam dirinya: Sungguh hari ini adalah hari pembalasan atas
Musa. Mukjizatnya berupa tongkat yang ada di tangannya yang dapat
berubah menjadi ular, sekarang Fir'aun menghadirkan kepadanya seluruh
tukang sihir di mana tongkat-tongkat dan tali-tali yang ada di tangan
mereka pun berubah menjadi ular. Senyuman Fir'aun pun semakin melebar.
Nabi
Musa memperhatikan tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka.
Ia merasa takut. Nabi Musa ingat apa yang dikatakan oleh Jibril dan ia
mulai merasakan ketakutan. Bagaimana mungkin para tukang sihir itu akan
masuk surga dan mereka akan menjadi wali-wali Allah SWT? Nabi Musa
merasakan semua itu, namun tiada seorang pun yang mengetahui hakikat
pemikiran yang terlintas dalam benak Nabi Musa saat ia berdiri dengan
bajunya yang sederhana bersama saudaranya di hadapan kumpulan manusia
yang banyak dari para pengawal dan tentara Fir'aun. Ketika Musa
merasakan ketakutan tersebut, maka cahaya yang terang menembus dalam
dirinya dan Allah SWT berkata kepadanya:
"Kami
berkata: 'Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul
(menang). Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia
akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang mereka
perbuat itu adalah tipu daya tuhang sihir (belaka). Dan tidak akan
menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang." (QS.Thaha: 68-69)
Musa
merasa senang ketika mendengar Allah SWT menenangkannya. Nabi Musa
dapat mengendalikan dirinya, kemudian beliau mengangkat tongkatnya dan
melemparkannya. Sebelum tongkat itu menyentuh tanah, tiba-tiba
terjadilah suatu mukjizat. Orang-orang dan para tukang sihir Fir'aun
bahkan Fir'aun sendiri menyaksikan sesuatu yang belum pernah mereka
saksikan di dunia. Biasanya seorang tukang sihir dapat menipu pandangan
manusia dan memperdaya mereka seolah-olah ada ular yang bergerak padahal
ia tetap di tempatnya. Tetapi apa yang terjadi saat itu adalah sesuatu
yang benar-benar berbeda. Belum sampai tongkat Nabi Musa menyentuh tanah
sehingga ia berubah menjadi ular yang besar dan sangat gesit.
Tiba-tiba
ular ini menuju ke tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka
yang bergerak dan ia mulai memakannya satu persatu. Tongkat Nabi Musa
memakan tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka dengan cepat.
Belum berselang beberapa menit sehingga arena itu kosong dari tali-tali
tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka. Tongkat-tongkat dan tali-tali
tukang sihir tersembunyi dalam perut tongkat Nabi Musa. Dan bergeraklah
ular yang besar menuju Nabi Musa lalu beliau mengulurkan tangannya dan
tiba-tiba ular itu berubah menjadi tongkat. Para tukang sihir mengetahui
bahwa mereka bukan di hadapan seorang penyihir. Mereka sebenamya adalah
tokoh-tokoh sihir dan para pakar dalam hal itu di zaman mereka, tetapi
apa yang mereka saksikan saat ini bukan termasuk sihir. Itu adalah
mukjizat dari Allah SWT.
Akhirnya, para tukang sihir itu sujud di atas tanah.
Mereka berkata: "Kami beriman kepada Tuhan Pengatur alam semesta. Tuhan
yang diyakini oleh Musa dan Harun." Orang-orang Mesir dan anak-anak Bani
Israil menyaksikan mukjizat yang mengagumkan ini. Mereka melihat
bagaimana tukang sihir-tukang sihir Fir'aun sujud kepada Musa dan Harun.
Fir'aun menyaksikan bahwa bola itu kini berada di tangan Musa dan
Harun. Lalu ia bangkit dari duduknya dan berteriak di depan tukang
sihir: "Bagaimana kalian beriman kepadanya sebelum aku memberi izin
kepada kalian." Para tukang sihir berkata: "Untuk beriman tidak perlu
izin." Fir'aun berkata: "Kalau begitu ini adalah persekongkolan yang
jelas. Sesungguhnya Musa adalah guru kalian yang mengajari kalian sihir.
Sungguh tangan-tangan kalian dan kaki-kaki kalian akan diputus dan
kalian akan disalib di pohon kurma. Sungguh ini adalah persekongkolan
yang jelas."
Para
tukang sihir berkata: "Lakukan apa saja yang engkau inginkan, hai
Fir'aun. Kami tidak memilihmu dan kami tidak mengutamakanmu atas
mukjizat Ilahi ini. Sesungguhnya kami beriman kepada Tuhan kami agar Dia
mengampuni kami dan menghapus kesalahan-kesalahan kami. Apa yang engkau
berikan terhadap kami adalah sesuatu yang sedikit, dan apa yang ada di
sisi Allah SWT lebih baik dan lebih abadi. Seandainya engkau menyiksa
kami dan membunuh kami dan menyalib kami, maka engkau hanya dapat
menyiksa kami di kehidupan dunia ini. Tentu kehidupan dunia tidak dapat
dibandingkan dengan kehidupan akhirat. Kami hanya ingin mendapatkan
pengampunan dari Allah SWT dan memasuki surga." Kemudian Fir'aun
mengeluarkan perintahnya untuk menyalib semua tukang sihir. Ketika
menyaksikan peristiwa tersebut, orang-orang menjadi ketakutan. Kemudian
Nabi Musa dan Nabi Harun meninggalkan tempat itu dan Fir'aun kembali ke
istananya. Allah SWT menceritakan dalam surah al-A'raf apa yang dialami
tukang sihir dan Musa dalam firman-Nya:
"Ahli-ahli
sihir berkata: 'Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih dahulu,
ataukah kami yang akan melemparkan?' Musa menjawab: 'Lemparkanlah (lebih
dahulu)! Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang
dan menjadihan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir
yang besar (menakjubkan). Dan Kami mewahyukan kepada Musa: 'Lemparkanlah
tongkatmu!' Maka sekoyong-koyong tongkat itu menelan apa yang mereka
sulapkan. Karena itu nyatalah yang benar dan gagallah yang selalu mereka
kerjahan. Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka
orang-orang yang hina. Dan ahli-ahli sihir itu serta merta meniarapkan
diri dengan bersujud. Mereka berkata: 'Kami beriman kepada Tuhan semesta
alam, (Yaitu) Tuhan Musa dan Harun. Fir'aun berkata: 'Apakah kamu
beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepadamu?' Sesungguhnya
(perbuatan) ini adalah suatu muslihat yang telah kamu rencanakan di
dalam kota ini, untuk mengeluarkan penduduknya darinya; maka kelah kamu
akan mengetahui (akibat perbnatanmu ini); sesungguhnya aku akan memotong
tangan dan kakimu dengan bersilang secara bertimbal balik, kemudian
sungguh-sungguh ahu akan menyalib kamu semuanya. Ahli-ahli sihir itu
menjawab: 'Sesungguhnya kepada Tuhanlah kami kembali. Dan kamu tidak
membalas dendam dengan menyiksa kami, melaikan karena kami telah beriman
kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami.'
(Mereka berdoa): 'Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan
wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).'" (QS.
al-A"raf: 115-126)
Para
tukang sihir Mesir berubah menjadi Muslim dan mempercayai ajaran yang
dibawa oleh Nabi Musa. Mereka beriman kepada Allah SWT. Akhirnya, mereka
dinaikkan di batang-batang pohon kurma untuk disalib dan dipotong
tangan-tangan mereka dan kaki-kaki mereka. Mereka meminta kepada Allah
SWT agar mereka dimatikan sebagai orang-orang Muslim.
Kemudian
Musa memahami apa yang diucapkan oleh Jibril as: Mereka sejak saat ini
sampai salat Ashar di sisimu dan setelahnya mereka berada di surga.
Ketika memasuki waktu Ashar tubuh para tukang sihir itu berlumuran
darah. Mereka disalib oleh para tentara Fir'aun. Fir'aun menghadapi
masalah baru. Fir'aun mengadakan serangkaian pertemuan-pertemuan penting
di istananya. Fir'aun memanggil penanggung jawab tentara dan pasukan.
Fir'aun juga memanggil apa saat ini dinamakan dengan kepala intelejen.
Bahkan Fir'aun juga memanggil para menteri dan para penjabat serta
tukang-tukang dukun. Jadi, Fir'aun memanggil semua yang mempunyai
kekuatan untuk mengubah jarum sejarah.
Fir'aun
bertanya kepada kepala intelejennya: "Apa yang dikatakan orang-orang?"
Ia berkata: "Anak buahku telah kusebar di antara khalayak dan mereka
mendapat informasi bahwa Musa dapat memenangkan perlombaan itu karena ia
berhasil membikin suatu konspirasi bersama para tukang sihir." Kemudian
Fir'aun bertanya kepada salah seorang ketua keamanan: "Apa yang terjadi
pada jasad-jasad tukang sihir?" Ia berkata: "Anak buahku menggantungnya
di tempat umum dan di pasar-pasar untuk menakuti manusia dan kami
sebarkan berita bahwa Fir'aun akan membunuh setiap orang yang memiliki
persekongkolan." Lalu Fir'aun bertanya kepada komandan pasukan: "Apa
yang dikatakan oleh pasukan?" Ia menjawab: "Mereka menginginkan agar
mendapatkan perintah untuk bergerak di tempat mana pun yang ditentukan
oleh Fir'aun." Fir'aun berkata: "Belum datang giliran pasukan maka akan
datang gilirannya."
Fir'aun
kemudian terdiam. Lalu Haman salah seorang ketua para menteri bergerak
dan mengangkat tangannya dan ia mulai meminta untuk berbicara, dan
Fir'aun mengizinkan kepadanya. Haman berkata: "Apakah kita akan
membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat keruskaan di muka bumi dan
mereka mengalihkan ibadah kepada selainmu?" Fir'aun berkata: "Sungguh
engkau dapat membaca pikiranku wahai Haman. Kita akan membunuh anak-anak
mereka dan akan mempermalukan perempuan-perempuan mereka. Aku memiliki
kekuasaan di atas mereka."
Pasukan
Fir'aun pergi untuk membunuh anak-anak laki dari Bani Israil dan
menodai kehormatan wanita-wanita mereka, serta memenjarakan siapa pun
yang menentang. Musa berdiri menyaksikaan apa yang terjadi tanpa mampu
turut campur dan tanpa mampu mencegahnya. Yang beliau lakukan hanya
memerintahkan kaumnya untuk bersabar. Beliau memerintahkan mereka untuk
meminta pertolongan kepada Allah SWT dan bersabar atas segala ujian.
Beliau menjadikan para tukang sihir sebagai teladan bagi mereka di mana
tukang sihir Mesir itu mampu menahan derita di jalan Allah SWT tanpa
berkeluh kesah. Nabi Musa memberitahu mereka bahwa tentara-tentara
Fir'aun berbuat aniaya di muka bumi yang seakan-akan bumi adalah milik
khusus mereka. Sebenarnya Allah SWT akan mewariskan bumi kepada
orang-orang yang bertakwa.
Kemudian
intimidasi yang dilakukan Fir'aun sangat mempengaruhi jiwa Bani Israil
sehingga mereka merasakan kekalahan dan pesimis. Mereka berkata kepada
Musa: "Wahai Musa kami sangat menderita sebelum kedatanganmu dan sesudah
kedatanganmu, anak-anak dibunuh sebelum kedatanganmu dan sesudah
kedatanganmu." Seakan-akan mereka berkata kepada Musa bahwa keberadaanmu
tidak memberikan manfaat sedikit pun. Kami tetap merasakan kesendirian.
Musa menolak kebodohan mereka ini. Ia memberitahu mereka bahwa Allah
SWT akan menghancurkan musuh-musuh mereka, kemudian Allah SWT akan
menjadikan bumi dikuasai oleh mereka. Tetapi lagi-lagi mereka tetap
mengadu kepada Musa dan tampak bahwa mereka tidak kuat lagi menahan
penderitaan yang mereka alami.
Musa
menghadapi keadaan yang sulit. Beliau berusaha melawan kemarahan
Fir'aun dan konspirasinya. Pada saat yang sama, Nabi Musa mendengar
keluhan kaumnya. Di tengah-tengah keadaan yang demikian, Qarun bergerak.
Qarun adalah seorang putra Bani Israil. Ia berasal dari kaum Musa
tetapi ia justru menentang Musa. Kekayaannya dan status sosialnya
menjadikannya lebih dekat kepada rezim Fir'aun. Allah SWT menceritakan
kepada kita tentang kekayaan Qarun. Allah SWT berkata kepada kita bahwa
kunci-kunci kamar yang menyimpan kekayaannya sangat sulit dipikul oleh
sekelompok laki-laki yang kuat sekalipun. Seandainya kita ingin
mengetahui kunci-kunci kekayaan ini yang sedemikian rupa, maka kita
dapat membayangkan kekayaan itu sendiri. Qarun memiliki berbagai macam
kekayaan dan dalam jumlah yang banyak. Bahkan saking kayanya, pelana
kudanya terbuat dari kulit yang dihiasi oleh perak dan emas.
Jika
Qarun keluar dengan membawa pesona dunia yang diikuti oleh rombongannya
dan disinari oleh matahari, maka emas-emas yang dibawanya tampak
menyala di bawah sengatan matahari. Pemandangan demikian sangat
mengagumkan bagi orang-orang yang mencintai dunia. Kekayaan yang
dimiliki Qarun membuatnya bersikap angkuh sehingga tidak mudah baginya
untuk menerima nasihat. Tampak bahwa kekayaannya dan kesombongannya
membuatnya merasa bergembira, sehingga tertawanya Qarun menjadi tertawa
yang paling terkenal di kalangan Bani Israil, dan ketenarannya menyaingi
ketenaran Fir'aun dan Haman. Kedua orang itu (Fir'aun dan Haman)
menguasai Mesir secara keseluruhan, sedangkan Qarun hanya mengusai
sebagian dari Mesir.
Orang-orang
yang berakal dari kaumnya menasihatinya agar ia berpikir sejenak
tentang akhiratnya, dan barangkali mereka berkata kepadanya:
"Sesungguhnya tak seorang pun menasihatimu untuk meninggalkan dunia
secara keseluruhan dan menempuh jalan orang-orang yang zuhud tetapi
mereka menasihatimu agar engkau tidak melupakan bagianmu dari dunia.
Sebagaimana mereka menasihatimu agar jangan sampai engkau melupakan
bagianmu dari akhirat."
Qarun
hanya merasa puas dengan bagiannya dari dunia. Imajinasi akalnya
mengatakan bahwa kekayaan ini datang karena usaha kerasnya sebagaimana
ia menduga kekayaannya adalah tanda bahwa Allah mencintainya. Bahkan ia
mengira bahwa ia lebih utama dan lebih mulia dari Musa. Musa adalah
seorang yang fakir sedangkan Qarun adalah seorang yang kaya, maka
bagaimana seorang yang fakir yang tidak memakai satu pun gelang dari
emas dapat memperoleh kedudukan yang mulia di sisi Allah dibandingkan
dengan seorang yang kaya yang mampu membuat pelana kudanya dari emas.
Demikianlah pandangan Qarun dan Fir'aun terhadap Musa.
Allah SWT berfirman:
"Bukankah
aku lebih baik daripada orang yang hina ini dan yang hampir tidak
dapat menjelaskan (perkataannya)?" (QS. az-Zukhruf: 52)
Demikianlah
pernyataan Fir'aun kepada Musa. Terdapat kesesuaian antara pendapat
Fir'aun dan Qarun terhadap Musa. Sesuai dengan kedudukan sosial dan
kekayaannya, Qarun menjadi sahabat Fir'aun dan mendukung rezim
kekuasaannya. Bukan hanya Qarun, Fir'aun dan Haman yang menjadi tawanan
khayalan ini, bahkan kaum Fir'aun pun memiliki pendapat yang sama.
Yakni, bagi orang-orang Mesir, Musa hanya sekadar seorang tukang sihir
yang mengalahkan jagojago sihir lainnya. Namun ini tidak berarti bahwa
masyarakat Mesir tidak memiliki keutamaan sedikit pun. Di tengah-tengah
masyarakat Mesir masih terdapat orang yang beriman kepada Nabi Musa
namun ia menyembunyikan keimanannya karena khawatir terhadap kejahatan
Fir'aun.
Di sana juga
ada orang yang bertanya-tanya dengan kebodohan: Jika Allah SWT memang
mencintai Musa lalu mengapa ia dijadikan seorang yang fakir. Qarun
menjadi fitnah atau cobaan di tengah-tengah kaumnya dan juga bagi
orang-orang Mesir. Ketika Qarun keluar dengan membawa pesona dunianya
maka orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia berkata:
"Maka
keluarlah Qarun kepada haumnya dengan kemegahannya. Berkatalah
orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: 'Moga-moga kiranya kita
mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia
benar-benar mempunyai keberuntungan yangbesar." (QS. al-Qashash: 79)
Sedangkan
orang-orang yang berakal sehat—biarpun jumlah mereka sedikit—mereka
memandang bahwa kekayaan Qarun yang begitu luar biasa tidak berarti
sedikit pun di sisi Allah SWT. Allah SWT tidak memandang kekayaan yang
banyak jika jiwa manusia menjadi gelap karenanya. Di tengah-tengah
keadaan yang demikian sulit, Nabi Musa menghadapi Qarun yang
menentangnya. Musa sebagai seorang Nabi mesti menunjukkan sikap yang
baik dan kesucian yang agung. Tampaknya Qarun sepakat dengan Fir'aun
untuk berusaha menjatuhkan Musa di depan pengikutnya dengan tuduhan yang
berlawanan dengan kesuciannya.
Akhirnya,
pada suatu hari Nabi Musa dikagetkan dengan suatu tuduhan di mana ada
seorang wanita yang menuduhnya berbuat tidak senonoh kepadanya dan
mengatakan bahwa Musa pernah tidur bersamanya kemarin. Kami kira Nabi
Musa sangat kaget dengan tuduhan ini dan beliau tidak mengetahui apa
yang dikatakannya atau bagaimana beliau membela dirinya menghadapi
tuduhan seperti itu. Kemungkinan besar beliau salat dan menghadap Allah
SWT. Kemudian beliau menemui wanita itu dan bertanya, mengapa ia
menuduhkan padanya sesuatu yang tidak benar. Tiba-tiba wanita itu
menangis dan meminta ampun kepada Musa. Ia memberitahu Musa bahwa Qarun
memberinya uang sebagai imbalan atas fitnah yang ditebarkannya terhadap
Musa. Mendengar itu, Musa mendoakan buruk buat Qarun. Kemudian Allah SWT
berkehendak untuk mendatangkan mukjizat di saat yang tepat yang
menjelaskan kepada manusia bahwa Dia Maha kuasa, Maha kuat, dan Maha
Perkasa, dan bahwa harta hanya sebagian ujian dan fitnah, bukan sebagai
suatu keutamaan yang dengannya manusia dapat dinilai.
Mukjizat
yang Allah SWT turunkan adalah membinasakan Qarun dan menenggelamkan
rumahnya dan hartanya. Qarun keluar untuk menemui kaumnya dengan
menampakkan pesona dunianya. Lalu bumi terbelah di bawah kakinya dan
Qarun pun tersungkur di bumi. Kami tidak mengetahui apakah itu gempa
yang pertama kali terjadi atau itu adalah gempa yang Allah SWT
perintahkan kepada bumi untuk terjadi. Yang kita ketahui adalah bahwa
bumi terbelah dan ia menelan Qarun. Bumi menenggelamkan istana-istana
Qarun, hewan-hewan ternaknya, emasnya, peraknya dan semua kekayaannya
serta orang dekatnya.
Sebagian
dongeng mengatakan bahwa itu terjadi di Fuyum, dan danau Qarun adalah
yang dikenal orang-orang Mesir dengan nama ini. Ia adalah tempat yang
dihuni oleh Qarun dan menjadi tempat istananya dan tempat menyimpan
hartanya. Alhasil, Al-Qur'an al-Karim tidak menentukan tempat datangnya
azab ini dan tidak juga menyebut kapan itu terjadi. Al-Qur'an hanya
menceritakan apa yang terjadi. Tentu penentuan tempat dan waktu bukan
sesuatu yang penting tetapi yang penting adalah pelajaran yang terjadi
itu.
Allah SWT berfirman dalam surah al-Qhashash:
"Sesungguhnya
Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap
mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta
yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang
kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: 'Janganlah kamu
terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
terlalu membanggakan diri.' Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kabahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Qarun berkata: 'Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu
yang ada padaku.' Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasannya Allah
sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat
daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidakkah perlu
ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.
Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah
orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: 'Moga-moga kiranya kita
mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia
benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar. Berkatalah orang-orang
yang dianugerahi ilmu: 'Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah
adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan
tidak diperoleh pahala itu, kecuali orang-orang yang sabar.' Maka Kami
benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya
suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah, dan tiadalah
ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). Dan jadilah
orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu, berkata:
"Aduhai benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki
dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan
karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula).
Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat
Allah).' Negeri akhirat itu. Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak
ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan
kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. " (QS.
al-Qashash: 76-83)
Orang-orang
dahulu banyak membicarakan ilmu ini yang Qarun mengklaim bahwa ia
diberi ilmu itu. Sebagian mereka mengatakan bahwa itu adalah ilmu kimia
yang dengannya Qarun mampu mengubah tembaga menjadi emas. Sebagain lagi
mereka mengatakan bahwa Qarun mengetahui ismullah al-A'zham (nama Allah
yang agung) lalu ia menggunakannya untuk mengubah bahan-bahan itu
menjadi emas. Tetapi orang-orang yang berakal dari kalangan orang-orang
dahulu membantah hal itu. Menurut mereka, Qarun tidak mengetahui
ismullah al-A'zham. Qarun adalah seorang munafik. Mereka juga tidak
percaya bahwa Qarun dapat membuat racikan kimia.
Kami
kira, ini semua adalah dongengan semata yang tidak layak untuk
menjelaskan sebab-sebab kekayaannya. Menurut hemat kami, Qarun adalah
seorang yang lalim di mana ia melakukan pekerjaan yang tidak sehat. Dan
boleh jadi ia memanfaatkan persahabatan dengan Fir'aun untuk mendapatkan
fasilitas-fasilitas dari Fir'aun. Dan karena persahabatan itu, ia
berani menentang Musa. Qarun melakukan kejahatan di sana-sini dan
karenanya ia mengatakan bahwa harta yang diperolehnya adalah hasil dari
kerja kerasnya dan ilmunya. Qarun telah membuat kebohongan dan kelaliman
dan ia mendapatkan kekayaan dengan cara-cara yang tidak sehat.
Penyimpangan
dari keimanan kepada Allah SWT meskipun seujung rambut pada akhirnya
menyeret manusia kepada sikap kesombongan. Manusia itu akan menentang
kebenaran dan ia tidak mampu lagi mengikuti kebenaran sehingga pada
gilirannya sesuatu yang bohong pun akan menjadi laksana sesuatu yang
realis-tis dan tidak perlu lagi dipersoalkan. Belum lama Qarun
menda-patkan siksa sehingga orang-orang mukmin yang mengikuti Nabi Musa
merasakan kelapangan yang sebelumnya mereka merasa tertindas.
Orang-orang Mesir dan anak-anak Israil menyaksikan mukjizat ini.
Akhirnya,
pertentangan antara Fir'aun dan Nabi Musa mencapai puncaknya. Fir'aun
meyakini bahwa Musa sangat mengancam kekuasaannya. Musa—sebagaimana
nabi-nabi yang lain—membawa ajarannya dengan penuh kelembutan tetapi
ketika ia berhadapan dengan puncak kejahatan dan sumber-sumber yang
lalim maka ia tidak segan-segan untuk menghancurkannya. Nabi Musa
menantang sumber kejahatan di zamannya, yaitu Fira'un. Kemudian Fir'aun
melontarkan ide untuk membunuh Musa. Fir'aun mengira bahwa membunuh Musa
adalah cara satu-satunya untuk menyelesaikan masalahnya:
"Dan
berkata Fir'aun (kepada pembesar-pembesarnya): 'Biarkanlah aku membunuh
Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya aku
khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka
bumi.'" (QS. al-Mu'min: 26)
Kita
perhatikan bahwa Fir'aun berusaha untuk mencegah orang-orang yang
menuju kebenaran; Fir'aun berusaha memberhentikan tugas para nabi; ia
berusaha menyesatkan manusia dengan mengatakan bahwa justru Musa yang
ingin menyesatkan mereka; ia mengusulkan kepada para menterinya dan para
pembesarnya untuk membiarkannya membunuh Musa. Tentu ia tidak membunuh
Musa dengan tangannya sendiri tetapi ia hanya sekadar melontarkan
pikiran untuk membunuhnya di depan mereka dan yang melaksanakan hal
tersebut adalah para pejabat istana. Kami kira Haman sangat berperan
dalam pelaksanaan ide ini. Kemudian terbentuklah kelompok orang-orang
munafik yang mendukung ide Fir'aun ini.
Ide
tersebut hampir segera dibenarkan kalau tidak ada seorang dari keluarga
Fir'aun. Ia adalah seorang lelaki dari kalangan pejabat negara yang
terpandang. Al-Qur'an tidak menyebutkan namanya karena namanya tidak
begitu penting dan begitu juga ia tidak menyebutkan sifatnya karena
sifatnya tidak begitu penting. Al-Qur'an hanya menceritakan keadaan
lelaki ini yang menyembunyikan keimanannya. Ia berbicara di
tengah-tengah perkumpulan yang di situ disampaikan ide untuk membunuh
Musa. Kemudian ia menghentikan ide gila itu dan berusaha meruntuhkan ide
itu. Ia berkata bahwa Musa hanya mengatakan bahwa Allah SWT adalah
Tuhannya, lalu untuk mendukung pernyataannya itu ia membekali dirinya
dengan bukti-bukti yang jelas yang menunjukkan bahwa ia benar-benar
seorang rasul. Kemudian ada dua kemungkinan dan tidak ada kemungkinan
ketiga: pertama bahwa Musa adalah seorang pembohong, kedua ia seorang
yang benar. Jika ia seorang pembohong maka kebohongannya itu akan
kembali kepada dirinya sendiri dan ia tidak melakukan sesuatu yang
karenanya ia harus dibunuh. Namun jika ia benar lalu kita membunuhnya
maka gerangan apa yang akan menjamin kita dari keselamatan terhadap azab
yang dijanjikannya? Seorang mukmin yang menyembunyikan keimanannya itu
berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya hari ini kita berada di
tempat-tempat kekuatan sebagaimana yang dialami oleh Qarun di mana ia
memiliki kekayaan dan kekuatan kemudian terjadilah apa yang terjadi
padanya. Siapakah yang akan menyelamatkan kita dari azab Allah SWT
ketika datang? Siapakah yang dapat menolong kita dari siksaan-Nya jika
menimpa kita? Tindakan melampaui batas kita dan usaha kita untuk
membohongkan kebenaran telah membuat kita rugi."
Perkataan
lelaki mukmin itu memuaskan para hadirin. Orang lelaki itu adalah
seseorang yang tidak begitu menampakkan loyalitasnya kepada Fir'aun. Ia
bukan dari kalangan pengikut Musa. Tampaknya ia berbicara dengan
motifasi untuk mempertahankan kekuasaan Fir'aun, dan menurutnya tidak
ada sesuatu yang dapat menjatuhkan kekuasaan Fir'aun seperti kebohongan
dan tindakan yang melampaui batas dan membunuh jiwa-jiwa yang tidak
berdosa.
Dari sinilah
kata-kata lelaki mukmin itu memancarkan kekuatannya yang cukup
mempengaruhi Fir'aun, para menterinya, dan anak buahnya. Meskipun ide
Fir'aun untuk membunuh Musa digagalkan oleh lelaki mukmin itu, namun
Fir'aun mengatakan kata-kata bersejarahnya yang kemudian menjadi contoh
dari sikap orangorang yang lalim:
"Fir'aun
berkata: Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku
pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selainjalan yang
benar.'" (QS. al-Mu'min: 29)
Demikianlah
pernyataan para penguasa yang lalim ketika mereka menghadapi masyarakat
mereka. Aku tidak melihat pendapatku kecuali sesuai dengan apa yang aku
pertimbangkan. Ini adalah pendapat kami yang khusus. Ia merupakan
pendapat yang membimbing kalian menuju jalan petunjuk, sedangkan
pendapat lainnya salah. Oleh karena itu, kita harus tetap melawannya dan
membinasakannya. Allah SWT menceritakan sikap demikian ini dalam surah
Ghafir:
"Dan seorang
laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir'aun yang
menyembunyikan imannya berkata: 'Apakah kamu akan membunuh seorang
laki-laki karena dia menyatakan: 'Tuhanku ialah Allah,' padahal dia
telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu.
Dan jika ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa)
dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar niscaya sebagian (bencana)
yang diancamhannya kepadamu akan menimpamu.' Sesungguhnya Allah tidak
menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta. (Musa
berkata): 'Hai kaumku, untukmulah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa
di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah jika
azab itu menimpa kita!' Fir'aun berkata: 'Aku tidak mengemukakan
kepadamu, melainkan apa saja yang aku pandang baik; dan aku tiada
menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar.'" (QS. al-Mu'min 28-29)
Perdebatan
tersebut tidak berhenti pada batas ini. Fir'aun mengutarakan
kata-katanya tetapi seorang mukmin itu tetap tidak puas dengannya,
kemudian lelaki mukmin itu kembali berbicara:
"Dan
orang yang beriman itu berkata: 'Hai kaumku, sesungguhnya aku khawatir
kamu akan ditimpa (bencana) seperti kehancuran golongan yang bersekutu.
(Yakni) seperti keadaan kaum Nuh, Ad Tsamud dan orang-orang yang datang
sesudah mereka. Dan Allah tidak akan menghendaki berbuat kelaliman
terhadap hamba-hamba-Nya. Hai kaumku, sesungguhnya aku khawatir
terhadapmu akan siksaan hari panggil-memanggil, (yaitu) hari (ketika)
kamu (lari) berpaling ke belakang, tidak ada bagimu seorang pun yang
menyelamatkan dirimu dari (azab) Allah, dan siapa yang disesatkan Allah,
niscaya tidak ada baginya seorang pun yang akan mernberi petunjuk. Dan
sesungguhnya telah datang Yusuf kepadamu dengan membawa
heterangan-keterangan, tetapi kamu senantiasa dalam keraguan ten-tang
apa yang dibawanya kepadamu, hingga ketika dia meninggal, kamu berkata:
'Allah tidak akan mengirimkan seorang (rasul pun) sesudahnya.
Demikianlah Allah menyesathan orang-orang yang melampaui batas dan
ragu-ragu. (Yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa
alasan yang sampai kepada mereka. Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di
sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah
mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang." (QS.
al-Mu'min: 30-35)
Kita
perhatikan dalam pembicaraan tersebut terdapat perbedaan dengan
pembicaraan sebelumnya. Lelaki mukmin itu berusaha menguraikan pada
pembicaraan akhirnya tentang bukti-bukti sejarah. Ia menyampaikan kepada
Firaun dan kaumnya argumentasi-argumentasi yang cukup untuk menunjukkan
kebenaran Musa. Ia memperingatkan mereka agar jangan sampai mengganggu
Musa. Sebelum masa mereka, terdapat umat-umat yang menentang rasul-rasul
yang dikirim oleh Allah SWT, lalu Allah SWT menghancurkan mereka.
Mereka adalah kaum Nuh, kaum 'Ad, dan kaum Tsamud. Zaman mereka tidak
terlalu jauh dengan zaman sekarang.
Sejarah
Mesir menunjukkan bukti kebenaran ucapannya di mana Nabi Yusuf datang
dengan membawa bukti yang jelas kemudian terdapat orang-orang yang
merugikan dakwahnya lalu mereka beriman padanya setelah keselamatan
hampir saja tercabut dari mereka. Lalu apa keanehan di balik pengutusan
para rasul dari Allah SWT? Sejarah masa lalu harus menjadi bahan
renungan. Bukankah kelompok minoritas orang-orang mukmin memperoleh
kemenangan ketika mereka benar-benar beriman atas kelompok mayoritas
yang kafir? Bukankah Allah SWT telah menghancurkan orang- orang kafir?
Allah SWT menenggelamkan mereka dengan topan dan Allah SWT menghancurkan
mereka dengan kilat atau Allah SWT menenggelamkan mereka dalam bumi.
Apa yang kita tunggu sekarang dan dari mana kita tahu bahwa usaha kita
membela Fir'aun mati-matian akan membawa keuntungan bagi kita semua?
Pembicaraan
lelaki mukmin yang intelektual itu mengandung beberapa peringatan yang
mengerikan. Tampaknya ia berhasil memuaskan para hadirin bahwa ide
membunuh Musa adalah ide yang tidak aman. Atau dengan kata lain, itu
adalah ide yang yang tidak menjamin keselamatan mereka. Oleh karena itu,
ide tersebut hendaklah ditinggalkan. Setelah itu, lelaki mukmin itu
berusaha untuk menunjukkan kepada mereka kebenaran yang dibawa oleh
Musa. Ia yang semula menggunakan bahasa isyarat, kini berusaha untuk
menggunakan bahasa yang terang dan gamblang. Ia telah berani menampakkan
kebenaran:
"Orang
yang beriman itu berkata: 'Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan
menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya
kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya
akhirat itulah negeri yang kekal. Barangsiapa mengerjakan perbuatan
jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan
itu. Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun
perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga,
mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.'" (QS. al-Mu'min: 38-40)
Akhirnya,
keimanan lelaki mukmin itu pun tersingkap. Ia diketahui sebagai seorang
mukmin yang tidak lagi menyembunyikan keimanannya. Pada akhir
pembicaraannya, ia menegaskan:
"Hai
kaumku, bagaimanakah kamu, aku menyeru kamu kepada keselamatan, tetapi
kamu menyeru aku ke neraka? (Mengapa) kamu menyeruku kafir kepada Allah
dan mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidak aku ketahui padahal aku
menyeru kamu (beriman) kepada Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun?
Sudah pasti bahwa apa yang kamu seru supaya aku (beriman) kepadanya
tidak dapat memperkenankan seruan apa pun baik di dunia maupun di
akhirat. Dan sesungguhnya kita kembali kepada Allah dan sesungguhnya
orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni neraka. Kelak
kamu akan mengingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu. Dan aku
menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan
hamba-hamba-Nya." (QS. al-Mu'min: 41-44)
Lelaki
mukmin itu mengakhiri pembicaraan dengan kata-kata yang berani ini.
Kami kira, Allah SWT telah mengirim lelaki mukmin ini dari kalangan
Fir'aun agar Fir'aun melupakan Musa. Konteks Al-Qur'an menyingkap bahwa
lelaki ini merupakan salah seorang intelektual Mesir yang mengetahui
sejarah dan mampu menganalis serta memiliki kemampuan untuk
menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa yang lain sehingga ia
mengetahui sebab-sebab dan akhir dari suatu peristiwa.
Orang
yang beriman itu mampu menggiring akal mereka menuju kebenaran. Fir'aun
tersibukkan dengan lelaki mukmin ini hingga beberapa saat ia lupa untuk
memikirkan Musa. Lelaki mukmin itu berasal dari keluarga Fir'aun. Ia
adalah kerabat dekatnya dan salah seorang pejabat negaranya.
Keimananannya terhadap kebenaran menjadikan istana Fir'aun terbagi
menjadi dua kubu: kubu pro Musa dan kubu anti Musa. Ini berarti
kemenangan yang besar bagi Musa. Karena itu, membunuh lelaki mukmin itu
akan mengganggu atau menggoyangkan keberadaan cendikiawan Mesir di mana
ia adalah salah seorang dari mereka.
Demikianlah,
Fir'aun menghadapi problem yang rasa-rasanya sulit atau mustahil untuk
terpecahkan. Membunuh lelaki mukmin itu tidak akan memberikan dampak
yang baik, begitu juga membiarkannya hidup juga tidak rnemberikan dampak
yang baik. Akhirnya, mereka membikin suatu konspirasi untuk
menyingkirkannya. Kemudian di sinilah bimbingan Allah SWT diturunkan:
"Maka
Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir'aun
beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk." (QS. al-Mu'min:
45)
Untuk beberapa
saat, Fir'aun disibukkan dengan problem baru ini, tetapi Fir'aun adalah
Fir'aun. Ia tetap memakai busana kesombongannya; ia tetap menyiksa Bani
Israil, menghina mereka dan menodai kehormatan wanita-wanita serta
membunuh anak-anak. Akhirnya, tibalah waktunya bagi Allah SWT untuk
bersikap keras kepada keluarga Fir'aun. Allah SWT menurunkan bencana
kepada mereka dan menakut-nakuti mereka dengan azab sehingga mereka
mengurungkan niat untuk menghancurkan Musa dan laki-laki mukmin itu, dan
sebagai pembuktian atas kebenaran kenabian Musa. Allah SWT menurunkan
tahun-tahun yang kering dan tandus kepada orang-orang Mesir di mana bumi
tampak kering kerontang dan sungai Nil pun mengering hingga buah-buahan
jarang sekali ditemukan dan harga semakin mencekik leher. Akibatnya,
kelaparan melanda di sana-sini. Dalam keadaan demikian, orang-orang
Mesir menganggap bahwa kehidupan mereka terancam. Adalah hal yang maklum
bahwa siksa yang seperti ini akan selalu menimpa manusia ketika mereka
berpaling dari keimanan dan takwa.
Allah SWT berfirman:
"Jikalau
sekitarnya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi
mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya." (QS. al-A'raf: 96)
Hukum
yang lama diberlakukan atas penduduk Mesir karena dua sebab: pertama,
sikap dingin mereka terhadap pembunuhan yang dilakukan Fir'aun kepada
para tukang sihir, kedua, sikap dingin mereka terhadap kelaliman
penguasa mereka. Aneh sekali ketika kaum Fir'aun mengembalikan masa
paceklik ini dan musibah kelaparan ini pada suatu sebab yang sangat
mengherankan. Mereka mengatakan bahwa apa yang menimpa mereka karena
kesialan yang dibawa oleh Musa. Kelaparan yang melanda mereka,
kefakiran, dan kekurangan buah-buahan yang mereka rasakan saat ini
adalah disebabkan oleh adanya Musa di tengah-tengah mereka.
Kemudian
kefakiran mereka semakin meningkat dan mereka semakin menjauh dari
kebenaran. Mereka meyakini bahwa sihir Musa adalah yang bertanggung
jawab terhadap apa yang menimpa mereka pada musim paceklik ini. Mereka
mengira dengan kebo dohan mereka bahwa kekeringan yang melanda negeri
mereka adalah sebagai alat atau kekuatan yang digunakan oleh Musa untuk
menyihir mereka. Namun perlu diperhatikan bahwa pemikiran demikian tidak
mewakili pemikiran umumnya masyarakat saat itu, tetapi pemikiran ini
datang dan dihembuskan oleh kelompok-kelompok yang berkuasa. Akhirnya,
Allah SWT menurunkan azab yang lebih keras kepada mereka. Allah SWT
berfirman:
"Dan
sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan
(mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan,
supaya mereka mengambil pelajaran. Kemudian apabila datang kepada mereka
kemakmuran, mereka berkata: 'Ini adalah karena (usaha) kami.' Dan jika
mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada
Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan
mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan nereka
tidak mengetahuinya. Mereka berkata: 'Bagaimanapun kamu mendatangkan
keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu maka,
kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu.' Maka Kami kirimkan kepada
mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang
jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum
yang berdosa. (QS. al-A'raf: 130-133)
Allah
SWT mengirimkan berbagai macam azab dengan harapan agar mereka kembali
kepada Allah SWT dan melepaskan Bani Israil serta membiarkan mereka
pergi bersama Musa. Allah SWT mengirim topan kepada mereka. Setelah masa
paceklik, datanglah tahun yang penuh dengan air sehingga bumi pun
tenggelam dengan air sehingga mereka tidak dapat bercocok tanam. Setelah
mereka disiksa dengan sedikitnya air maka kali ini mereka mendapatkan
limpahan air yang luar biasa. Mereka segera datang kepada Nabi Musa
sambil berkata:
"Dan
ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) mereka pun
berkata: 'Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan
(perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu.
Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu dari kami, pasti
kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani Israil pergi
bersamamu.'" (QS. al-A'raf: 134)
Kemudian
Nabi Musa berdoa kepada Tuhannya sehingga azab disingkirkan dari
mereka. Air yang memancar dengan dahsyat itu berhenti dan bumi kembali
mengambil air yang cukup sehingga layak untuk dibuat bercocok tanam.
Nabi Musa meminta kepada mereka untuk mewujudkan janji mereka, yaitu
melepaskan tawanan Bani Israil. Tapi mereka tidak memenuhinya. Kemudian
datanglah tanda kebesaran yang lain yaitu dalam bentuk turunnya
belalang. Allah SWT mengirim sekawanan belalang yang memenuhi tanaman
dan buah-buahan. Ketika belalang-belalang itu terbang maka
tanaman-tanaman mereka dan buah-buahan mereka tersembunyi dari pandangan
karena saking banyaknya belalang-belalang itu. Belalang itu memakan
makanan orang-orang Mesir.
Melihat
keadaan demikian, mereka pun pergi ke Musa dan meminta kepadanya agar
berdoa kepada Tuhannya agar menyingkirkan siksaan ini dari mereka dan
mereka berjanji untuk melepaskan padanya Bani Israil. Nabi Musa pun
lagi-lagi berdoa kepada Tuhannya sehingga Allah SWT menyingkirkan azab
itu dari mereka. Dan belalang-belalang itu kembali ke tempat asalnya.
Mereka dapat menanami kembali bumi dengan baik. Lalu Nabi Musa meminta
kepada mereka untuk melepaskan Bani Israil namun mereka
menunda-nundannya sehingga Nabi Musa mengetahui bahwa sebenarnya mereka
tidak serius untuk memenuhi janji mereka.
Kemudian
datanglah siksaan Allah SWT yang lain, yaitu dikirim-Nya berbagai macam
hama. Tersebarlah hama yang membawa penyakit. Lagi-lagi mereka datang
kepada Nabi Musa dan mengulangi janji mereka dan Nabi Musa pun berdoa
kepada Allah SWT. Kali ini mereka pun tetap mengingkari janji mereka.
Lalu datanglah siksaan Allah SWT yang lain dalam bentuk dikirim-Nya
katak di mana bumi dipenuhi dengan katak. Katak itu melompat-lompat ke
sana-sini dan memenuhi makanan orang-orang Mesir serta berada di rumah
mereka sehingga mereka sangat terganggu dengan kehadiran katak-katak
liar itu. Lagi-lagi mereka menemui Nabi Musa dan kembali mengulangi
janji mereka dan meminta padanya agar ia berdoa kepada Tuhannya agar
Allah SWT menyingkirkan azab dari mereka. Tetapi mereka pun tetap
mengingkari janji mereka.
Selanjutnya,
Allah SWT menurunkan azab yang lain yaitu darah di mana sungai Nil
berubah menjadi darah sehingga tidak seorang pun dapat meminumnya. Kita
ketahui bahwa mukjizat-mukjizat pertama berupa sesuatu yang biasa
terjadi pada tanaman. Berkurangnya air Nil atau bertambahnya air
tersebut atau serangan belalang atau hama dan katak, semua ini adalah
bukan hal baru bagi orang-orang Mesir. Yang baru adalah kejadian ini
terjadi dengan sangat tiba-tiba dan sangat mencekam. Sedangkan mukjizat
atau azab yang lain adalah azab yang tidak biasa terjadi di daerah
Mesir, yaitu azab yang belum pernah terjadi sebelumnya di mana air
sungai Nil berubah menjadi darah.
Perubahan
sungai itu menjadi darah hanya terjadi di kalangan orang-orang Mesir
sedangkan Musa dan kaumnya dapat meminum airnya seperti biasanya. Namun
ketika seorang Mesir memenuhi tempat gelasnya dengan air maka ia akan
mendapati bahwa gelasnya penuh dengan darah. Melihat peristiwa tersebut,
orang-orang Mesir terguncang sebagaimana istana Fir'aun juga terguncang
melihat siksa yang mengerikan dan baru ini. Lagi-lagi mereka menuju ke
Nabi Musa dan meminta kepadanya agar berdoa kepada Tuhannya dan mereka
berjanji pada kali ini untuk membebaskan orang-orang Bani Israil. Nabi
Musa pun berdoa kepada Tuhannya sehingga azab itu disingkirkan dari
orang-orang Mesir. Meski demikian. istana Fir'aun tidak mengizinkan Musa
untuk menemui kaumnya dan pergi bersama mereka. Lalu bagaimana sikap
Fir'aun sendiri? Fir'aun tetap menunjukkan pembangkangannya dan
kesombongannya. Fir'aun mengumumkan di tengah-tengah kaumnya bahwa dia
tuhan. Bukankah—kata Fir'aun—dia memiliki kerajaan Mesir dan
sungai-sungai ini mengalir di bawah kekuasaannya? Fir'aun memberitahu
bahwa Musa adalah tukang sihir yang bohong dan ia hanya seorang fakir
yang tidak mampu menggunakan satu kalung emas dan satu gelang emas.
Allah SWT berfirman:
"Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa mukjizat-mukjizat
Kami kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Maka Musa berkata:
'Sesungguhnya aku adalah dari utusan Tuhan seru sekalian alam. Maka
tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami
dengan serta merta mereka menertawakannya. Dan tidakkah Kami perlihatkan
kepada mereka sesuatu mukjizat kecuali mukjizat itu lebih besar dari
mukjizat-mukjizat sebelumnya. Dan Kami timpakan kepada mereka azab
supaya mereka kembali (kejalan yang benar). Dan mereka berkata: 'Hai
ahli sihir berdoalah kepada Tuhanmu untuk (melepaskan) kami sesuai
dengan apa yang telah dijanjikan-Nya kepadamu; sesungguhnya hami (jika
doamu dikabulkan) benar-benar akan nienjadi orang yang mendapat
petunjuk. Maka tatkala Kami menghilangkan azdb itu dari mereka, dengan
serta merta mereka memungkiri (janjinya). Dan Fir'aun berseru kepada
kaumnya (seraya) berkata: 'Hai kaumku, bukankah herajaan Mesir ini
kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka
apakah kamu tidak melihat(nya)?' Bukankah aku lebih baik dari orang yang
hina ini dan yang hampir tidak dapat dijelaskan (perkataannya)? Mengapa
tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau malaikat datang
bersama-sama dia untuk mengiringkannya.' Maka Fir'aun mempengaruhi
kaumnya dengan (perkataannya itu) lalu mereka patuh kepadanya.
Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik." (QS. az-Zukhruf: 46-54)
Perhatikanlah
ungkapkan Al-Qur'an: Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya dengan
(perkataannya itu) lalu mereka patuh kepadanya. Fir'aun memenjara akal
mereka, membelenggu kebebasan mereka, dan menutup masa depan mereka yang
cerah. Fir'aun menodai kemanusiaan mereka sehingga mereka menaatinya.
Bukankah ketaatan ini aneh? Namun keanehan ini hilang ketika kita
mengetahui bahwa mereka adalah orang-orang yang fasik. Kefasikan
menja-dikan seseorang tidak peduli dengan masa depannya dan
kepentingannya serta urusannya. Pada akhirnya, ia akan mendapati
kehancuran. Demikianlah yang terjadi pada kaum Fir'aun.
Allah SWT berfirman:
"Maka
tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereha lalu Kami
tenggelamkan mereka semuanya (di laut), dan Kami jadikan mereka sebagai
pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang kemudian." (QS. az-Zukhruf:
55-56)
Tampak jelas
bahwa Fir'aun tidak beriman kepada Musa. Fir'aun tidak menghentikan
usaha untuk menyiksa Bani Israil dan ia tetap merendahkan kaumnya. Maka
melihat kenyataan yang demikian, Musa dan Harun berdoa buruk untuk
Fir'aun:
"Musa
berkata: 'Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada
Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya dengan perhiasan dan harta kekayaan
dalam kehidupan dunia, ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan
(manusia) darijalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda
mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga
mereka melihat siksaan yang pedih.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya telah
diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua
padajalan yang lurus dan janganlah sekali-kali mengikuti jalan
orang-orang yang tidak mengetahui.'" (QS. Yunus: 88-89)
Kemudian
datanglah izin kepada Nabi Musa untuk meninggalkan Mesir dengan
disertai oleh kaumnya yang mengikutinya. Sikap kaum Nabi Musa sangat
aneh. Tidak semua kaumnya beriman kepadanya. Allah SWT berfirman:
"Maka
tidak ada yang beriman kepada Musa, melaikan pemuda-pemuda dari kaumnya
(Musa) dalam keadaan takut bahwa Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya akan
menyiksa mereka. Sesungguhnya Fir'aun itu sewenang-wenang di muka bumi.
Dan sesungguhnya dia termasuk orang-orangyang melampaui batas." (QS.
Yunus: 83)
Selesailah
urusan. Allah SWT telah menetapkan untuk membuat suatu keputusan hukum
terhadap Fir'aun. Allah SWT memerintahkan kepada Musa untuk keluar dan
mengizinkan Bani Israil untuk pergi. Mereka bersiap-bersiap untuk keluar
dan pergi bersama Musa. Mereka membawa perhiasan-perhiasan mereka lalu
datanglah malam kepada mereka. Nabi Musa berjalan bersama mereka dan
menyeberangi Laut Merah dan menuju ke negeri Syam. Sementara itu, utusan
Fir'aun dan intelejennya bergerak. Sampailah berita kepada Fir'aun
bahwa Musa telah pergi beserta kaumnya. Fir'aun mengeluarkan perintahnya
di segenap penjuru kota agar pasukan yang besar berkumpul. Fir'aun
menyampaikan alasan yang aneh di balik pengumpulan tentara itu
sebagaimana disampaikan oleh Al-Qur'an:
"Dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita. " (QS. asy-Syu'ara': 55)
Fir'aun
telah naik pitam melihat aksi Musa. "Secara pribadi aku telah marah
padanya. Jumlah mereka sedikit namun kemarahan kita terhadap mereka
sungguh banyak. Kalau demikian, ini adalah peperangan." Fir'aun
benar-benar seorang penjahat kelas kakap. Ia tidak berusaha
menyembunyikan niatnya di balik kata-kata besarnya. Misalnya, secara
diplomatis ia dapat mengatakan bahwa keamanan kerajaan terancam atau
sistem ekonomi akan hancur jika para pekerja ini yang digaji dengan
sangat murah ini akan keluar. Fir'aun tidak mengatakan semua itu tetapi
ia hanya menyatakan bahwa ia sedang emosi. Nabi Musa membuatnya naik
pitam dan ini sudah cukup untuk mengeluarkan perintah agar para tentara
dikumpulkan. Manusia membenarkan tindakan Fir'aun untuk seribu kalinya
setelah membohongkannya. Tiada seorang pun yang menentangnya dan tidak
ada seorang pun yang mempersoalkan sebab sepele di balik pengumpulan
tentara itu.
Akhirnya,
bergeraklah tentara Fir'aun dengan membawa persenjataan yang lengkap
dan mereka berusaha mengejar Nabi Musa. Fir'aun duduk di atas kendaraan
perangnya dan mengawasi tentara di sekitamya sambil tersenyum.
Barangkali ia membayangkan, jika sejak semula ia melakukan itu maka
gerak-gerik Musa akan dapat dipatahkannya dan ia dapat membunuhnya.
Alhasil, ia sekarang berada di jalan untuk menangkap Musa dan
membunuhnya dan menyelesaikan masalah seluruhnya.
Nabi
Musa berdiri di depan Laut Merah. Tampak dari kejauhan bahwa debu yang
ditebarkan oleh tentara Fir'aun mulai mendekat. Lalu setelah itu tampak
panji-panji tentara. Melihat hal itu, kaum Nabi Musa merasakan
ketakutan. Mereka menghadapi situasi sangat sulit dan berbahaya: di
depan mereka ada laut sementara di belakang mereka ada musuh. Mereka
tidak memiliki kesempatan sedikit pun untuk berperang dengan pasukan
Fir'aun karena mereka hanya terdiri dari wanita-wanita, anak-anak kecil,
dan orang-orang lelaki yang tidak bersenjata. Fir'aun akan menyembelih
mereka semuanya.
Tiba-tiba
terdengarlah teriakan dari kaum Nabi Musa: "Fir'aun akan menyusul kita
dan menangkap kita." Nabi Musa berusaha menenangkan mereka sambil
berkata: "Tidak. Sesungguhnya Tuhanku bersamaku dan Dia pun akan
membimbingiku." Kita tidak mengetahui bagaimana perasaan Nabi Musa saat
itu atau apa yang dipikirkannya. Yang jelas, ia tidak mendapat
kepercayaan seperti ini kecuali setelah Allah SWT mewahyukan kepadanya
agar ia memukulkan tongkatnya ke lautan itu. Kemudian Nabi Musa pun
memukulkan tongkat yang dibawanya kepada lautan itu.
Demikianlah
bahwa kehendak Allah SWT pasti terlaksana meskipun harus bertentangan
dengan logika manusia. Allah SWT ingin menunjukkan mukjizat, kemudian
Allah SWT mewahyukan kepada Musa untuk memukulkan tongkatnya kepada
lautan. Pemukulan tongkat terhadap lautan hanya sekadar sebab yang
kemudian diikuti dengan terbelahnya lautan. Belum sampai Nabi Musa
mengangkat tongkatnya sehingga malaikat Jibril turun ke bumi lalu Nabi
Musa memukulkan tongkatnya ke lautan. Tiba-tiba laut itu terbelah
menjadi dua bagian: satu bagian menjadi kering kerontang di mana di
sebelah kanannya terdapat ombak dan di sebelah kirinya juga terdapat
ombak. Nabi Musa bersama kaumnya berjalan sehingga mereka dapat melewati
lautan. Ini adalah mukjizat yang sangat besar. Ombak bergelombang:
meninggi dan menurun sehingga tampak ada tangan tersembunyi yang
mencegahnya agar jangan sampai menenggelamkan Nabi Musa atau bahkan
membasahinya sekalipun.
Demikianlah
Nabi Musa dan kaumnya berhasil melewati lautan. Sementara itu, Fir'aun
sampai ke lautan. Ia menyaksikan mukjizat ini. Ia melihat lautan
terdapat jalan keringyang terbelah menjadi dua. Fir'aun saat itu
merasakan ketakutan tetapi lagi-lagi keras kepalanya dan
pembangkangannya tetap menyalakan api peperangan sehingga ia menyuruh
pasukannya untuk maju. Ketika Musa selesai menyeberangi lautan, ia
menoleh ke lautan dan ia ingin memukulkan dengan tongkatnya sehingga
kembali sebagaimana mestinya, tetapi Allah SWT mewahyukan kepadanya agar
ia membiarkan lautan seperti semula. Seandainya ia memukulkan
tong-katnya kepada lautan dan laut itu kembali seperti semula niscaya
Nabi Musa akan selamat dan Fir'aun pun akan selamat, sedangkan Allah SWT
telah berkehendak untuk menenggelamkan Fir'aun. Oleh karena itu, Musa
diperintahkan untuk membiarkan lautan seperti semula. Allah SWT
mewahyukan kepadanya:
"Dan biarlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah tentara yang akan ditenggelamkan." (QS. ad-Dukhan: 24)
Fir'aun
bersama tentaranya sampai di tengah lautan. Ia sudah melewati
separuhnya dan ia akan sampai ke tepi yang lain. Kemudian Allah SWT
memerintahkan kepada Jibril. Lalu Jibril menggerakkan ombak sehingga
ombak itu menerpa Fir'aun dan menenggelamkannya beserta tentaranya.
Fir'aun dan tentaranva tenggelam. Pembangkangan telah tenggelam
sedangkan keimanan kepada Allah SWT telah selamat.
Ketika
tenggelam, Fir'aun melihat tempatnya di neraka. Kini. ia sadar dan
tabir telah terkuak di depannya. Fir'aun telah menjemput sakaratul maut.
Ia telah menyadari bahwa Musa adalah seorang yang benar dan ia telah
menyia-nyiakan dirinya dengan menentangnya dan berusaha memeranginya.
Fir'aun berusaha menunjukkan keimanannya.
"Hingga
bila Fir'aun itu hampir tenggelam berkatalah dia: 'Saya percaya bahwa
tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan
saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).'" (QS.
Yunus: 90)
Taubat
Fir'aun tidak berguna dan tidak diterima; taubat yang justru disampaikan
ketika ia menyaksikan azab dan akan memasuki pintu kematian. Jibril
berkata kepadanya:
"Apakah
sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka
sejak dahulu, dan hamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan."
(QS. Yunus: 91)
Yakni,
tidak ada taubat bagimu. Sungguh telah selesai waktu taubat bagimu dan
engkau telah binasa. Selesailah urusan ini dan tiadalah keselamatan
bagimu. Yang selamat hanyalah tubuhmu dan engkau akan dilemparkan oleh
ombak ke tepi sehingga tubuhmu sebagai bukti kebesaran Allah SWT bagi
orang-orang yang hidup sesudahmu:
"Maka
pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi
peringatan bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya
kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami." (QS.
Yunus: 92)
Apa yang terjadi pada Fir'aun merupakan sunatullah yang abadi yang terjadi sebagai pelajaran bagi hamba-hamba Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Maka
tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata: 'Kami beriman hepada
Allah saja dan kami kafir kepada sembahan-sembahan yang telah kami
persekutukan dengan Allah.'" (QS. al-Mu'min: 84)
Allah SWT menceritakan sikap Fir'aun bersama Musa dalam firman-Nya:
"Dan
Kami wahyukan (perintahkan) kepada Musa: 'Pergilah di malam hari dengan
membawa hamba-hamba-Ku (Bani Israil), karena sesungguhnya kamu sekalian
akan disusuli. Kemudian Fir'aun mengirimkan orang yang mengumpulkan
(tentaranya) ke kota-kota. (Fir'aun berkata): 'Sesungguhnya mereka (Bani
Israil) benar-benar golongan kecil kecil, dan sesungguhnya mereka
membuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita, dan sesungguhnya kita
benar-benar golongan yang selalu berjaga-jaga.' Maka Kami keluarkan
Fir'aun dari kaumnya dari taman-taman dan mata air, dan (dari)
perbendaharaan dan kedudukan yang mulia, demikianlah halnya dan Kami
anugerahkan semuanya (itu) kepada Bani Israil. Maka Fir'aun dan bala
tentaranya dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit. Maka setelah
kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa:
'Sesungguhnya kita benar-benar akan disusul.' Musa menjawab:
'Sekali-kali kita tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku,
kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.' Dan di sanalah Kami dekatkan
golongan yang lain. Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang
besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda
yang besar (mukji-zat) dan tetapi adalah kebanyakan mereka tidak
beriman. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa
lagi Maha Penyayang." (QS. asy-Syu'ara': 52-68)
Tersingkaplah
kejahatan dan kelaliman Fir'aun. Ombak lautan menggiring tubuhnya ke
tepi. Kami tidak mengetahui tepi mana yang dimaksud, yang menggiring
tubuh seseorang yang mengaku dirinya sebagai tuhan; seseorang yang tidak
ada seorang pun yang berani menentangnya. Diduga kuat bahwa ombak
menggiring jasadnya ke tepi barat lalu orang-orang Mesir melihatnya dan
mengetahui bahwa tuhan mereka yang mereka sembah, yang mereka taati
adalah sekadar seseorang yang tidak mampu menjauhkan kematian dari
lehernya.
Setelah itu,
orang-orang Mesir mengetahui kebenaran secara sempurna. Al-Qur'an
al-Karim tidak menceritakan kepada kita apa yang mereka perbuat setelah
jatuhnya rezim Fir'aun dan setelah tentaranya tenggelam; Al-Qur'an tidak
menceritakan kepada kita bagaimana reaksi mereka setelah Allah SWT
menghancurkan apa yang diperbuat oleh Fir'aun dan kaumnya dan apa yang
mereka bangun; Al-Qur'an tidak menyinggung semua itu; Al-Qur'an justru
memfokuskan keadaan Musa dan Harun dan bagaimana peristiwa yang dialami
Bani Israil bersama kedua nabi itu.
Fir'aun
Mesir telah mati. Ia tenggelam di hadapan mata orang-orang Mesir dan
Bani Israil. Meskipun ia telah mati, tetapi pengaruhnya tetap membekas
pada jiwa orang-orang Mesir dan Bani Israil. Sungguh sangat sulit untuk
menghilangkan pengaruh kehinaan yang sekian lama atau sekian tahun
tertanam dalam jiwa dan kemudian jiwa itu menjadi mulia. Fir'aun telah
menanamkan pada jiwa Bani Israil sesuatu yang akan kita ketahui dari
ayat-ayat Al-Qur'an. Fir'aun telah membiasakan mereka untuk mendapatkan
kehinaan. Fir'aun telah menghancurkan jiwa mereka dari dalam. Fir'aun
telah merusak suasana rohani mereka yang bersih. Fir'aun telah merusak
fitrah mereka sehingga mereka menyiksa Musa dan menyakiti Musa dengan
sikap penentangan dan kebodohan.
Mukjizat
pembelahan lautan masih segar di pikiran mereka. Pasir-pasir laut yang
basah masih membekas dan masih terdapat dalam sandal-sandal Bani Israil
ketika mereka lewat di depan kaum yang menyembah berhala. Seharusnya
mereka menampakkan kemarahan mereka atas kelaliman terhadap akal, dan
mereka memuji kepada Allah SWT karena mereka mendapatkan petunjuk pada
jalan keimanan dan kebenaran. Tetapi mereka justru menoleh kepada Musa
dan meminta kepadanya agar menjadikan tuhan lain bagi mereka yang dapat
mereka sembah seperti orang-orang itu. Mereka merasa cemburu ketika
melihat orang-orang yang menyembah berhala itu dan mereka pun
menginginkan hal yang sama. Mereka merasakan kerinduan kepada hari-hari
syirik yang lalu yang mereka dapati di bawah naungan Fir'aun. Nabi Musa
mengetahui betapa bodohnya mereka.
Allah SWT berfirman:
"Dan
Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah
mereka sampai pada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani
Israil berkata: 'Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala)
sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).' Musa menjawab:
'Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat
Tuhan).' Sesungguhnya mereka itu akan dihancurhan kepercayaan yang
dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan. Musa menjawab:
'Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain daripada Allah,
padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat. Dan
(ingatlah hai Bani Israil), ketika Kami menyelamatkan kamu dari
(Fir'aun) dan kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab yang sangat jahat,
yaitu mereka merribunuh anak-anak lelakimu dan mem-biarhan hidup
wanita-wanitamu. Dan pada yang demikian itu cobaan yang besar dari
Tuhanmu. " (QS. al-A'raf: 138-141)
Musa
berjalan bersama kaumnya di Saina', yaitu suatu gurun yang di dalamnya
terdapat pohon yang dapat melindungi dari sengatan matahari dan di
dalamnya terdapat makanan dan air. Kemudian rahmat Allah SWT turun
kepada mereka di mana mereka mendapatkan al-Manna dan Salwa dan mereka
dinaungi oleh awan. Al-Manna adalah makanan yang rasanya mendekati
manis dan ia dihasilkan oleh sebagian pohon-pohon yang berbuah di mana
angin membawa kepada mereka rasa demikian ini dari daun-daun pohon.
Allah SWT juga mengirim kepada mereka as-Salwa, yaitu salah satu burung
yang bernama as-Saman.
Ketika
mereka merasakan kehausan yang sangat saat di Saina' tidak ada setetes
air pun maka Nabi Musa memukulkan dengan tongkatnya kepada batu sehingga
batu itu memancarkan dua belas mata air. Bani Israil terbagi menjadi
dua belas cucu maka Allah SWT mengirim air tersebut kepada setiap
kelompok. Meskipun mereka mendapatkan kemuliaan dan kehormatan yang
sedemikian rupa, tetapi lagi-lagi jiwa mereka yang sakit tidak dapat
menyadarkan mereka untuk mensyukuri nikmat-nikmat ini. Mereka justru
mendebat Nabi Musa dan mengatakan bahwa mereka bosan dengan makanan ini
dan mereka ingin memiliki bawang merah dan bawang putih serta
kacang-kacangan. Semua makanan ini adalah makanan tradisional Mesir.
Bani Israil meminta kepada Nabi mereka untuk berdoa kepada Allah SWT dan
mengeluarkan dari bumi makanan-makanan ini. Nabi Musa melihat bahwa
mereka menganiaya diri mereka sendiri, dan Nabi Musa menyadari betapa
mereka merindukan kehinaan mereka saat mereka bersama Fir'aun. Mereka
berani menolak makanan-makanan yang baik dan makanan-makanan yang mulia,
dan sebagai gantinya, mereka malah menginginkan makanan-makanan yang
rendah mutunya. Allah SWT berfirman:
"Dan
ingatlah ketika kamu berkata: 'Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan)
dengan satu macam makanan saja. Sebab itu, mohon-kanlah untuk kami
kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang
ditumbuhkan bumi, yaitu: 'Sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya,
kacang adasnya, dan bawang merahnya.' Musa berkata: 'Maukah kamu
mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik?
Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta.'
Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka
mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu
mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak
dibenarkan. Demikianlah itu (tetjadi) karena mereka selalu berbuat
durhaka dan rrwlampaui batas. " (QS. al-Baqarah: 61)
Nabi
Musa berjalan bersama kaumnya menuju Baitul Maqdis. Nabi Musa
memerintahkan kaumnya untuk memasukinya dan memerangi siapa pun yang ada
di dalamnya serta berusaha menguasai tempat itu. Demikianlah telah
datang ujian terakhir kepada mereka setelah mereka menyaksikan mukjizat
dan ayat-ayat Allah SWT serta hal-hal yang luar biasa. Telah datang saat
ujian kepada mereka untuk berperang—karena mereka sebagai orang-orang
mukmin— melawan kaum penyembah berhala. Namun kaum Nabi Musa menolak
untuk memasuki tanah suci. Nabi Musa berusaha menyadarkan mereka dengan
menceritakan bagaimana nikmat Allah SWT yang turun kepada mereka;
bagaimana Allah SWT menjadikan di tengah-tengah mereka para nabi dan
menjadikan mereka raja-raja yang mewarisi kerajaan Fir'aun; dan
bagaimana mereka diberi suatu kekayaan dan anugerah yang tidak dapat
didapatkan oleh seseorang pun di dalam dunia.
Kaum
Nabi Musa takut kepada peperangan dan beralasan bahwa di dalamnya
terdapat kaum yang perkasa dan mereka tidak akan masuk ke tanah suci
sehingga orang-orang yang kuat itu keluar darinya. Kitab-kitab kuno
mengatakan bahwa mereka keluar dalam jumlah enam ratus ribu. Nabi Musa
tidak dapat mendapatkan seseorang pun di antara mereka yang siap
melakukan peperangan kecuali dua orang. Kedua orang ini berusaha untuk
menyadarkan kaum agar mereka memasuki tanah suci itu dan berperang.
Mereka berdua berkata: "Sungguh hanya sekadar kalian memasuki pintu
darinya maka kalian akan mendapatkan kemenangan." Tetapi Bani Israil
menampakkan ketakutan dan tubuh mereka tampak gemetar.
Pada
kali yang lain—sesuai dengan tabiat mereka—mereka merindukan menyembah
berhala ketika melihat ada kaum yang menyembah berhala. Mereka telah
rusak dan mereka telah kalah dari dalam diri mereka; mereka telah biasa
mendapatkan kehinaan sehingga mereka tidak mampu berperang. Yang tersisa
hanyalah, mereka mampu untuk bersikap tidak sopan pada Nabi Musa as dan
kepada Tuhannya. Kaum Nabi Musa berkata kepadanya dalam kalimat yang
terkenal:
"Pergilah
kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami
hanya duduk menanti di sini saja." (QS. al-Maidah: 24)
Mereka
mengucapkan kata-kata tersebut dengan lantang dan jelas serta tanpa
rasa malu. Nabi Musa mengetahui bahwa kaumnya sangat jauh dari kebaikan.
Fir'aun telah mati tetapi pengaruhnya tetap tertanam dalam jiwa mereka
di mana untuk mengobatinya memerlukan waktu yang lama. Nabi Musa kembali
kepada Tuhannya dan memberitahu-Nya bahwa ia tidak memiliki sesuatu pun
kecuali dirinya dan saudaranya. Nabi Musa berdoa buruk kepada kaumnya
agar Allah SWT memisahkan antara dirinya dan mereka. Allah SWT
menurunkan keputusan-Nya kepada generasi ini yang telah rusak fitrahnya.
Yaitu keputusan yang berupa: mereka disesatkan selama empat puluh tahun
sehingga generasi ini mati atau mereka mencapai usia senja dan kemudian
akan lahir generasi yang baru; generasi yang belum rusak jiwanya dan
mereka akan dapat berperang dan memperoleh kemenangan.
Allah SWT berfirman:
"Dan
(ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: 'Hai kaumku, ingatlah
nikmat Allak atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan
dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikannya kepadamu apa
yang belum pernah diberikan-Nya kepada seseorang pun di antara umat-umat
yang lain.' Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah
ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena
takut kepada musuh) maka kamu menjadi orang-orang yang rnerugi. Mereka
berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya di dalam negeri itu ada orang-orang
yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya
sebelum mereka keluar darinya. Jika mereka keluar darinya, pasti kami
akan memasukinya.' Berkatalah dua orang di antara orang-orangyang takut
(kepada Allah) yangAllah telah memberi nikmat atas keduanya: 'Serbulah
mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu
memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaklah
kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.' Mereka
berkata: 'Hai Musa, kami sekali-kali tidak memasukinya selama-lamanya
selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu,
dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di
sini saja.' Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali
diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan
orang-orang yang fasik itu. 'Allah berfirman: '(Jika demikian), maha
sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun,
(selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang
Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib)
orang-orang yang fasik itu." (QS. al-Maidah: 20-26)
Dimulailah
hari-hari kesesatan. Mereka melewati tempat yang tertutup. Mereka
memulai dari tempat yang mereka akhiri dan sebaliknya. Alhasil, mereka
berjalan tanpa tujuan sepanjang siang-malam, pagi-sore. Mereka memasuki
daratan di daerah Saina'. Nabi Musa kembali ke tempat yang beliau
bertemu di dalamnya untuk pertama kalinya dengan kalimat-kalimat Allah
SWT. Bani Israil turun dari at-Thur, dan Nabi Musa mendaki gunung
sendirian. Di sana diturunkan Taurat dan Tuhannya berdialog dengannya.
Sebelum Nabi Musa naik untuk bertemu dengan Tuhannya, ia menjadikan
saudaranya, Harun, sebagai khalifahnya untuk kaumnya. Harun diangkatnya
sebagai wakilnya yang bertanggung jawab untuk mengurus kaumnya. Dan Musa
pun pergi menuju Tuhannya.
Allah SWT berfirman:
"Dan
telah Kami jadikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu
waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan
sepuluh (malam lagi), maka sempurnakanlah waktu yang telah ditentukan
Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu
Harun: 'Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan
janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan.'"
(QS. al-A'raf: 142)
Orang-orang
dahulu mengatakan bahwa Nabi Musa berpuasa selama tiga puluh hari
sepanjang malam dan siang tanpa mencicipi makanan sedikit pun kemudian
Nabi Musa tidak ingin untuk berdialog kepada Tuhannya sementara mulutnya
dalam keadaan seperti mulut orang yang berpuasa. Lalu beliau memakan
sedikit dari tanaman bumi dan beliau mengunyahnya. Tuhannya berkata
kepadanya: "Mengapa engkau berbuka?" Musa menjawab: "Ya Tuhanku, aku
tidak ingin berbicara denganmu kecuali mulutku dalam keadaan baik
baunya." Allah SWT menjawab: "Tidakkah engkau mengetahui wahai Musa
bahwa mulut orang yang berpuasa di sisi-Ku lebih baik daripada bau
misik. Kembalilah engkau berpuasa selama sepuluh hari kemudian datanglah
kepada-Ku." Nabi Musa as pun melaksanakan perintah-Nya.
Kami
tidak mengetahui secara pasti, mengapa Nabi Musa berpuasa selama empat
puluh malam, bukan tiga puluh hari. Yang kita ketahui bahwa Allah SWT
menambah sepuluh hari yang lain. Setelah itu, turunlah Taurat; turunlah
kepadanya sepuluh wasiat:
1. Perintah untuk hanya menyembah kepada AJlah SWT dan tidak menyekutukan-Nya.
2. Larangan untuk bersumpah bohong atas nama Allah SWT.
3. Menjaga kehormatan pada hari Sabtu. Dengan pengertian, memfokuskan hari Sabtu sebagai hari ibadah.
4. Perintah untuk menghormati ayah dan ibu.
5. Menyadari bahwa Allah SWT yang dapat memberi dan membagi.
6. Janganlah engkau membunuh.
7. Janganlah engkau berzina.
8. Janganlah engkau mencuri.
9. Janganlah memberikan kesaksian yang palsu.
10. Jangan engkau merasa tertipu atau terpikat kepada rumah temanmu atau istrinya atau budaknya atau sapinya atau keledainya.
Para
ulama salaf mengatakan bahwa kandungan sepuluh wasiat ini telah
terdapat dalam dua ayat dalam Al-Qur'an, yaitu dalam firman-Nya:
"Katakanlah:
'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu:
Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah
terhadap kedua ibu dan bapakmu, dan janganlah kamu membunuh anak-anak
kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan
kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang
keji, baik yang tampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan
janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya)
melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.' Demikian itu yang
diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahaminya. Dan
janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang
lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakan takaran dan
timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang
melainkan dengan kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka
hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu), dan
penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu
agar kamu ingat. " (QS. al-An'am: 151-152)
Allah
SWT menceritakan kepada kita bagaimana keadaan Musa ketika ia pergi
untuk menemui janji dengan Tuhannya. Musa ketika berpuasa selama empat
puluh malam bermaksud untuk lebih mendekat kepada Tuhannya. Ketika Allah
SWT berdialog dengannya, maka Musa merasakan cinta yang semakin
bergelora kepada Tuhannya. Kami tidak mengetahui perasaan apa yang ada
di hati Musa ketika ia meminta kepada Tuhannya agar dapat melihatnya.
Seringkali cinta yang ada di dalam manusia mendorong dirinya untuk
meminta sesuatu yang mustahil. Lalu bagaimana bayangan Anda terhadap
cinta yang berhubungan dengan cinta kepada Allah SWT. Ia adalah hakikat
cinta. Kedalaman perasaan Nabi Musa kepada Tuhannya dan kecintaannya
kepada sang Pencipta, semua ini mendorongnya untuk meminta kepada Allah
SWT agar dapat melihatnya.
Aliah SWT berfirman:
"Dan
tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah
Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah
Musa: 'Ya Tuhanhu, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat
melihat kepada Engkau.'" (QS. al-A'raf: 143)
Demikianlah
dorongan cinta dari para pecinta sejati. Musa bertanya dan meminta
kepada Tuhannya sesuatu yang menakjubkan tetapi Allah SWT menjawabnya:
"Tuhan berfirman: 'Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku." (QS. al-A'raf: 143)
Seandainya
Allah SWT hanya mengatakan demikian maka ini pun sebagai bentuk
keadilan dari-Nya, tetapi keadaan di sini adalah keadaan cinta Ilahi
dari Musa. Dorongan cinta yang dibalas dengan dorongan cinta.
Demikianlah Nabi Musa mendapatkan rahmat dari Tuhannya. Allah SWT
memberitahunya bahwa ia tidak akan mampu melihat-Nya karena tak satu pun
dari makhluk yang tidak dapat "menangkap cahaya" dari Allah SWT. Allah
SWT memerintahkannya agar melihat gunung, dan jika gunung itu masih
menetap di tempatnya maka ia akan dapat melihat Tuhannya.
Allah SWT berfirman:
"Tetapi
lihatlah ke hukit itu, makajika ia tetap di tempatnya (sebagai
sediakaia) niscaya kamu dapat melihat-Ku. Tatkala Tuhannya menampakkan
diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa
pun jatuh pingsan. (QS. al-A'raf: 143)
Tiada
seorang pun yang dapat "menangkap" cahaya Allah SWT. Nabi Musa
mengetahui hakikat ini dan menyaksikan sendiri. Ash'aq adalah al-Maut
(kematian) atau al-Ighma' (keadaan tidak sadarkan diri atau pingsan).
Kami tidak mengetahui bagaimana keadaan yang dialami Nabi Musa ketika ia
kehilangan kehidupannya atau kesadarannya.
"Maka
setelah Musa sadar kembali, dia berkata: 'Maha Suci Engkau, aku
bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.'" (QS.
al-A'raf: 143)
Para
mufasir klasik cukup serius meneliti dan memperbincangkan ayat-ayat ini.
Misalnya, mereka bertanya-tanya: bagaimana Nabi Musa meminta kepada
Allah SWT agar dapat melihat-Nya, padahal ia tahu bahwa itu adalah hal
yang tidak mungkin atau mustahil. Mereka berselisih pendapat dalam hal
itu dan saling adu argumentasi. Mu'tazilah memiliki pendapat yang lain
dan Ahlusunah pun memiliki pendapat yang lain lagi. Pokok pembicaraan
semuanya berkisar pada: bagaimana seorang nabi tidak mengetahui—padahal
ia adalah makhluk Allah SWT yang paling dekat dengan-Nya— bahwa melihat
Allah SWT adalah hal yang sangat mustahil?
Kami
kira bahwa sikap Nabi Musa tersebut menggambarkan puncak cinta dan
kedalaman dari hatinya, yang ini merupakan gambaran yang tinggi dari
sejarah yang dilalui oleh Nabi Musa. Kita sekarang berada di hadapan
puncak cinta kepada Allah SWT. Dan seorang pecinta tidak menginginkan
selain melihat "wajah" kekasihnya. Menurut logika akal bahwa melihat
Allah SWT adalah hal yang mustahil, tetapi kapan cinta pernah peduli
dengan logika itu. Nabi Musa terdorong untuk mendapatkan pengalaman baru
yaitu suatu pengalaman yang kayaknya ia sengaja melakukannya untuk
mewakili kita semua. Nabi Musa nekat dan mendorong kita untuk meminta.
Ia lebih dahulu meraskan keadaan tidak sadarkan diri dan ia telah
membuktikan kepada kita dengan tubuhnya yang mulia dan rohnya yang suci
bahwa tak seorang pun dapat "menangkap" cahaya Allah SWT. Nabi Musa
dalam keadaan tak sadarkan diri lalu ketika bangun ia memuja-muja Allah
SWT dan bertaubat serta meminta ampun kepadaNya:
"Dia berkata: 'Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau.'" (QS. al-A'raf: 143)
Mengapa
Nabi Musa bertaubat? Orang-orang sufi berkata: Ia bertaubat dari
dorongan cinta yang besar di mana ia meminta sesuatu yang mustahil,
padahal ia menyadari itu adalah mustahil. Ini adalah tafsiran yang
memuaskan yang didukung oleh konteks ayat-ayat tersebut. Perhatikanlah
ayat-ayat (tanda-kebesaran) Allah SWT dan bagaimana Dia mengingatkan
Musa terhadap apa-apa yang diterimanya dari berbagai macam nikmat. Allah
SWT berkata kepada Musa:
"Hai
Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain
(di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung
dengan-Ku. Sebab itu, berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan
kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur. Dan
telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu
sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami
berfirman): 'Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu
berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya.'" (QS.
al-A'raf: 144-145)
Ahli
tafsir memperhatikan firman Allah SWT kepada Musa: "Sesungguhnya Aku
memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk
membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku."
Kemudian
dilakukanlah perbandingan antara Nabi Musa dan nabi-nabi yang lain.
Dikatakan bahwa pemilihan ini dikhususkan hanya kepadanya dan di
zamannya saja, dan tidak berlaku di zaman sebelumnya karena ada Nabi
Ibrahim di zaman itu, sedangkan Nabi Ibrahim lebih baik dari Nabi Musa.
Begitu juga pemilihan ini tidak berlaku pada zaman setelahnya karena ada
Nabi Muhammad bin Abdilah saw dan ia lebih baik dari mereka berdua.
Kami
ingin menghindari perdebatan ini, bukan karena kami percaya bahwa semua
nabi sama. Memang Allah SWT memberitahu kita bahwa Dia mengutamakan
sebagian nabi atau sebagian yang lain dan mengangkat derajat sebagian
mereka atau sebagian yang lain, tetapi pengutamaan ini adalah hal yang
tidak boleh kita sentuh. Hendaklah kita beriman kepada seluruh nabi dan
kita harus menunjukkan penghormatan kita kepada mereka semua. Adalah
bukan hal yang sopan jika kita mencoba membanding-bandingkan di antara
para nabi. Yang utama adalah, hendaklah kita meyakini dan mengimani
mereka semua. Akhirnya, selesailah perjumpaan Musa dengan Tuhannya.
Kemudian Nabi Musa kembali kepada kaumnya dalam keadaan marah dan
jengkel. Di alam wujud tidak ada seorang manusia yang memiliki
kelembutan dan kerelaan hati yang begitu besar seperti Nabi Musa, tetapi
ia diberitahu oleh Tuhannya bahwa kaumnya telah menyingpang dari
jalannya. Oleh karena itu, ia kembali dalam keadaan marah dan jengkel
kepada mereka. Allah SWT berfirman:
"Mengapa
kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa? Berkata Musa:
'Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu, ya
Tuhanku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku). Allah berfirman: 'Maka
sesungguhnya, Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan
mereka telah disesatkan oleh Samiri. Kemudian Musa kembali kepada
kaumnya dengan marah dan bersedih hati. " (QS. Thaha: 83-86)
Musa
turun dari gunung dan membawa papan Taurat. Rasa-rasanya hatinya
mendidih dan jengkel. Kita dapat membayangkan bagaimana emosi yang
membakar Nabi Musa saat ia mengayunkan langkahnya menuju kaumnya. Betapa
tidak, belum lama Nabi Musa meninggalkan kaumnya dan menemui Tuhannya,
mereka mendapatkan fitnah melalui Samiri. Fitnah ini adalah, bahwa Bani
Israil— ketika keluar dari Mesir—membawa banyak dari harta perhiasan
orang-orang Mesir dan emas-emas mereka. Mereka mengambilnya untuk mereka
manfaatkan dalam pesta perayaan mereka. Kemudian mereka selamat karena
mukjizat pembelahaan lautan di mana lautan menenggelamkan Fir'aun dan
tentaranya sehingga harta mereka yang berupa emas dimiliki oleh Bani
Israil.
Harun
mengetahui bahwa emas tersebut bukan milik mereka lalu Harun memintanya
dari mereka dan menimbunnya di tanah. Bani Israil tidak memerlukannya
karena saat ini mereka sedang tersesat. Mereka berjalan di tengah-tengah
gurun sehingga tidak bermanfaat bagi mereka emas-emas itu. Harun,
saudara kandung Musa, menggali tanah dan meletakkan emas-emas itu lalu
menimbunkan di atasnya tanah. Samiri melihat apa yang dilakukan oleh
Harun. Setelah itu, dia mengeluarkannya dan membuat sebuah patung sapi
yang menyerupai sapi Ibis sesembahan orang-orang Mesir. Samiri adalah
seorang pemahat yang mahir. Dia mampu membuat anak sapi yang menarik di
mana ketika dia meletakkannya di arah angin maka akan masuk darinya
udara dari celah bagian belakangnya lalu keluar dari hidungnya. Samiri
membuat suara yang menyerupai suara sapi yang sebenamya.
Konon,
rahasia kehebatan sapi ini adalah karena Samiri telah mengambil
segenggam tanah yang dilalui Jibril ketika ia turun ke bumi dalam
peristiwa mukjizat pembelahan laut. Yakni Samiri melihat sesuatu yang
tidak dilihat oleh kaum Nabi Musa. Kemudian dia mengambil segenggam
tanah dari bekas yang dilalui seorang utusan (Jibril) dan meletakkannya
bersama emas. Samiri membuat darinya anak sapi. Jibril as tidak berjalan
di atas sesuatu kecuali sesuatu itu menjadi hidup. Ketika Samiri
menambahkan tanah itu ke emas lalu membuat darinya anak sapi maka anak
sapi itu dapat bersuara seperti anak sapi yang sebenarnya. Demikianlah
kisah Samiri. Kita mengetahui sekarang bahwa jika tanah ditambahkan ke
emas dan melebur maka tanah itu akan terpisah dari emas dan akan
meninggalkan bekas (lubang) di tempat terpisahnya itu. Diduga kuat bahwa
Samiri menggunakan tanah itu seperti tanah yang lain dalam usaha untuk
mengeringkan bagian dalam dari anak sapi di mana patung itu berubah
menjadi patung yang mempunyai suara.
Setelah
itu, Samiri keluar menemui Bani Israil dengan membawa apa yang
dibuatnya. Mereka bertanya kepadanya: "Apa ini, hai Samiri?" Ia
menjawab: "Ini adalah tuhan kalian dan tuhan Musa." Mereka berkata:
"Bukankah Musa sedang menemui Tuhannya?" Samiri menjawab: "Musa telah
lupa ia pergi untuk menemui tuhannya di sana, padahal sebenarnya
tuhannya ada di sini." Akhirnya, Bani Israil menyembah anak sapi ini.
Barangkali
pembaca akan merasa heran terhadap fitnah ini. Bagaimana akal kaum itu
dapat tunduk sampai pada keadaan seperti ini? Bukankah mereka telah
menyaksikan mukjizat yang besar? Bagaimana mereka dengan mudah menyembah
berhala? Kebingungan tersebut segera hilang ketika kita lihat keadaan
kejiwaan kaum yang menyembah anak sapi itu. Mereka telah terdidik di
Mesir pada saat mereka menyembah berhala dan sangat mengkultuskan anak
sapi Ibis. Mereka terdidik di bawah kehinaan dan perbudakan sehingga
jiwa mereka menjadi ternoda dan fitrah mereka menjadi tercemar. Mereka
menyaksikan mukjizat-mukjizat dari Allah SWT tetapi mukjizat itu
berbenturan dengan jiwa-jiwa yang putus asa. Mukjizat ini tidak mampu
memuaskan mereka untuk mempercayai kebenaran. Mereka masih saja
dihinggapi keinginan untuk menyembah berhala. Mereka adalah para
penyembah berhala seperti tokoh-tokoh Mesir yang dahulu. Oleh karena
itu, mereka menyembah anak sapi. Sikap mereka ini tidak terlalu
mengagetkan kita. Sebab, setelah mereka menyaksikan mukjizat pembelahan
lautan, mereka melihat suatu kaum yang menyembah berhala, lalu mereka
minta kepada Nabi Musa agar menjadikan tuhan bagi mereka seperti kaum
yang menyembah berhala itu.
Jadi,
masalahnya adalah masalah klasik. Pada hakikatnya, hasrat untuk
menyembah berhala berarti menyembah berhala itu sendiri. Apa yang
dilakukan Samiri adalah, ia memanfaatkan kerinduan kaum untuk menyembah
berhala. Kemudian Samiri memilih agar anak sapi yang diciptakannya
berbentuk emas karena ia mengetahui bahwa umumnya Bani Israil lemah
(mudah terpedaya) pada emas. Akhirnya, fitnah yang ditimbulkan oleh
Samiri tersebar di sana sini. Harun sangat terpukul ketika mengetahui
Bani Israil menyembah anak sapi dari emas. Mereka terbagi menjadi dua
kelompok: minoritas dari mereka beriman dan mengetahui bahwa ini adalah
tipu daya dan kebohongan semata, sedangkan mayoritas mereka mengingkari
Harun dan tetap melampiaskan kerinduan mereka untuk menyembah berhala.
Harun berdiri di tengah-tengah kaumnya dan mulai menasihati mereka. Ia
berkata kepada mereka: "Sesungguhnya kalian tertipu dengannya. Ini
adalah fitnah (godaan). Samiri telah memanfaatkan kebodohan kalian
dengan menciptakan anak sapi itu. Lembu itu bukan tuhan kalian dan bukan
juga tuhan Musa:
"Sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah ahu dan taatilah perintahku." (QS. Thaha: 90)
Para
penyembah anak sapi menolak nasihat Harun. Kelompok orang-orang yang
bodoh itu tidak mau lagi menerima nasihat. Harun kembali memperingatkan
mereka dan menceritakan kembali kepada mereka bagaimana
mukjizat-mukjizat Allah SWT dapat menyelamatkan mereka, dan bagaimana
Allah SWT memuliakan dan menjaga mereka. Tetapi mereka menutup telinga
dan menolak segala nasihatnya. Mereka justru melemahkan posisi Harun dan
nyaris saja membunuhnya. Adalah jelas bahwa Harun lebih lemah daripada
Musa, sehingga para kaum tidak takut lagi. Harun khawatir jika ia
menggunakan kekuatan dan menghancurkan berhala-berhala yang mereka
sembah, maka akan terjadi fitnah di tengah-tengah kaum dan akan tercipta
perang saudara. Akhirnya, Harun memilih untuk menunda hal itu sampai
kedatangan Musa. Harun mengetahui bahwa Musa seorang yang kuat yang
mampu mengatasi fitnah ini tanpa harus menumpahkan darah. Sementara itu,
Bani Israil terus menari di sekitar anak sapi. Samiri—mudah-mudahan
Allah SWT melaknatnya—adalah penyebab fitnah ini, dan ia menari-nari
serta berputar-putar di sekeliling berhala.
Al-Qurthubi
dalam tafsirnya pada juz kesebelas menyebutkan fitnah yang timbulkan
oleh Samiri. Qurthubi berkata: "Imam Abu Bakar at-Thurthusi ditanya:
"Apa yang dikatakan oleh pemimpin kita al-Faqih tentang kelompok pria
yang memperbanyak zikrullah dan menyebut Muhammad saw. Sebagian mereka
menari-nari sehingga pingsan. Mereka menghadirkan sesuatu dan
memakannya. Apakah hadir bersama mereka boleh atau tidak? Berilah kami
fatwa, mudah-mudahan engkau diberi pahala." Qurthubi menjawab pertanyaan
ini dengan menukil penjelasan gurunya: "Mazhab sufi (yang beliau
maksudkan adalah orang-orang yang menari-nari yang dipraktekkan oleh
sebagian aliran sufi untuk mengekspresikan zikir) berdasarkan kebodohan
dan kesesatan serta sesuatu yang sia-sia. Islam hanya berdasarkan Kitab
Allah SWT dan sunah Rasul-Nya. Praktek tari-tarian seperti itu adalah
sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh pengikut-pengikut Samiri
ketika mereka menjadikan anak sapi sebagai tuhan mereka. Mereka
menari-nari di sekitarnya dan berkumpul di situ. Itu adalah agama
kekufuran dan penyembahan terhadap anak sapi."
Nabi
saw duduk bersama sahabatnya dan seakan-akan di atas kepala mereka
terdapat burung, karena saking hormatnya mereka terhadap beliau.
Hendaklah penguasa dan wakilnya mencegah orang-orang itu untuk hadir di
mesjid dan selainnya. Dan tidak diperkenankan bagi seorang pun yang
beriman kepada Allah SWT dan hari kemudian untuk hadir bersama
orang-orang itu atau membantu kebatilan mereka. Ini adalah pendapat
mazhab Malik, Abu Hanifah, Syafi'i, Ahmad bin Hambal, dan lain-lain dari
para imam kaum Muslim.
Demikianlah
pernyataan al-Qurthubi berkaitan dengan masalah tersebut. Anda dapat
membayangkan sejauhmana kecermelangan pikirannya dan sejauhmana
ketakwaannya. Selanjutnya, kita kembali kepada kisah Nabi Musa. Nabi
Musa turun dari gunung untuk kembali rnenemui kaumnya. Kemudian ia
mendengar teriakan kaum saat mereka menari-nari di sekitar anak sapi.
Kaum itu berhenti ketika melihat Nabi Musa muncul di depan mereka. Dan
tiba-tiba keheningan menyelimuti mereka. Nabi Musa berteriak dan
berkata:
"Dan tatkala
Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati,
berkatalah dia: 'Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah
kepergianhu!'" (QS. al-A'raf: 150)
Musa
berjalan menuju ke Harun, lalu ia meletakkan papan Taurat dengan
tangannya di atas tanah. Tampaknya api kemarahan telah membakamya. Musa
memegang Harun dari rambut kepalanya sampai rambut jenggotnya sambil
berkata:
"Hai Harun,
apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat,
(sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja)
mendurhakai perintahku?" (QS. Thaha: 92-93)
Musa
bertanya, "Apakah Harun tidak menaati perintahnya, bagaimana ia
mendiamkan fitnah ini; bagaimana ia tetap bersama mereka dan tidak
meninggalkan mereka serta berlepas diri dari perbuatan mereka; bagaimana
ia tetap diam dan tidak berusaha melawan mereka, bukankah orang yang
diam atau membiarkan suatu kesalahan itu bertanda bahwa ia merestuinya
atau bagian dari kesalahan itu?" Keheningan semakin meningkat ketika
gelora api kemarahan Musa semakin membara. Harun bericara kepada Musa
dan meminta kepadanya untuk melepaskan kepalanya dan jenggotnya karena
mereka berdua berasal dari ibu yang satu. Harun mengingatkan Musa akan
kedekatan hubungannya melalui ibu, bukan melalui ayah agar hal itu lebih
dapat membuat Musa merasa kasihan kepadanya:
"Harun menjawab: 'Hai putra ibuku, janganlah kamu pegang jenggotku danjangan (pula) kepalaku.'" (QS. Thaha: 94)
Harun
memberi pengertian kepada Musa bahwa ia sama sekali tidak bermaskud
menentang perintahnya, dan ia pun tidak menunjukkan sikap merestui
penyembahan anak sapi, tetapi ia khawatir jika ia meninggalkan mereka
dan pergi lalu Musa bertanya kepadanya, mengapa ia tidak tetap tinggal
bersama mereka? Mengapa seorangyang bertanggungjawab kepada merekajustru
meninggalkan mereka? Di samping itu, ia juga khawatir jika ia memerangi
mereka dengan kekerasan maka terjadi peperangan di antara mereka. Lalu
Musa akan bertanya kepadanya, mengapa ia membikin perpecahan di antara
mereka dan mengapa ia tidak menunggu kembalinya Musa:
"Sesungguhnya
aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku). 'Kamu telah memecah
antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku.'" (QS. Thaha:
94)
Harun berusaha
memahamkan saudaranya, Musa, dengan penuh kelembutan bahwa kaumnya
merendahkannya dan mereka nyaris membunuhnya ketika ia melawan mereka.
Ia memohon kepada Musa agar melepaskan tangannya dari kepalanya dan
jenggotnya. Harun memberitahu Musa bahwa ia bukan termasuk orang jahat
sepeti mereka ketika ia bersikap diam terhadap kelaliman mereka:
"Harun
berkata: 'Hai anak ibuku, sesungguhnya haum ini telah menganggapku
lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu
menjadihan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukan aku
ke dalam golongan orang-orang yang lalim.'" (QS. al-A'raf: 150)
Musa
menyadari bahwa ia melalimi Harun dengan kemarahannya di mana kemarahan
itu berkobar karena kecemburuannya terhadap agama Allah SWT dan
semata-mata karena kecintaannya kepada kebenaran. pun mengetahui bahwa
Harun telah menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya dalam keadaan
seperti ini. Kemudian Musa menarik tangannya dari kepala dan jenggot
saudaranya dan ia meminta ampun kepada Allah SWT bagi dirinya dan bagi
saudaranya. Musa menoleh kepada kaumnya dan bertanya dengan suara yang
penuh gelora dan menunjukkan sikap marah:
"Hai
kaumku, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang
baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau kamu
menghendaki agar kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu, lalu kamu melanggar
perjanjianmu dengan aku?" (QS. Thaha: 86)
Musa
tampak marah dan mengejek mereka dan menunjukkan betapa bodohnya apa
yang mereka lakukan. Dengan kemarahan yang luar biasa, Musa kembali
berkata:
"Sesungguhnya
orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya) kelak akan
menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan
di dunia. Demikianlah Kami memberikan balasan kepada orang-orang yang
membuat-buat kebohongan." (QS. al-A'raf: 152)
Hampir
saja gunung berguncang mendengar suara kemarahan Musa, dan Bani Israil
menyadari kesalahan mereka. Kebohongan mereka dan penyimpangan mereka
atas kebenaran yang dibawa oleh Musa tampak jelas. Mereka justru
menjauhkan segala karunia yang Allah SWT berikan kepada mereka dan
memilih untuk menyembah berhala ketika Musa meninggalkan mereka selama
empat puluh hari. Mereka kembali menyembah anak sapi yang terbuat dari
emas. Bukankah Allah SWT telah berjanji kepada mereka agar mereka
memegang agama tauhid di bumi?
Musa
menoleh kepada Samiri setelah ia berbicara secara singkat kepada Harun.
Harun telah membuktikan bahwa—sebagai penanggung jawab kaumnya saat
Musa meninggalkan mereka—ia telah menjalankan tugas dengan baik. Bani
Israil tampak tertunduk lesu di depan Musa. Maka orang yang paling
bertanggung jawab adalah orang yang menyebarkan fitnah, yaitu Samiri.
Musa berkata kepada Samiri dalam keadaan api kemarahannya belum juga
padam:
"Berkata Musa: 'Apakah yang mendorongmu (berbuat demikian) hai Samiri?" (QS. Thaha: 95)
Musa
bertanya kepadanya tentang kisahnya dan ia ingin mengetahui langsung
darinya apa yang mendorongnya untuk melakukan hal tersebut. Samiri
menjawab:
"Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya." (QS. Thaha: 96)
Aku
melihat Jibril saat ia menunggangi kudanya, dan setiap kali ia
meletakkan kakinya di atas sesuatu maka terjadilah kehidupan padanya:
"Maka aku mengambil segenggam dari jejak rasul." (QS. Thaha: 96)
Aku mengambil segenggam tanah yang dilewati oleh Jibril lalu aku meletakkannya di atas emas:
"Lalu aku melemparkannya, dan demikianlah nafsuku membujukku." (QS. Thaha: 96)
Demikianlah
apa yang aku lakukan. Musa tidak mempersoalkannya; Musa tidak
mempersoalkan pengakuan Samiri tetapi ia justru mempersoalkan mengapa
Samiri menentang kebenaran. Adalah hal yang tidak penting bagi Samiri
untuk melihat Jibril lalu ia mengambil bekas tanahnya; adalah hal yang
tidak penting bahwa anak sapi itu tercipta dari tanah yang dilalui dari
kuda Jibril. Yang penting adalah, bahwa Samiri telah melakukan kejahatan
dan menyebarkan fitnah di tengah-tengah kaum Nabi Musa. Dengan
ciptaannya itu, ia mendorong kaum Nabi Musa untuk merasa kagum dengan
para tokoh-tokoh Mesir dan ia meniru para tokoh itu dalam menyembah
berhala. Ini adalah kejahatan yang dengannya Musa ingin menghukum
Samiri:
"Berkata Musa:
'Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan dunia ini
(hanya dapat) mengatakan: 'Janganlah menyentuh (aku). Dan sesungguhnya
bagimu hukuman (di akhirat) yang kamu sekali-kali tidah dapat
menghindarinya, dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap menyembahnya.
Sesungguhnya kami akan membakarnya, kemudian kami sungguh-sungguh akan
menghamburkannya ke dalam laut (berupa abu yang berserakan).'" (QS.
Thaha: 97)
Nabi Musa
menjatuhkan hukuman kepada Samiri dalam bentuk mengasingkannya di dunia.
Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa Musa berdoa agar Samiri tidak
disentuh oleh seorang pun. Melaiui fitnah yang ditimbulkannya, Samiri
ingin menyesatkan Bani Israil dan mendorong mereka untuk menyembah apa
yang diciptakannya. Dan, sekarang ia menerima siksaan yang sesuai dengan
kejahatannya. Samiri merasakan kesendirian dan dibuang dari kaumnya.
Apakah Samiri sakit dengan suatu penyakit kulit yang mengerikan sehingga
manusia menjauhinya dan tidak mau menyentuhnya, bahkan untuk
mendekatinya pun mereka tidak mau? Kita tidak mengetahui apa yang
terjadi padanya sehingga ia terasing dari kaumnya. Yang kita ketahui
adalah, bahwa Musa telah menjatuhkan hukuman yang berat baginya.
Barangkali pembunuhan lebih mudah baginya daripada menanggung beban
berat siksaannya itu. Samiri hidup dalam keadaan terasing dan terhina.
Tidak ada satu makhluk pun yang mendekatinya. Ini adalah siksaan di
dunia dan siksaan di hari kiamat adalah siksaan yang kedua yang lebih
dahsyat.
Setelah
mengurus dan mengadili Samiri, Musa bangkit menuju anak sapi yang
terbuat dari emas. Beliau mengambilnya dan melemparkannya ke api. Musa
tidak hanya menghancurkannya di hadapan kaum yang membisu, bahkan beliau
membuangnya ke laut. Tuhan yang mereka sembah kini menjadi abu yang
bertebaran. Kemudian Musa mengangkat suaranya yang menggelegar:
"Sesungguhnya
Tuhanmu adalah Allah, yang tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu." (QS.Thaha: 98)
Allah-lah
Tuhan kalian, bukan patung itu yang tidak dapat mendatangkan manfaat
dan mudarat bagi dirinya. Setelah Nabi Musa menghancurkan patung itu,
beliau menoleh kepada kaumnya. Nabi Musa telah memberitahu kaumnya bahwa
mereka telah menganiaya diri mereka sendiri. Nabi Musa menyarankan
kepada para penyembah berhala untuk bertaubat. Nabi Musa memberitahukan
bahwa siapa pun yang mengikuti anak sapi tersebut maka ia harus dibunuh.
Allah SWT berfirman:
"Dan
(ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: 'Hai kaumku,
sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah
menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang
menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu
pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.'"
(QS. al-Baqarah: 54)
Hukuman
yang ditetapkan oleh Musa atas para penyembah anak sapi sangat
mengerikan, namun itu setimpal dengan kejahatan mereka. Menyembah
berhala adalah usaha untuk mematikan akal. Dengan akal, manusia memiliki
keistimewaan yang tidak terdapat pada makhluk-makhluk lainnya. Karena
kejahatan itu sangat luar biasa, yaitu kejahatan yang berupa usaha
mematikan fungsi akal maka hukumannya pun harus berat. Kemudian
datanglah rahmat Allah SWT dan Dia menerima taubat mereka. Sesungguhnya
Allah SWT Maha menerima taubat dan Maha Pengasih.
Akhirnya,
kemarahan Musa mulai mereda. Coba Anda renungkan ungkapan Al-Qur'an
al-Karim yang menggambafkan kemarahan Musa dalam bentuk yang realistis:
bagaimana Musa meletakkan papan Taurat, dan bagaimana dia memegang
jenggot saudaranya dan kepalanya dan diakhiri dengan pembuangan atau
penghancuran anak sapi di lautan serta keputusannya untuk membunuh
orang-orang yang menjadikannya sebagai tuhan. Alhasil, kemarahan Musa
mulai mereda; kemarahan Musa adalah kemarahan karena Allah SWT. Itu
adalah kemarahan yang paling tinggi dan layak untuk mendapatkan
kehormatan. Ketika kemarahannya hilang, Musa ingat tugas utamanya, yaitu
bahwa ia meletakkan papan-papan Taurat. Musa kembali mengambil
papan-papan itu dan terus berdakwah di jalan Allah SWT:
Allah SWT berfirman:
"Sesudah
amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat)
itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rah-mat untuk
orang-orang yang takut kepada Tuhannya. " (QS. al-A'raf: 154)
Sebagian
mereka berdalil dengan firmannya: Dan dalam tulisannya, bahwa
papan-papan itu pecah (rusak). Kami tidak mengetahui, apakah papan-papan
itu terbuat dari benda tertentu yang dapat pecah atau tidak. Ibnu
Katsir menepis dalil atau argumen tersebut dan ia berpendapat bahwa
papan-papan itu tetap seperti semula. Alhasil, Musa kembali merasakan
ketenangan dan ia berusaha memperbarui jihadnya di jalan Allah SWT.
Beliau membacakan papan-papan Taurat kepada kaumnya. Mula-mula beliau
memerintahkan mereka agar mengambil hukum-hukumnya dengan penuh kekuatan
dan tekad.
Ironis
sekali, bahwa kaum Nabi Musa mencoba menawar-nawar kebenaran. Mereka
mengatakan: "Sebarkanlah kepada kami isi papan-papan itu, jika
perintahnya dan larangannya mudah maka kami akan menerimanya." Musa
berkata: "Kalian harus menerima apa saja yang ada di dalamnya." Kemudian
mereka terus melakukan tawar-menawar. Akhirnya, Allah SWT memerintahkan
para malaikatnya untuk mengangkat gunung di atas kepala mereka hingga
gunung itu seakan-akan menjadi awan yang menyelimuti mereka. Dikatakan
kepada mereka: jika kalian tidak menerima apa saja yang di dalamnya maka
gunung itu akan ambruk menimpa kalian. Mendengar ancaman itu, mereka
pun menerimanya. Lalu mereka diperintahkan untuk sujud dan mereka pun
sujud. Mereka meletakkan pipi mereka di atas tanah. Mereka mulai melihat
gunung dengan penuh ketakutan.
Allah SWT berfirman:
"Dan
(ingatlah) ketika Kami mengangkat bukit ke atas mereka seakan-akan
bukit itu naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan jatuh
menimpa mereka (dan Kami katakan kepada mereka): 'Peganglah dengan teguh
apa yang telah Kami berikan kepadamu, serta ingatlah selalu
(amalkanlah) apa yang tersebut di dalamnya supaya kamu menjadi
orang-orang yang bertakwa.'" (QS. al-A'raf: 171)
Demikianlah
bahwa kaum Nabi Musa tidak serta merta berserah diri kecuali pada
saat-saat kritis di mana mukjizat luar biasa mampu menakutkan mereka dan
menggetarkan hati mereka sehingga mereka sujud secara terpaksa. Manusia
pada saat itu terpaksa beriman karena berhadapan dengan "tongkat
Ilahi". Hal yang demikian ini biasanya berlaku kepada anak-akan kecil
dan pada saat manusia kehilangan kesadaran dan kematangan yang cukup
sehingga akalnya tidak berfungsi secara sehat.
Barangkali
di sini kami ingin untuk kesekian kalinya mengemukakan keadaan kaum
Nabi Musa. Mereka tidak begitu saja puas dengan mukjizat yang luar
biasa. Kaum Nabi Musa telah terdidik di bawah kehinaan dan penindasan
sehingga mereka kehilangan nilai-nilai kemanusiaan mereka dan fitrah
mereka telah tercemar. Kehinaaan yang telah tertanam dalam jiwa mereka
dan mereka telah terbiasa dengannya menyebabkan mereka tidak mudah untuk
diajak menuju kebaikan, kecuali jika mereka telah mendapatkan tekanan
atau kekerasan.
Dahulu
mereka terbiasa untuk menaati para tokoh mereka setelah mereka ditekan
maka sekarang ketika mereka berhadapan dengan tokoh mereka yang baru,
yaitu keimanan, mereka pun harus digiring dengan menggunakan bahasa
kekerasan. Kejahatan penyembahan anak sapi bukan tidak membawa pengaruh
apa-apa. Musa memerintahkan kepada ulama Bani Israil dan orang-orang
baik di antara mereka untuk meminta ampun kepada Allah SWT dan bertaubat
kepadanya. Musa memilih tujuh puluh laki-laki di antara mereka yang
paling baik sambil berkata: "Pergilah kalian menuju Allah SWT dan
bertaubatlah kepada-Nya atas apa saja yang kalian lakukan. Berpuasalah
kalian, sucikanlah jiwa kalian, dan bersihkanlah pakaian kalian."
Musa
keluar bersama tujuh puluh orang-orang yang terpilih itu untuk memenuhi
perjumpaan yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Musa mendekati gunung,
dan tiba-tiba sekawanan awan menyelimuti gunung. Musa masuk ke dalam
awan dan berkata kepada kaum: "Mendekatlah, mendekatlah." Allah SWT
berbicara kepada Musa. Setiap kali Musa berbicara dengan Allah SWT maka
tampak di atas dahinya suatu cahaya yang bersinar. Tidak ada seorang pun
dari manusia yang dapat melihatnya. Diletakkan suatu tabir (penutup) di
sekeliling Musa saat ia berbicara kepada Tuhannya. Tujuh puluh orang
yang dipilih oleh Musa itu mendengar percakapan antara Musa dan
Tuhannya. Barangkali mukjizat yang seperti ini seharusnya menjadi
mukjizat yang terakhir yang cukup dapat membangkitkan keimanan di dalam
hati sepanjang kehidupan, namun ketujuh puluh orang yang dipilih itu
tidak cukup dengan apa yang mereka dengar dari mukjizat itu. Mereka
justru meminta agar dapat melihat Allah SWT. Mereka mengatakan: "Kami
telah mendengar dan kami ingin melihat." Dengan nada polos, mereka
berkata:
"Wahai Musa, kami tidak ingin beriman kepadamu sehingga kami melihat Allah dengan terang-terangan. "(QS. aI-Baqarah: 55)
Ini
adalah tragedi yang sangat mengherankan; suatu tragedi yang menunjukkan
kekerasan hati dan ketergantungannya terhadap materi atau fisik.
Permintaan yang menunjukkan sikap keras kepala ini cukup sebagai syarat
untuk datangnya siksaan yang mengerikan. Kemudian mereka disiksa dengan
suara yang menggelegar yang menghancurkan roh dan jasad. Mereka pun
mati. Musa mengetahui apa yang terjadi dengan tujuh puluh orang yang
terpilih tersebut sehingga hatinya merasa sedih dan ia berdoa kepada
Tuhannya agar mengampuni mereka dan merahmati mereka serta tidak
menyiksa mereka karena kesalahan orang-orang yang bodoh di antara
mereka. Permintaan mereka agar dapat melihat Allah SWT adalah
menunjukkan kebodohan mereka yang luar biasa; suatu kebodohan yang harus
dibayar mahal, yaitu dengan kematian.
Seorang
nabi terkadang memohon untuk melihat Tuhan-Nya, seperti yang dilakukan
oleh Nabi Musa. Meskipun permintaan itu bertitik tolak dari sumber cinta
yang dalam yang sulit untuk digambarkan, yang dapat dibenarkan dengan
logika yang khusus, namun permintaan untuk melihat Tuhan tetap dianggap
sebagai tindakan yang melampaui batas yang karenanya Musa "dihukum"
dengan pingsan. Anda dapat membayangkan bagaimana jika permintaan
tersebut berasal dari manusia-manusia yang salah; manusia-manusia yang
ketika ingin melihat Tuhan, mereka menentukan tempatnya dan waktunya,
bahkan mereka mensyaratkan agar pengelihatan ini terjadi dengan jelas
atau terang-terangan. Mereka adalah manusia yang menggantungkan keimanan
mereka berdasarkan penglihatan ini, padahal mereka telah menyaksikan
berbagai macam mukjizat dan tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Bukankah
ini adalah kebodohan yang besar? Nabi Musa berdiri dan berdoa kepada
Tuhannya dan meminta belas kasih-Nya dan ridha-Nya.
Allah SWT berfirman:
"Dan
Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohonkan taubat
kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan. Maka ketiha mereka
digoncang gempa bumi, Musa berkata: 'Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki,
tentulah Engkau membinasakan mereka dan ahu setelah ini. Apakah Engkau
membinasakan kami karena orang-orang yang kurang akal di antara kami?
Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa
yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau
kehendaki. Engkaulah yang memimpin kami, maka ampunilah kami dan
berilah kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun yang sebaik-baiknya. Dan
tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat;
sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau.'" (QS. al-A'raf:
155-156)
Demikianlah
kalimat-kalimat Musa kepada Tuhannya saat ia berdoa kepada-Nya untuk
meminta belas kasih-Nya dan ridha-Nya. Allah SWT ridha kepada mereka dan
mengampuni kaum Nabi Musa di mana Allah SWT menghidupkan mereka setelah
kematian mereka. Orang-orang yang terpilih itu mendengar di saat-saat
yang mengagumkan ini dari sejarah kehidupan sampai berita kedatangan
Muhammad bin Abdilah saw.
"Allah
berfirman: 'Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki
dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku
untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang
yang beriman kepada ayat-ayat Kami. '(Yaitu) orang-orang yang mengikut
Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati yang tertulis di
dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka
untuk mengerjakan makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang
mungkar dan nwnghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan
bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan
belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman
kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang
yang diturunkan kepadanya (al-Qur'an), mereka itulah orang-orang yang
beruntung." (QS. al-A'raf: 156-157)
Kita
akan memperhatikan metode hubungan antara masa sekarang dan masa yang
lalu dalam ayat tersebut. Allah SWT melampaui waktu dialog bersama rasul
dalam ayat-ayat tersebut pada dua waktu yang dahulu, yaitu turunnya
Taurat dan turunnya Injil untuk menetapkan bahwa Allah SWT membawa
berita gembira dengan kedatangan Nabi Muhammad saw dalam dua kitab yang
mulia itu. Kami kira bahwa berita gembira ini datang pada hari di mana
Musa mendatangkan tujuh puluh orang dari kaumnya, yaitu para ulama Bani
Israil dan orang-orang yang mulia di antara mereka untuk menemui
Tuhannya. Pada hari yang penting ini—disertai dengan
mukjizat-mukjizatnya yang besar—ditetapkanlah suatu kabar gembira dengan
datangnya Nabi yang terakhir.
Ibnu
Katsir dalam kitabnya Qishashul Anbiya' berkata (menukil riwayat dari
Qatadah): "Musa berkata kepada Tuhannya, 'ya Tuhanku, aku mendapati
dalam papan-papan Taurat suatu umat yang lebih baik dari umat yang lain;
mereka menyeru kepada hal yang makruf dan mencegah hal yang mungkar. Ya
Allah, jadikanlah mereka umatku." Allah SWT berkata: "Itu adalah umat
Muhammad saw."
Musa
berkata: "Ya Tuhanku, aku mendapati dalam papan Taurat suatu umat yang
aku adalah generasi mereka di mana mereka mampu menghafal sedangkan
umat-umat sebelum mereka membaca dengan melihat buku sehingga ketika
buku itu disingkirkan dari mereka, mereka tidak lagi mampu menghafalnya
dan tidak lagi mengetahuinya." Allah SWT memberi mereka suatu kemampuan
menghafal yang belum pernah diberikan-Nya kepada seseorang pun dari
umat-umat sebelumnya. "Ya Allah, jadikanlah mereka umatku. " Allah SWT
berkata: "Itu adalah umat Muhammad saw."
Musa
berkata: "Tuhanku, aku mendapati di papan Taurat suatu umat yang
beriman kepada kitab yang pertama dan yang terakhir dan mereka memerangi
pasukan kesesatan. Jadikanlah mereka umatku." Allah SWT berkata: "Itu
adalah umat Muhammad saw."
Musa
berkata: "Tuhanku, aku mendapati dalam papan Taurat suatu umat di mana
mereka dapat memakan sedekah dalam perut-perut mereka dan mereka
mendapatkan pahala darinya, sedangkan umat-umat sebelum mereka jika
salah seorang mereka bersedekah dengan suatu sedekah lalu diterimanya,
maka Allah SWT akan mengirim api dan membakarnya dan jika dikembalikan
padanya maka ia akan dimakan oleh binatang buas dan burung. Dan Allah
SWT mengambil sedekah orang-orang yang kaya di antara mereka untuk
diberikan kepada orang-orang yang fakir dari mereka. Wahai Tuhanku,
jadikanlah mereka umatku." Allah SWT berkata: "Itu adalah umat Muhammad
saw."
Musa berkata:
"Tuhanku, aku mendapati dalam papan Taurat suatu umat jika salah seorang
mereka berhasrat untuk melakukan suatu kebaikan kemudian ia
melakukannya maka ditulis baginya sepuluh kali lipat kebaikan dari
kebaikannya itu sampai tujuh puluh ratus lipat. Jadikanlah mereka
umatku." Allah SWT berkata: "Itu adalah umat Muhammad saw."
Musa
senantiasa mendoakan kaumnya kepada Allah SWT. Tampak bahwa jiwa mereka
dipenuhi dengan sikap pembangkangan dan keras kepala. Sifat itu semakin
nyata ketika kita mengetahui cerita tentang anak sapi atau kasus
tentang sapi. Dalam peristiwa itu, kita disodorkan dengan berbagai
perundingan yang tidak perlu antara mereka dan Nabi Musa. Semua itu
berasal dari sikap keras kepala. Asal-muasal kisah sapi itu adalah, pada
suatu hari ditemukan seorang kaya terbunuh di tengah-tengah Bani
Israil. Kemudian terjadilah percekcokan di antara keluarganya karena
mereka tidak mengetahui siapa pembunuhnya. Kasus ini cukup memusingkan
mereka sehingga mereka menemui Musa. Tampaknya lelaki yang terbunuh ini
memiliki tempat yang istimewa di kalangan Bani Israil. Misteri
pembunuhannya akan mendatangkan fitnah di tengah-tengah mereka. Oleh
karena itu, Bani Israil mendatangi Musa dan memohon kepada Musa untuk
meminta petunjuk kepada Tuhannya.
Musa
pun meminta petunjuk kepada Tuhannya, lalu Allah SWT memerintahkannya
agar menyuruh kaumnya untuk menyembelih sapi. Semula ditetapkan bahwa
kaum Nabi Musa diperintahkan untuk menyembelih sapi yang pertama kali
mereka temui, tetapi karena sikap keras kepala mereka, mereka mulai
melakukan tawar-menawar dan berunding dengan Musa. Mereka menuduh bahwa
Musa mengejek mereka dan tidak serius dengan masalah yang mereka hadapi.
Musa berlindung kepada Allah SWT dan memohon kepada-Nya agar jangan
sampai digolongkan bersama orang-orang yang bodoh, apalagi bermaksud
mengejek mereka. Musa berusaha memberikan pengertian kepada mereka bahwa
kunci dari masalah itu dapat diselesaikan dengan penyembelihan sapi.
Masalahnya di sini adalah masalah mukjizat yang tidak berhubungan dengan
sesuatu yang biasa terjadi dalam kehidupan atau sesuatu yang biasa
dilakukan oleh manusia. Tidak ada hubungan antara penyembelihan sapi dan
usaha mengetahui pembunuh. Tetapi, kapankah sebab-sebab rasional mampu
menundukkan Bani Israil? Mukjizat yang luar biasa merupakan kunci dan
senjata yang biasa berlaku dalam kehidupan Bani Israil. Oleh karena itu,
penyelesaian kasus tersebut dengan cara menyembelih sapi seharusnya
tidak menimbulkan gejolak dan kegelisahan. Tapi, Bani Israil adalah Bani
Israil. Seringkali pergaulan dan hubungan dengan mereka berakhir dengan
sikap pembangkangan. baik berkenaan dengan masalah kehidupan biasa
sehari-sehari maupun yang terkait dengan masalah akidah yang penting.
Musa
menghadapi berbagai bentuk ujian dan tuduhan dari Bani Israil. Musa
berusaha memberi pengertian kepada mereka bahwa beliau serius untuk
menyelesaikan kasus mereka dan tidak bermaksud mempermainkan mereka.
Musa kembali menegaskan bahwa untuk menyelesaikan hal itu mereka harus
menyembelih sapi. Karakter khas Bani Israil muncul kepermukaan. Mereka
bertanya, apakah itu sapi yang biasa sebagaimana yang mereka temui
ataukah ia ciptaan yang lain yang memiliki keistimewaan. Mereka
mengharap Musa agar meminta petunjuk kepada Tuhannya sehing-ga hal
tersebut menjadi jelas bagi mereka.
Musa
berdoa kepada Tuhannya. Kemudian mereka mendapatkan kesulitan di mana
sapi yang seharusnya mudah mereka dapati, kini mereka mendapatkan
kriteria sapi yang sangat rumit, yaitu sapi yang tidak tua dan tidak
muda, yakni yang sedang-sedang saja. Demikianlah ketetapan Ilahi itu.
Tetapi lagi-lagi perundingan masih berlangsung. Lalu mereka mengemukakan
pertanyaan-pertanyaan yang aneh: apa warna sapi ini, mengapa Musa tidak
berdoa kepada Tuhannya dan menjelaskan warna sapi ini. Beginilah,
mereka tidak menunjukkan sikap sopan dan hormat kepada Allah SWT dan
kepada nabi-Nya yang mulia. Seharusnya mereka patuh terhadap perintah
itu dan tidak bertanya yang macam-macam, namun mereka justru
mempersoalkan masalah yang sederhana ini dengan sikap penentangan dan
keras kepala.
Lagi-lagi
Musa bertanya kepada Tuhannya dan memberitahu tentang warna sapi yang
dimaksud. Musa mengatakan bahwa sapi itu berwarna kuning yang warnanya
mengundang kekaguman orang yang melihatnya. Demikianlah sifat sapi itu
ditentukan di mana ia berwarna kuning yang warnanya agak
kemerah-merahan. Meskipun masalah ini sudah sangat jelas, mereka kembali
menunjukkan sikap pembangkangan dan keras kepala. Maka Allah SWT pun
memperketat syarat sapi itu sebagaimana mereka berusaha untuk menyakiti
hati Nabi Musa. Mereka kembali bertanya kepada Nabi Musa dan meminta
kepadanya agar berdoa kepada Tuhannya dan meminta penjelasan tentang
hakikat sapi itu, karena bagi mereka sapi itu masih samar. Musa
memberitahu mereka bahwa sapi itu tidak disiapkan untuk membajak sawah
atau untuk memberi minum; ia sapi yang sehat dan tidak cacat; dan sapi
itu benar-benar berwarna kuning. Berakhirlah sikap pembangkangan mereka.
Mereka mulai mencari sapi yang dimaksud yang memiliki sifat yang khusus
ini. Akhirnya, mereka menemukan sapi itu yang dimiliki oleh seorang
anak yatim. Lalu mereka membelinya dan menyembelihnya.
Musa
memegang ekor sapi itu lalu memukulkannya kepada orang yang terbunuh.
Tiba-tiba, orang itu bangkit dari kematiannya. Musa bertanya padanya
tentang siapa yang membunuhnya. Lalu ia pun menceritakan siapa yang
membunuhnya dan ia mati lagi. Bani Israil menyaksikan mukjizat
penghidupan orang yang mati itu. Mereka mendengarkan dengan telinga
mereka sendiri nama si pembunuh. Akhirnya, misteri pembunuhan itu
tersingkap.
Allah SWT berfirman:
"Dan
(ingatlah) ketika Musa berkata hepada kaumnya: 'Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.' Mereka berkata: 'Apakah
hamu hendak menjadikan kami buah ejekan?' Musa menjawab: Aku berlindung
kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang
yangjahil.' Mereka menjawab: 'Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami,
agar Dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu?' Musa
menjawab: 'Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah
sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.' Mereka berkata:
'Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami
apa warnanya.' Alusa menjawab: 'Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi
betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya,
lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya.' Mereka berkata:
'Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami
bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih)
samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk
(untuk memperoleh sapi itu). Musa berkata: 'Sesungguhnya Allah
berfirman bakwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah
dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman,
tidak bercacat, tidak ada belangnya.' Mereka berkata: 'Sekarang barulah
kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya.' Kemudian mereka
menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.
Dan (ingatlah) ketika kamu membunuh seorang manu-sia lalu kamu saling
tuduh-menuduh tentang itu. Dan Allah menyingkirkan apa yang selama ini
kamu sembunyikan. Lalu Kami berfirman: 'Pukullah mayat itu dengan
sebagian anggota sapi betina itu!' Demikianlah Allah menghidupkan
kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan padamu
tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti." (QS. al-Baqarah: 67-73)
Kami
ingin menarik perhatian pembaca kepada sikap kurang ajarnya kaum itu
kepada nabi mereka dan Tuhan mereka. Dan barangkali konteks Al-Qur'an
menyinggung hal itu dengan cara menunjukkan pengulangan kata rabbuka
(Tuhanmu) yang mereka gunakan saat berbicara dengan Musa. Seharusnya
ketika mereka berbicara dengan Musa—sebagai bentuk sopan santun—mereka
mengatakan: Mohonkanlah untuk kami kepada Tuhan kami, atau mereka
berkata kepadanya: Berdoalah bagi kami kepada Tuhanmu. Dengan kata
tersebut, seakan-akan keyakinan kepada ketuhanan hanya dipercaya oleh
Musa sedangkan mereka keluar dari kemu-liaan penghambaan kepada Allah
SWT. Perhatikanlah ayat-ayat tersebut, bagaimana ia mengisyaratkan hal
ini. Kemudian renung-kanlah ejekan mereka ketika mereka mengatakan:
"Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya. "
Setelah
mereka menyulitkan dan membuat Nabi mereka letih saat mondar-mandir
antara menemui mereka dan menemui Allah SWT, setelah mereka membuat Nabi
mereka jengkel dengan per-tanyaan seputar sifat sapi, warnanya,
usianya, dan tanda-tanda khu-susnya; setelah sikap keras kepala mereka
dan pembangkangan mereka terhadap perintah Allah SWT, mereka berkata
kepada Nabi mereka—ketika beliau membawa kepada mereka sesuatu yang
jarang sekali ditemukan, "Sekarang barulah kamu meneranghan hakikat sapi
betina yang sebenarnya. "
Seakan-akan
Nabi Musa sebelumnya bermain-main dengan mereka dan tidak serius, dan
seolah-olah apa yang beliau katakan sebelumnya tidak menunjukkan
kebenaran sedikit pun. Kemudian lihatlah konteks ayat tersebut yang
menunjukkan kelaliman mereka: "Kemudian mereka menyembelihnya dan
hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu."
Tidakkah
ayat tersebut menunjukkan kepada Anda akan sikap keras kepala mereka
dan usaha mereka memperlambat atau menunda perintah Allah SWL
Demikianlah sikap Bani Israil di atas meja perundingan; demikianlah cara
mereka berunding dengan Nabi mereka yang mulia, yaitu Musa. Musa
mendapatkan perlakuan yang keras dan perlakuan tidak sopan dari kaumnya.
Nabi Musa menahan beban penderitaan yang berat saat beliau berdakwah di
jalan Tuhannya. Barangkali problem utama yang dialami Nabi Musa adalah,
bahwa beliau diutus di tengah-tengah kaum yang cukup lama merasakan dan
menikmati kehinaan; cukup lama mereka hidup di bawah pengekangan dan
belenggu kebodohan. Mereka belum pernah merasakan aroma kebebasan.
Mereka cukup lama menyembah berhala. Bani Israil telah menyiksa Musa
dengan siksaan yang berat, di mana siksaan itu tidak hanya berkisar pada
penentangan dan sikap kebodohan serta penyembahan berhala, bahkan
mereka pun tidak segan-segan menyakiti pribadi Musa.
Allah SWT berfirman dalam surah al-Ahzab:
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang
yang menyakiti Musa; maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan
yang mereka katakan. Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan
terhormat di sisi Allah." (QS. al-Ahzab: 69)
Kami
tidak mengetahui hakikat atau bentuk usaha menyakiti Nabi Musa ini.
Kami tidak setuju dengan riwayat ulama yang mengatakan bahwa Musa adalah
seorang lelaki yang sangat pemalu dan ia sangat tertutup di mana ia
tidak ingin seorang pun melihat tubuhnya. Kemudian orang-orang Yahudi
menuduh bahwa beliau mempunyai penyakit kulit atau belang lalu Allah SWT
ingin menyembuhkannya dan berusaha menepis apa yang mereka katakan.
Diceritakan bahwa pada suatu hari Nabi Musa pergi untuk mandi. Ia
meletakkan bajunya di atas batu, kemudian beliau keluar. Tiba-tiba, batu
itu terbang dan membawa bajunya. Musa berlari di belakang batu dalam
keadaan telanjang sehingga Bani Israil menyaksikannya dalam keadaan
telanjang. Ternyata tidak ada tanda belang pada kulitnya. Kami sangat
menentang kisah seperti itu, karena di samping ia hanya khurafat, juga
sangat bertentangan dengan kehormatan Musa sebagai seorang Nabi dan
kemaksumannya. Barangkali penderitaan terbesar yang dialami oleh Musa
adalah, saat Bani Israil enggan untuk berperang dalam rangka menyebarkan
akidah tauhid di bumi, atau paling tidak membiarkan akidah ini menetap
di bumi. Bani Israil menentang usaha Musa untuk berperang dengan
mengatakan kepada Musa suatu kalimat yang terkenal, yaitu:
"Pergilah
Kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami
hanya duduk menanti di sini saja." (QS. al-Maidah: 24)
Demikianlah
keadaan Bani Israil sehingga Allah SWT menyiksa mereka dengan cara
menyesatkan mereka. Mereka mengalami kesesatan selama empat puluh tahun
penuh. Kemudian satu generasi musnah; generasi yang kalah dari dalam.
Lalu lahirlah di tengah-tengah kesesatan itu generasi yang baru;
generasi yang belum pernah tunduk kepada penyembahan berhala; generasi
yang tidak pernah lumpuh rohnya karena kehilangan kebebasan; generasi
yang rohnya sehat; generasi yang belum memahami, mengapa orang-orang
tuanya berkeliling tanpa tujuan di tengah-tengah kesesatan; generasi
yang siap untuk membela harga dirinya dan kemuliaannya; generasi yang
tidak berkata kepada Musa, pergilah engkau bersama Tuhanmu untuk
berperang, sedangkan aku hanya duduk-duduk di sini; generasi yang
menegakkan nilai-nilai kebenaran sebagai wujud pembelaan terhadap agama
tauhid.
Akhirnya, generasi ini lahir di
tengah-tengah empat puluh tahun masa kesesatan, namun Musa harus
menjalani suatu takdir Nabi Musa meninggal secara damai dan mulia. Nabi
Musa rindu untuk melihat "wajah" Allah SWT. Di masa hidupnya, cinta
telah mendorongnya untuk diperkenankan melihat Allah SWT, dan dorongan
itu semakin menguat saat kematiannya. Nabi yang diajak bicara oleh Allah
SWT itu kini bertemu dengan-Nya dengan jiwa yang diridhai dan hati yang
tenang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar